Makalah Munasabah (Ulumul Qur'an)
Salah satu contoh Makalah Munasabah pada Mata Kuliah Ulumul Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasulullah Muhammad SAW merupakan Nabi terakhir yang di turunkan
kepada umat manusia untuk menyempurnakan ajaran tauhid dengan di turunkannya
wahyu yakni Al-Qur’an. Dan didalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang sedmikian
luasnya, yang apabila ditelaah dan dipelajari, akan memberikan penerangan serta
membimbing manusia menuju jalan yang lurus. Akan tetapi wlaupun demikian
Al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia
dunia ilmu pengetahuan. Misi dalam Al-Qur’an adalah berdakwah untuk mengajak
seluruh manusia menuju jalan yang lurus yang terbaik dan Al-Qur’an pun enggan
memilah-milah pesan-pesannya, agar terdapat suatu kesan bahwa satu pesan lebih
penting dari pesan yang lain. Dan Allah SWT yang menurunkan Al-Qur’an dan
menghendakinya agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh.
Sedangkan tujuan Al-Qur’an dengan memilih sistematika yang
seakan-akan tanpa keteraturan, adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran
yang ada di dalam Al-Qur’an adalah satu kesatuan yang terpadu yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Dan bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan
menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya
terlihat kacau, berubah menjadi kesan yang terangkai indah, bagai kalung
mutiara yang tidak diketahui dimana ujung dimana pangkalnya.
Berawal dari pernyataan diatas, banyak ulama yang mencoba memecah
kebuntuan permasalahan yang berkenaan dengan keterkaitan ayat dan surat dalam
Al-Qur’an. Abu bakr al-Nasyburi (w. 234 H) Kemudian dikenal sebagai pelopor
pengenalan hubungan keterkaitan isi dalam Al-Qur’an, yang bermula dari
pernyataannya setiap kali ia dibacakan Al-Qur’an, “Mengapa ayat ini diletakkan
disamping ayat ini, dan apa rahasia diletakkan surat ini disamping surat ini?”
Adapun pengistilahan yang digunakan dalam hal tersebut adalah munasabah,
yang secara bahasa diartikan sebagai kecocokan, kepatutan, kesesuaian, dan
kedekatan. Sedangkan dalam pengertian secara istilah, terdapat beberapa macam
pendapat dari para ulama, antara lain, Manna Khalil al-Qattan, bahwa segi-segi hubungan
antara satu kata dengan kata yang lain dalam dalam satu ayat, antar satu ayat
dengan ayat yang lain. Sedangkan Hasbi al-Shiddiqie memandang bahwa munasabah
hanya terbatas pada hubungan hubungan antar ayat. Dan al-Baghawi menyamakan
munasabah dengan ta’wil. Serta Badruddin al-Zakarsyi dan al-Suyuthiy
mengemukakan bahwa, munasabah mencakup hubungan antar ayat dan antar surat.
Munasabah merupakan keterkaitan antar surat atau pun antar ayat
dalam Alquran. Menurut Chaitrin keterkaitan tersebut sebagian besar dari
hubungan sebab akibat atau hubungan pertentangan.
B.
Tujuan makalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian penjelasan dari Munasabah
2.
Untuk mengetahui klasifikasi Munasabah dalam Al-Qur’an
3.
Untuk mengetahui manfaat pembelajaran Munasabah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MUNASABAH
Pengertian munasabah dapat difahami dari dua sudut tinjauan ,yakni
secara bahasa dan istilah. Zakarshi memberikan pengertian dari sudut bahasa,
bahwa:
المناسبة فى اللغة المقاربة
(Al
munasahabah dalam bahasa artinya berarti kedekatan)
Dalam
kontek ini hampir dapat dipastikan bahwa ayat dalam alquran memiliki hubungan
yang erat. Untuk menggambarkan lebih jauh lagi tentang munasabah maka dapat
dilihat pengertiannya berdasarkan istilah, yakni:
“Al-munasabah
adalah adanya bentuk ikatan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam
satu surat, antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam surat yang berlainan,
atau antara satu surat dengan surat yang lain.
Dalam
hal tersebut bukan saja pertalian yang bersifat kesesuian saja, namun memiliki
banyak bentuk persesuain, antara lain seperti disebutkan Suyuthi bahwa
keterkaitan tersebut seperti berikut :
“Macam
– macam bentuk keterkaiatan nya adalah antara lain berbentuk seperti sabab dan
musababnya, persesuaian dan pertentangan.
