Makalah Sejarah Turunnya Al-Qur'an (Ulumul Al-Qur'an)
Salah satu contoh Makalah Sejarah Turunnya Al-Qur'an pada Mata kuliah Ulumul Qur'an
Makalah ini disusun oleh :
- Salma Humaira Supratman
- Kinandar Adji Zull Saputra
- Dhovi Rizal Fachrudin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam
yang merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi
Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya
terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan
hidup, baik di dunia maupun akhirat.
Allah menurunkan Qur’an kepada Rasul
kita Muhammad untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya Qur’an merupakan
peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan
penghuni bumi. Turunnya Qur’an yang pertama kali pada malam lailatul qadar
merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat –
malaikat akan kemuliaan umat Muhammad. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah
dengan risalah baru agar menjadi umat lebih baik yang dikeluarkan bagi manusia.
Turunnya Qur’an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab – kitab
yang sebelumnya, sangat mengagetkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya
sebelum jelas terhadap mereka rahasia ilahi yang ada dibalik itu. Rasulullah tidak
menerima risalah agung ini sekaligus, dan kaumnya pun tidak puas dengan risalah
tersebut karena kesombongan dan permusuhan mereka. Oleh karena itu wahyu pun
turun berangsur-angsur untuk menguatkan hati Rasul dan menghiburnya serta
mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini
dan mencukupkan nikmat-Nya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah turunnya alqur’an?
2.
Mengapa
Al-Qur’an di tulis?
C. Tujuan
1.
Agar
kita mengetahui bagaimana turunnya alqur’an.
2.
Supaya
menambah keimanan kita terhadap alqur’an.
3.
Agar
kita mengetahui awal mula alqur’an di bukukan atau di tulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Turunnya Qur’an Sekaligus
Allah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :
شَهْرُ
رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍۢ
مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ. . .
“ bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” Q.S Al-Baqarah :185
إِنَّآ
أَنزَلْنَـٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ
“ Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam
kemuliaan.” Q.S Al-Qadr : 1
إِنَّآ
أَنزَلْنَـٰهُ فِى لَيْلَةٍۢ مُّبَـٰرَكَةٍ. . . .
“
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” Q.S Ad-Dukhan
: 3
Ketiga ayat
diatas itu tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam
lailatul qadar dalam bulan Ramadhan. Tetapi lahir (zahir) ayat yang
bertentangan dalam kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah, dimana Qur’an
turun kepadanya selama dua puluh tiga tahun. Dalam hal ini para ulama mempunyai
dua mazhab pokok.
1) Mazhab Pertama
Pendapat Ibn
Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan pegangan oleh umumnya ulama. Yang
dimaksud dengan turunnya Qur’an dalam ketiga ayat diatas adalah turunnya
Alqura’an ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati
kebesarannya. Kemudian sesudah itu qur’an diturunkan kepada Rasul kita Muhammad
s.a.w secara bertahap selama dua puluh tiga tahun sesuai dengan
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak ia diutus sampai wafatnya.
Al Qur’an
diturunkan sekaligus ke langit dunia (daarul Izzah) pada malam
Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang
kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah dan Madinah
sampai wafat beliau.