Namun
menurut Chirzin bahwa bentuk kesesuain tersebut lebih didominasi oleh kaitan
yang berkisar sekitar sebab akibat dan pertentangan, karena jika ayat itu tidak
saling bertemu maka tentu berhadapan sebagai lawan.
B.
PEMBAGIAN MUNASABAH
Berdasarkan pengertian diatas, maka munasabah diklasifikasikan
sebagai berikut :
1.
Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surat
Munasabah
ayat dengan dengan ayat, terdapat dua pokok persoalan yang mendasar, pertama
antara ayat dengan ayat kelihatan jelas, hal ini dapat terlihat dari ayat yang
diperantarai dengan huruf athaf, seperti ungkapan Zarkashi[8], mengutip firman
Allah swt : Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar
daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. dan
Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (Q.S. Saba ‘ (34) : 2). Huruf
athaf pada ayat tersebut menunjukkan keserasian tersebut termasuk bentuk
kesesuaian.
Kemudian
ada lagi korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya tidak terlihat
jelas, menurut zakarshi membutuhkan satu alat untuk menjadi bukti tentang
keterikatnnya berupa keterkaitan dari sudut ma`nawi. Dan kalau diteliti lebih
jauh lagi maka tersirat bahwa hubungan secara ma`nawi dikatakorikan lagi tiga
jenis, yakni takzir (hubungan perbadingan), mudhabah (hubungan pertetangan) dan
Istidrat(hubungan yang mencerminkan adanya kaiatan antara suatu persoalan
dengan persoalan lainnya
2.
Munasabah antara satu surat dengan surat yang lainnya
Didalam
alquran tidak saja terjadi munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya saja,
namun antara satu surat dengan surat lainnya juga terjadi munasabah. Munasabah
yang terjadi bisa saja sifatnya berkesusasian, bertentangan dan sebab akibat.
3. Munasabah
antara awal ayat dengan akhir ayat dalam satu surat
Disamping
dua kategori munasabah diatas, maka lebih lanjut dinyatakan bahwa munasabah
juga terjadi antara awal dan akhir ayat pada satu surat. Konsekuensinya adalah
Al-Qur’an memiliki keunikan terdiri jika di
C.
MUNASABAH DALAM AL-QUR’AN
Membicarakan masalah munasabah dalam al-Qur’an, sangat berkaitan
erat dengan sistem penertiban ayat dan surat dalam al-Qur’an. Dalam hal ini
Manna’ Khalil al-Qattan menyatakan bahwa “Qur’an terdiri atas surat-surat dan
ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam
Allah yang terdapat dalam sebuah surat dalam al-Qur’an, dan surat adalah
sejumlah ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Tertib dan
urutan ayat-ayat al-Qur’an adalah taufiqi, ketentuan dari Rasulullah saw dan
atas perintahnya”. Hal tersebut merupakan asumsi dari sebuah riwayat, dari
Usman bin Abil ‘As berkata :
كنت جالسا عند رسول الله صلى الله عليه و سلم إذ شخص ببصره ثم صوبه،
ثم قال : أتاني جبريل فأمرني أن أضع هذه الآية هذا الموضع من هذه السورة. (إن الله
يأمر بالعدل و الإحسان و إيتاء ذي القربى. ـ النحل : 90) الخ.
Aku
tengah duduk di samping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu
kembali seperti semula. Kemudian katanya, “Jibril telah datang kepadaku dan
memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat dari surah ini :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta
memberi kepada kerabat, …(an-Nahl : 90) dan seterusnya.
Usman
berhenti ketika mengumpulkan Qur’an pada tempat setiap ayat dari sebuah surah
dalam al-Qur’an, dan sekalipun ayat tersebut telah mansukh hukumnya, tanpa
mengubahnya. Ini menunjukkan bahwa penulisan ayat dengan tertibnya adalah
taufiqi.
Dengan
demikian, tertib ayat-ayat Qur’an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar
saat ini adala taufiqi, tanpa diragukan lagi. As-Suyuthi menyebutkan
hadits-hadits berkenaan dengan surat tertentu mengemukakan : “Pembacaan
surat-surat yang dilakukan nabi di hadapan para sahabat itu menunjukkan bahwa
tertib atau susunan ayat-ayatnya adalah taufiqi. Sebab, para sahabat tidak akan
menyusunnya dengan tertib yang berbeda dengan yang mereka dengar dari bacaan
Nabi. Maka sampailah tertib ayat seperti demikian kepada tingkat mutawatir.”bandikan
dengan kitab-kitab sebelumnya.
D.
MACAM-MACAM MUNASABAH
Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Pertama, zhahirul irtibath, yang artinya munasabah ini terjadi karena bagian
al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan
kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan
sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir,
penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain.
Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.
Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang
menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh keterangan
tentang diturunkannya Taurat kepada Nabi Musa as. Dari kedua ayat tersebut
nampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan tentang diutusnya nabi dan
rasul.
Dan
kedua, khafiyul irtibath, artinya munasabah ini terjadi karena antara
bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri,
baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu
bertentangan dengan yang lain.[16] Hal tersebut tampak dalam 2 model,[17]
yakni, hubungan yang ditandai dengan huruf ‘athaf, sebagai contoh, terdapat
dalam surat al-Ghosyiyah ayat 17-20 :
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى
الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan. Dan langit,
bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Dan bumi,
bagaimana dihamparkan.
Jika
diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang
lain, padahal hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata
unta, langit, gunung, dan bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan
kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir,
di mana kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak (unta), namun keadaan
tersebut tak kan bisa berlangsung kecuali dengan adanya air yang diturunkan
dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan
mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh,
serta mencari rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di atas hamparan
bum yang luas.
Sedangkan
model yang kedua, adalah tanpa adanya huruf ‘athaf, sehingga membutuhkan
penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara maknawi.
Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis : Tanzhir atau hubungan mencerminkan
perbandingan, Mudhaddah atau hubungan yang mencerminkan pertentangan, Istithrad
atau hubungan yang mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain.
1) Kolerasi antara Ayat dengan Ayat dan Surah dengan Surah
Seperti halnya pengetahuan tentang asbabun nuzul yang mempunyai
pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah
atau korelasi antara ayat dengan ayat dan surah dengan surah juga membantu
dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat. Oleh sebab itu
sebagian ulama mengkhususkan diri untuk menulis buku mengenai pembahasan ini.
Munasabah (korelasi)
dalam pengertian bahasa berarti kedekatan. Dikatakan, “si anu munasabah dengan
si fulan” berarti ia mendekati dan menyerupai si fulan itu. Dan di antara
pengertian ini ialah munasabah ‘illat hukum dalam bab kias, yakni sifat yang
berdekata dengan hukum.
Yang dimaksud dengan munasabah disini ialah segi-segi hubungan
antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat
dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau antara satu surah dengan surah yang
lain. Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat, dalam memahami
keserasian antar makna, mukjizat Qur’an secara retorik, kejelasan
keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya.
“Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapih serta dijelaskan
secara terinci, diturunkan dari sisi Allah yang Mahabijaksana dan Mahatau,” (Hud [11:1).
Az-zarkasyi menyebutkan: “Manfaatnya ialah menjadikan sebagian
pembicara berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat
bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan:
Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang lain sehingga
semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknya serasi dan susunannya teratur
merupakan ilmu yang besar.”
Pengetahuan mengenai kolerasi dan hubungan antar ayat-ayat itu
bukanlah hal taufiqi (tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul);
tetapi didasarkan pada ijtihad seorang mufasir dan tingkat penghayatannya
terhadap kemukjizatan Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang
mandiri. Apabila kolerasi itu halus maknanya, harmonis konteknya dan sesuai
dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka kolerasi tersebut
dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus
mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’anul Karim turun secara
bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir
terkadang dapat menemukan hubungan antara ayat-ayat dan tekadang pula tidak.
Oleh sebab itu, ia tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu,
sebab kalau memaksakannya juga maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat dan hal
ini tidak disukai.
Setiap ayat mempunyai aspek huungan dengan ayat sebelumnya dalam
arti hubungan yang menyatukan, seperti perbandingan atau perimbangan antar
sifat orang mukmin dengan sifat orang musyrik, antara ancaman dengan janji
untuk mereka, penyebutan ayat-ayat rahmat sesudah ayat-ayat azab, ayat-ayat
berisi anjuran sesudah ayat-ayat ancaman, ayat-ayat tauhid dan kemahasucian
Tuhan sesudah ayat-ayat tentang alam.
Terkadang munasabah itu terletak pada perhatiannya terhadap keadaan
lawan bicara, seperti firman Allah;
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia
diciptakan dan langit bagaimana ia ditinggikan dan gunung-gunung, bagaimana ia
ditegakkan dan bumi bagaimana di hamparkan?” (Al-Gasiyah [88]: 17:20
E.