Banyak para
ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran,
berdasarkan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dalammustadrok-nya
(2/242, No. 2879) dengan sanad yang shohih, dari Ibnu Abbas radhiyallhu
‘anhuma, beliau mengatakan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: " أُنْزِلَ
الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فِي لَيْلَةِ
الْقَدْرِ، ثُمَّ أُنْزِلَ بَعْدَ ذَلِكَ بِعِشْرِينَ سَنَةً
“bahwsanya Al-Quran itu
turun sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qodr. Kemudian diturunkan
berangsur-angsur selama 20 tahun, kemudia ia mambaca ayat,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا
جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
(membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang
benar dan yang paling baik .” (QS. Al Furqon : 33)
2) Mazhab Kedua
Yang diriwayatkan oleh asy-Sya’bi bahwa yang
dimaksud dengan turunnya Qur’an dalam ketiga ayat diatas adalah permulaan
turunnya Qur’an kepada Rasulullah s.a.w. permulaan turunnya Qur’an itu dimulai
pada malam lailatul qadar di bulan Ramdhan, yang merupakan malam yang
diberkahi. Kemudian turunnya itu berlanjut setelah itu secara bertahap sesuai
dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang lebih dua puluh tiga
tahun. Dengan demikian, Qur’an hanya satu macam turun, yaitu turun secara
bertahap kepada Rasulullah s.a.w., sebab yang demikian inilah yang dinyatakan
oleh Qur’an :
وَقُرْءَانًۭا
فَرَقْنَـٰهُ لِتَقْرَأَهُۥ عَلَى ٱلنَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍۢ وَنَزَّلْنَـٰهُ
تَنزِيلًۭا
"Dan
Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” Q.S
al-Isra : 106
Orang-orang musyirik yang diberi tahu
bahwa kitab-kitab samawi terdahulu turun sekaligus, menginginkan agar Qur’an
juga diturunkan sekaligus :
وَقَالَ
ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةًۭ وَٰحِدَةًۭ ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَـٰهُ تَرْتِيلًۭا
وَلَا
يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَـٰكَ بِٱلْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat
hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya.” Q.S Al-Furqon : 32-33
3) Mazhab Ketiga
Berpendapat bahwa Qur’an diturunkan kelangit dunia
selama dua puluh tiga malam lailatul qadar yang pada setiap malamnya selama
malam-malam lailatul qadar itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan
setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan kelangit dunia di malam
lailatul qadar, untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara
berangsur kepada Rasulullah s.a.w. sepanjang tahun. Mazhab ini adalah hasil
ijtihad sebagian mufasir. Pendapat ini tidak mempunyai dalil.
Adapun mazhab kedua yang diriwayatkan dari
asy-Sya’bi, dengan dalil-dalil yang sahih dan dapat diterima, tidaklah
bertentangan dengan mazhab yang pertama yang diriwayatkan dari Ibn Abbas.
Dengan
demikian maka pendapat yang kuat ialah bahwa Al-Qur’anul Karim itu dua kali
diturunkan.
Ø
Diturunkan secara sekaligus pada malam lailatul
qadar ke baitul ‘izzah di langit dunia.
Ø
Diturunkan dari langit dunia ke bumi secara
berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.
Al-Qurtubi
telah menukil dari Muqatil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan (ijma’) bahwa
turunnya Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke baitul ‘izzah di langit dunia.
Ibn Abbas memandang tidak ada pertentangan antara ketiga ayat diatas yang
berkenaan dengan turunnya Qur’an dengan kejadian nyata dalam kehidupan
Rasulullah s.a.w. bahwa Qur’an itu turun selama dua puluh tiga tahun yang bukan
bulan Ramadhan. Dari Ibn Abbas disebutkan bahwa dia ditanya oleh ‘Atiyah bin
al-Aswad, katanya : “Dalam hatiku terjadi keraguan tentang firman Allah, bulan
Ramdhan bulan itulah bulan yang didalamnya diturunkan qur’an, dan firman Allah,
sesungguhnya kami menurunkan pada malam lailatul qadar. Padahal Qur’an itu ada
yang diturunkan pada bulan syawal, zul kaidah, zul hijjah, muharram, safar dan
rabi’ul awwal.” Ibn Abbas menjawab: “Qur’an diturunkan pada malam lailatul
qadar sekaligus. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi
sedikit dan terpisah-pisah serta perlahan-lahan di sepanjang bulan dan hari.”
Para ulama
mengisyaratkan bahwa hikmah dari hal itu ialah menyatakan kebesaran Qur’an dan
kemuliaan orang yang kepadanya Qur’an diturunkan. As-Suyuti mengatakan :
“Dikatakan bahwa rahasia diturunkannya Qur’an sekaligus kelangit dunia adalah
untuk memuliakannya dan memuliakan orang yang kepadanya Qur’an diturunkan;
yaitu dengan memberitahukan kepada penghuni tujuh langit bahwa Qur’an adalah
kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir dan umat yang paling
mulia. Kitab itu kini telah di ambang pintu dan akan segera diturunkan kepada
mereka. Seandainya tidak ada hikmah ilahi yang menghendaki disampaikannya
Qur’an kepada mereka secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi, tentu ia diturunkan ke bumi sekaligus seperti halnya kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya. Tetapi Allah membedakannya dari Kitab-kitab yang sebelumnya.
Maka dijadikan-Nyalah dua ciri tersendiri : diturunkan secara sekaligus,
kemudian diturunkan secara bertahap, untuk menghormati orang yang
menerimanya.”As-Sakhawi mengatakan dalam Jamalul Qurra’ : “Turunnya Qur’an ke
langit dunia sekaligus itu menunjukkan suatu penghormatan kepada keturunan Adam
di hadapan para malaikat, serta pemberitahuan kepada para malaikat akan
perhatian Allah dan rahmat-Nya kepada mereka. Dan dalam pengertian inilah Allah
memerintahkan tujuh puluh ribu malaikat untuk mengawal surah al-An’am, dan
dalam pengertian ini pula Allah memerintahkan Jibril agar mengimlakannya kepada
para malaikat pencatat yang mulia, menuliskan dan membacakannya kepadanya.”
B. Turunnya
Qur’an Secara Bertahap
Allah berfirman dalam Qur’an :
وَإِنَّهُۥ
لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ.نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ. عَلَىٰ
قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ. بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّۢ مُّبِينٍۢ .
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta
alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.” {Q.S Asy-Syu’ara’ : 192-195}
Dalam firman-Nya :
قُلْ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلْقُدُسِ مِن
رَّبِّكَ بِٱلْحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهُدًۭى وَبُشْرَىٰ
لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah:
"Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar,
untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk
serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
(Q.S an – Nahl : 102)
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa
al-Qur’anul Karim adalah kalam Allah dengan lafalnya yang berbahasa Arab dan
bahwa telah menurunkannya kedalam hati Rasulullah s.a.w. dan bahwa turunnya ini
bukan turun yang pertama kali kelangit dunia. Tetapi yang dimaksudkan adalah
turunnya Qur’an secara bertahap. Ungkapan (untuk arti menurunkan) dalam
ayat-ayat diatas menggunakan kata tanzil bukannya inzal. Ini menunjukkan bahwa
turunnya itu secara bertahap dan berangsur-angsur. Ulama bahasa membedakan
antara inzal dengan tanzil. Tanzil berarti turun secara berangsur-angsur sedang
inzal hanya menunjukkan turun atau menurunkan dalam arti umum.
Qur’an turun secara berangsur-angsur
selama dua puluh tiga tahun : tiga belas tahun diMekkah menurut pendapat yang
kuat, dan sepuluh tahun di Madinah. Penjelasan secara berangsur-angsur itu
terdapat dalam firman Allah :
وَقُرْءَانًۭا
فَرَقْنَـٰهُ لِتَقْرَأَهُۥ عَلَى ٱلنَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍۢ وَنَزَّلْنَـٰهُ تَنزِيلًۭا
"Dan
Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” Q.S al-Isra : 106
Maksudnya : kami telah menjadikan
turunnya Qur’an itu secara berangsur agar kamu membacakannya kepada manusia
secara perlahan dan teliti dan kami menurunkannya bagian demi bagian sesuai
dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian.
1 )Hikmah Turunnya Qur’an Secara Bertahap
Adapun hikmah di
turunkannya al-Qur’an secara bertahap :
a. Menguatkan dan Meneguhkan hati Rasulullah s.a.w.