CONTOH MUNASABAH
Munasabah antar nama Surat:
Contoh:
Surat Muhammad atau Al-Qital ayat 47 artinya perang dan Al-Fath ayat 48 artinya
kemenangan.
Munasabah antara awal Surat
dengan akhir Surat:
Contoh:
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah dimulai dengan kitb suci Al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi orang yang beriman, dan beriman terhadap kiitab terdahulu dan pada akhir
surat membahas tentang keimanan Rasulullah beserta kaum mukminin terhadap
kitab-kitab terdahulu.
Munasabah antar akhir surat
dengan awal surat berikutnya.
Contoh:
Bagian akhir surat Al-Fatihah menerangkan tentang doa-doa orang yang beriman,
agar Allah melimpahkan hidayah kepada mereka (jalan yang lurus) dengan awal
surat Al-Baqarah: Inilah kitab Al-Qur’an yang tidak ada keraguan sama sekali
apa yang ada didalamnya, dan sekaligus merupakan petunjuk (hidayah) bagi orang
yang bertaqwa
Munasabah antar surat secara umum
dengan surat berikutnya.
Contoh:
Antara surat Al-fatihah dengan surat Al-Baqarah. Surat Al-Fatihah meliputi
pokok-pokok ajaran, sedangkan perinciannya terdapat dalam surat Al-Baqarah
F.
MANFAAT MUNASABAH AL-QUR’AN
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap
bahwasanya tema-tema Al-Qur’an kehilangan revelansinya antar satu bagian dengan
bagian lain
2. Mengetahui persambungan ataupun
hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antar ayat-ayat, kalimat-kalimat, maupun
surat-suratnya satu sama lain, menjadikan yang dengannya bantuan ilmu munasabah
ini, orang akan mempunyai pengetahuan dan pengenalan yang mendalam terhadap
kitab Al-Qur’an, serta memperkuat keyakinan atas kewahyuan dan kemukjizatan
3. Dapat diketahui tingkat dan
kualitas kebalaghahan bahasa Al-Qur’an dan hubungan kontekstual antar kalimat
yang satu dengan kalimat yang lain-lainnya.
4. Dapat membantu dalam proses
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an sesudah mengetahui hubungan suatu kalimat
ataupun ayat yang dengannya kalimat atau ayat yang lainnya. Baca pun keutamaan
membaca Al-Qur’an menurut Al-Ghazali
BAB III
PENUTUP
Ilmu munasabah yang merupakan hal baru dalam cabang ulumul qur’an,
telah mendapatkan perhatian khusus dikalangan para Ulama. Sebab dengan ilmu ini
akan dapat diusahakan sebagai ilmu pencarian korelasi dan hubungan baikantar
kata, ayat, maupun surat dalam Al-Qur’an. Hal ini bertujuan agar lebih bisa
memahami Al-Qur’an tersebut secara utuh dan menyeluruh terutama dalam
penafsirannya.
Konsep ilmu munasabah, memberikan nilai khusus bagi pendidikan.
Terutama pada segi pelaksaan pendidikan mulai dari kurikulum, materi ajar, dan
proses pembelajaran sampai pada evaluasi, yang harus mempunyai keterkaitan dan
kesesuaian antar unsur yang satu terhadap unsur yang lain.
DAFTAR RUSTAKA
1.
Manna’ Khalil al-Qattan, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, tej.
MudzakirAS., (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,2001), hlm, 1.
2.
M. Qraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, cet.XIV, (Bandung: Mizan,
2004), hlm, 242.
3.
Ibid, hlm. 50.
4.
Muhammad chirzin, A;-Qur’an dan Ulumul Qur’an,cet.II (Yogyakarta:
Pt Dana Bhakti Prima Yasa,2003), hlm, 41.
5.
Ibid, hlm. 50.
6.
Muhammad chirzin, hlm. 50. Lihat juga, Usman, Ulumul Qur’an,
(Yogyakarta: Teras,2009), hlm. 162.
7.
Muhammad Amin Suma, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an 3 (Jakarta: Pustaka
Firdaus,2004), 143-144
8.
Rosihan Anwar, pengantar Ulumul Qur’an (Bandung; Pustaka Setia,2009),136.
9.
Hermin Agustina,
10.
Syadali, Ahmad dan Rafi’l, Ahmad. 1997. Ulumul Qur’an. Bandung:
Pustaka Setia
Makalah ini disusun oleh :
- - Alfi Rahma
- -Siti Aminah
- -Tian Sopyan Abdullah