Allah berfirman dalam
Qur’an
وَقَالَ
ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةًۭ وَٰحِدَةًۭ ۚ
كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ
وَرَتَّلْنَـٰهُ تَرْتِيلًۭا
“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan
benar).” (Q.S al-Furqon : 32)
Abu
Syamah berkata “ apabila ditanya : apakah rahasia Qur’an diturunkan secara
bertahap dan mengapakah ia tidak diturunkan sekaligus seperti halnya
kitab-kitab yang lain? Kami menjawab : pertanyaan yang demikian ini sudah di
jawab oleh Allah. Dalam surat al-Furqon ayat 32.
b. Tantangan dan Mukjizat
Menentang
dan melemahkan para penentang al-Qur’an. Nabi kerapkali berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan
melemahkan Nabi. Maka, turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja
menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan al-Qur’an. Dan ketika mereka tidak mampu memenuhi tantangan itu,
hal itu sekaligus merupakan salah satu mu`jizat al-Qur’an.
Allah berfirman dalam Qur’an
وَلَا
يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَـٰكَ بِٱلْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya.” (al-Furqon : 33)
c. Mempermudah Hafalan dan Pemahaman
Al-Qur’anul
Karim turun ditengah-tengah umat yang ummi, yang tidak pandai membaca dan
menulis. Catatan mereka adalah hafalan dan daya ingat. Mereka tidak mempunyai
pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang dapat memungkinkan
mereka menuliskan dan membukukannya, kemudian menghafal dan memahaminya.
هُوَ
ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًۭا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ
ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن
كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍۢ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (al-Jumu’ah : 2.
d. Kesesuaian dengan Peristiwa-peristiwa dan Pentahapan
dalam Penetapan Hukum
Contoh
yang paling jelas mengenai penetapan hukum yang berangsur-angsur itu ialah
diharamkannya minuman keras.
Allah berfirman :
وَمِن
ثَمَرَٰتِ ٱلنَّخِيلِ وَٱلْأَعْنَـٰبِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًۭا وَرِزْقًا
حَسَنًا ۗ
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةًۭ لِّقَوْمٍۢ يَعْقِلُونَ
“Dan
dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”(Q.S an-Nahl : 63)
Ayat ini menyebutkan tentang nikmat atau
karunia Allah. Apabila yang dimaksud dengan “sakar” ialah khamr atau minuman
yang memabukkan dan yang dimaksud dengan “rezeki” ialah segala yang dimakan
dari kedua pohon tersebut seperti kurma dan kismis dan inilah pendapat jumhur
ulama, maka pemberian predikat “baik” kepada rezeki sementara sakar tidak
diberinya, merupakan indikasi bahwa dalam hal ini pujian Allah hanya ditunjukan
kepada rezeki dan bukan kepada sakar. Kemudian turn firman Allah :
يَسْـَٔلُونَكَ
عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌۭ كَبِيرٌۭ
وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
“Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". (al-Baqarah : 219)
e. Bukti yang pasti bahwa al-Qur’anul Karim di turunkan
dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
Allah berfirman :
الٓر ۚ
كِتَـٰبٌ أُحْكِمَتْ ءَايَـٰتُهُۥ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi
(Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (Q.S Hud : 1)
C. Pengumpulan
dan Penerbitan Qur’an
Yang di maksud dengan pengumpulan Qur’an (jam’ul qur’an) oleh para ulama adalah
salah satu dari pengertian berikut:
Pertama: pengumpulan
dalam arti hifzuhu (menghafalnya
dalam hati). Jumma’ui Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghfakalnya di
dalam hati). Inilah makna yang di maksudkan dalam firman alloh kepada nabi-nabi
senantiasa menggerak-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca qur’an
ketika qur’an itu turunnya kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya,
karena ingin menghafalnya.
Kedua: pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi
(penulisan qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan
surah-surahnya, atau menerbitkan ayat-ayat semata dan setiap surah di tulis
dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menerbitkan ayat-ayat dan
surah-suranya dalam lembaran-lembaranyang terkumpul yang menghimpun semua
surah, sebagiannya di tulis sesudah bagian yang lain.
1) Pengumpulan Al-Qur’an dan
arti penulisannya di Masa Nabi
Pada masa Nabi wahyu yang diturnakan
oleh Allah kepadanya tidak hanya dieksprersikan dalam betuk hafalan tapi juga
dalam bentuk tulisan.
Sekretaris Pribadi Nabi yang
bertugas mencatat wahyu yaitu Abu Bakar, Umar bin Kahtab, Khalid Bin Walid dan
Mua`wiyah Bin Abi Sofyan.Mereka menggunakan alat tulis sederhana yaitu lontaran
kayu, pelepah kurma, tulang-belulang, dan batu.
Faktor yang mendorong penulisan
Al-Quran pada masa Nabi yaitu:
Membukukan hafalan yang telah
dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat.
a) Mempersentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Ibn al-Nadim menulis bahwa di antara
para sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, Sa’id ibn Ubayd ibn al-Nu’man, Abu
Darda’, Mu’adz ibn Jabal, Tsabit ibn Zayd dan Ubayd ibn Mu’awiyah ibn Zayd
menghimpun al-Qur’an semasa hidup Rasulullah SAW.
Dalam buku al-Tambid, Abu Musa
al-Asy’ari dan Miqdad ibn al-Aswad disebutkan di antara para penghimpun
al-Qur’an. Hal itu menambahkan bahwa sebelum standarisasi mushaf yang
diperintakan oleh Utsman, orang Kufah membaca menurut mushaf Abu Musa, orang
Damaskus mengikuti mushaf Miqdad, sementara sisanya orang-orang Syria membaca
menurut mushaf Ubay ibn Ka’ab. Dan, sebagaimana kita ketahui, mushaf saat ini
adalah mushaf yang dibuat oleh Zayd ibn Tsabit berdasarkan perintah Abu Bakar,
khalifah pertama.
2) Pengumpulan
Al-Qur’an dan
arti penulisannya di Masa Khulafaur Rasyidin
a) Pada Masa
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepeningal Rasulullah SAW, istrinya
`Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan (manuskrip) Al-Quran, dan pada masa
pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan
naskah-naskah atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-surahnya menurut
riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an
yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H.
Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad dan juga para pengikut
Musailamah Al-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 70 orang sahabat penghafal
Al-Qur’an syahid. Khawatir akan hilangnya Al-Qur’an karena para penghafal
Al-Qur’an banyak yang gugur dalam medan perang. Lalu Umar bin Khattab menemui
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai
sumber, baik yang tersimpan didalam hafalan maupun tulisan.
Namun pada awalnya Abu Bakar pun
tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh Umar bin Khattab. Karena
menurutnya, Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah melakukannya. Tetapi Umar bin
Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk melakukannya, dan akhirnya Allah SWT
membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut. Kemudian Abu Bakar
pun memerintahkan Zaid bin Sabit untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar
sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak perintah Abu Bakar dengan alas an yang
sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya Zaid bin Sabit pun setuju.
b) Pada Masa
Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3
yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an
(qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang
berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman
sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin
mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang
baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan
(rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi
ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan
untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya
laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam
penulisan dan pembacaan Al-Qur’an.
c) Perbedaan
antara pengumpulan Abu Bakar dan Utsman
Dari teks-teks di atas jelaslah
bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar
berbeda dengan pengumpulan yang di lakukan Utsman dalam motif dan caranya.
Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya qur’an karena
banyaknya para huffaz yang gugur
dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Utsman
untuk mengumpulkan qur’an adalah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara
membaca qur’an yang di saksikannya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling
menyalahkan satu terhadap lain.
Pengumpulan qur’an yang dilakukan
Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan qur’an yang semula
bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang-belulang dan pelepah kurma, kemudian
di kumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun
serta terbatas pada bacaan yang tidak di mansukh dan mencakup ketujuh huruf
sebagaimana qur’an di turunkan.
Sedangkan, pengumpulan qur’an yang
di lakukan Utsman adalah menyalinnya dalam satu huruf di antara ketujuh huruf
itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang
mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
d) Perbedaan
pendapat para ulama tentang jumlah mushaf yang di kirimkan Utsman ke berbagai
daerah:
Pertama: Ada yang mengatakan bahwa jumlah ada tujuh buah mushaf
yang di kirimkan ke mekah, syam, basrah, kufah, yaman, bahrain, madinah.
Kedua: Di katakan pula bahwa jumlahnya ada empat buah,
masing-masing di kirimkan ke irak, syam,mesir dan mushaf imam; atau di kirimkan
ke kufah, basrah, syam dan mushaf imam.
Ketiga: Ada juga yang
mengatakan bahwa jumlahnya ada lima. As-suyuti berkata bahwa pendapat
inilah yang masyhur.
3) Pengumpulan
Al-Qur’an dan
arti penulisannya di Masa Setelah Khalifah
Mushaf yang ditulis pada masa
khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik, sehingga orang non arab
yang memeluk islam merasa kesulitan membaca mushaf tersebut.
Oleh karena itu pada masa khalifah
Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut;
·
Ubaidilllah bin Ziyad melebihkan
alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang.
·
Al-Hajjad bin yusuf Ats-
Tsaqafi penyempurnaan mushaf Usmani pada sebelas tempat yang memudahkan
pembaca mushaf.
Orang yang pertama kali meletakkan
tanda titik pada mushaf Usmani ; Abu Al-Aswad Ad-Du`Ali, Yahya Bin Ya`Mar,
Nashr Bin Asyim Al-Laits.
Orang yang pertama kali meletakkan
hamzah, tasdid, arrum dan Al-Isyamah adalah: al-Khalid bin Ahmad Al- Farahidi
Al-Azdi.
Proses pencetakan Al-Quran:
·
Pertama kali di cetak di Bundukiyyah
pada 1530 M.
·
Hinkalman pada masa 1694 M di
Hamburg ( jerman ).
·
Meracci pada 1698 M di paduoe.
·
Maulaya Usman di sain Peter buorgh,
Uni Sovyet ( Label Islami ).
·
Terbit cetakan di Kazan .
·
Iran pada 1248 H / 1828 kota
Taheran.
·
Ta`di Tabriz pada 1833.
·
Ta`di leipez, Jerman pada 1834
D. Tertib Ayat dan
Surah
1) Tertib
Ayat
Qur’an terdiri atas surah-surah dan
ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam
alloh yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur’an. Surah adalah sejumlah ayat
Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Tertib atau urutan ayat-ayat
Qur’an ini adalah taufiqi, ketentuan
dari rosulloh. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijima’ ,
di antaranya az-Zarkasyi dalam al-Burhan
dan abu ja;far ibnuz zubair dalam
munasabah-nya. Jibril menurunkan beberapa ayat kepada rosululloh dan
emnunjukkan kepada nya ayat yang turun seblumnya. Lalu Rosululloh
memeperintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskannya di tempat
tersebut.
Dengan
demikian, tertib ayat-ayat qur’an seperti yang ada di dalam mushaf yang beredar
di antara kita adalah taufiqi, tanpa
di ragukan lagi. As- Suyuti, setelah menyebutkan hadis-hadis berkenaan dengan
surah-surah tertentu mengemukakan; ‘ Pembacaan surah-surah yang di lakukan nabi
di hadapan para sahabat itu menunjukkan bahwa tertib atau susunan ayat-ayatnya
adalah taufiqi. Sebab, para sahabat
tidak akan menyusunnya dengan tertib yang berbeda dengan yang mereka dengar
dari bacaan nabi. Maka sampailah tertib ayat seperti demikian kepada tingkat
mutawatir.
2) Tertib
Surah
a. Para ulama berbeda pendapat tentang tertib
surah-surah Qur’an.
Pertama: Di katakan bahwa tata tertib surah itu taufiqi dan di tangani langsung oleh
nabi sebagaimana di beritahukan jibril kepadanya atas perintah tuhan. Dengan
demikian, qur’an pada masa nabi telah tersusun surah-surahnya secara tertib
sebagaimana tertib ayat-ayatnya, seperti yang ada di tangan kita sekarang ini,
yaitu tertib mushaf usman yang tak ada seorang sahabat pun yang menentangnya.
Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma)
atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apapun.
Kedua: Di katakan bahwa tertib surah itu
berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib di dalam
mushaf-mushaf mereka. Misalnya mushaf ali di susun menurut tertib nuzul, yakni
di mulai dari iqra, kemudian muddasir , lalu
nun, qalam, kemudian muzammil,
dan seterusnya hingga surah makki dan
madani.
Ketiga: Di katakan bahwa sebagian surah itu tertibnya taufiqi dan sebagian lainnya berdasarkan
ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tata
tertib sebagian surah di masa nabi. Misalnya, keterangan yang menunjukkan
tertib as-sab’ut tiwal, al-hadawamim dan
al-mufassal pada masa hidup rosululoh.
E. Rasm Al-Qur’an
setelah masa Penulisan Al-Qur’an
Rasm Al-Qur’an atau adalah ilmu yang mempelajari
tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik
dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan.
Rasimul Qur’an dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-UtsmaniPara ulama menetapkan
Rasm Al-Quran terbagi atas enam yaitu :
1. Al-Hadzf
(Membuang atau menghilangkan atau menjadikan huruf)
2. Al-Jiyadah
(Penambahan)
3. Al-Hamzah
4. Badal
atau Pergantian
5. Washal
dan fashl ( Penyambungan dan pemisahan)
6. Kata
yang dapat dibaca dua bunyi, penulisan kata tersebut disunatkan dengan salah
satu bunyinya
Pendapat Para Ulama:
1.
Rasm Usmani bersifat tauqifi atau
bukan merupakan Produk budaya manusia yang wajib di ikuti siapa saja ketika
menulis Al-Quran.
2. Menurut
Al-Quran: Tidak ada satu riwayat pun dari Nabi yang dapat di jadikan alasan
untuk menjadikan Rasm Usmani sebagai Tauqifi.
3. Subhi
shalih: Ia mengatakan ketika logisan Rasm Usmani apabila disebut tauqifi karena
rasm Usmani baru lahir pada masa Usman.
4. Rasm
Usmani adalah kesepakatan cara baca penulisab yang disetujui Usman dan diterima
umat, sehinmgga wajib di ikuti dan di taati siapa pun ketika menulis Al-Quran.
5. Tidak
ada halangan untuk menyalahkan nya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan
cara tertentu untuk menulis Al-Quran.
Kaitan Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at
adalah keberadaan Rasm Usmani yang telah berharakat dan bentuk itu ternyata
masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai Qiraat terbukti dengan
keragaman cara membacan Al-Quran seperti qiraat tujuh, sepuluh dan qiraat empat
belas.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Qur’an
diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad s.a.w. ternyata memiliki banyak
hikmah salah satunya yakni untuk menguji ketabahan Rasulullah
2. Penulisan
Qur’an pada jaman Rasulullah yakni di tulis di tempat-tempat yang telah
dianggap lazim seperti pelepah kurma, batu, tulang belulalang, hewan yang
disimpan di rumah Rasul sendiri.
3. Pada
masa khulafaur Rasidin penulisan telah dibukukan meskipun ada pertentangan
terlebih dahulu dari Umar bin Khatab.
4. Pada
masa Ustman bin Affan barulah di bikin mushaf.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta : Litera Antar
Nusa. 1994
Anwar, Rosihon. 2004. Ulumul Al-Qur’an. Bandung : Pustaka Setia
Al-Shalih. 1990
Haryono, M. Yudhie.2002. Nalar Al-Qur’an. Jakarta Timur : Penerbit Nalar
Saad, Abdul Wahid. 1995. Pengenalan Sejaran Al-Qur’an. Surabaya : IAIN
Sunan Ampel Press
Umar, Chudlori dan Moh.Matsna. 1992. Terjemahan At-Tibyan (Pengantar
Studi Al-Qur’an). Bandung : PT Al-Ma’arif
Halimuddin. 1992. Sejarah Al-Qur’an (Terjemahan Tarikh Al-Qur’an).
Jakarta : PT Rineka Cipta
Makalah ini disusun oleh :
- Salma Humaira Supratman
- Kinandar Adji Zull Saputra
- Dhovi Rizal Fachrudin