Rangkuman Mata Kuliah Ilmu Dakwah
Materi Pengertian Da'i, Mad'u, Materi, Tujuan dan Media
ILMU DAKWAH
A.
Da’i
Secara harfiah kata da’i berasal dari
kata da’a, yad’u, da’watan yang
artinya panggilan, seruan atau ajakan. Maksudnya adalah orang (manusia) yang
mengajak dan menyeru manusia agar mengakui Allah Swt sebagai Tuhan, lalu
menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur-Nya
sebagaimana tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian target dakwah
adalah mewujudkan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Firman
Allah ta’alla :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali 'Imran
104).
Ma'ruf
ialah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan munkar
ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Da’i dalam makna
istilah adalah pelaku kegiatan dakwah Al-Quran. Yaitu orang yang menggemakan
ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran untuk hidup dengan
Al-Quran. Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk
jamaknya adalah Qadhuun. Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at
kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Al-Bayanuni menyimpulkan dari
sekian banyak definisi dakwah, bahwa dakwah adalah kegiatan menyampaikan Islam
kepada manusia, mengajarkan mereka dan mengaktualisasi dalam kehidupan. Pengertian
tersebut dapat disimpulkan, bahwa Dakwah ialah menyampaikan Islam kepada umat
manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap
kondisi atau dengan kata lain dakwah ialah segala aktifitas kebajikan yang
sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam rangka membawa manusia kepada
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
Ada pendapat yang mengklasifikan da’i
kedalam beberapa tingkatan atau hierarki. Dilihat dari urutan penyampai wahyu,
tentu saja Allah sebagai pemilik wahyu itu sendiri menempati urutan pertama.
Dengan kata lain, dalam konteks dakwah, Allah adalah da’i yang pertama. Da’i
berikutnya, yang kedua, adalah Malaikat. Selanjutnya, da’i yang ketiga, adalah
Nabi. Setelah dakwah Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang
diberi amanah untuk menjalankan proyek dakwah Al-Quran di bumi, dan Allah terus
mengendalikannya melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan
mengikuti kebutuhan pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi
dalam proses da’wah dari hari ke hari.
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat
penting, maka secara hukum adalah kewajiban yang harus diemban oleh setiap
muslim. Ada banyak dalil yang menunjukkan kewajibannya, di antaranya:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”(QS. An-Nahl: 125).
Pada
ayat yang lain Allah Swt berfirman:
...كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110 )
Dalam
bahasa yang lain, Rasulullah mengatakan:
“Simaklah! Akan kuberitahu kalian tentang
manusia terbaik dan manusia terburuk. Sebenarnya manusia yang terbaik adalah
seorang lelaki yang bekerja demi menegakkan ajaran Allah baik di atas punggung
kudanya, atau di atas punggung untanya, atau di atas kakinya (tanpa kendaraan),
sampai maut datang padanya. Sedangkan manusia yang terburuk adalah seorang
lelaki lancang, yang membaca Kitabullah (tapi) ia tidak pernah merujuk (ayat)
apa pun darinya.” (Hadits riwayat Ahmad)
Dalam
bahasa yang lain lagi, dinyatakan dalam sebuah Hadits:
“Abu Sa’id Al-Khudri r.a. menuturkan, “Aku
pernah mendengar Rasulullah mengatakan: Siapa pun di antara kalian yang melihat
kemunkaran, maka dia (harus) mengubahnya (memperbaikinya) dengan (menggunakan)
tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lidahnya. Bila tidak mampu, maka
dengan pikirannya. Tapi (yang terakhir) itu adalah (pembuktian) iman yang
paling lemah.” (Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Pelaksanaan proses dakwah ke luar diri
(mengajar) tidak boleh ditunda-tunda, karena hal itu sebenarnya merupakan
sebuah kiat untuk memacu semangat berdakwah ke dalam diri sendiri (mempelajari
Al-Qur’an). Tapi, hal itu rupanya pernah ‘diprotes’ oleh para pengikut
Rasulullah di masa lampau. Dalam sebuah Hadits digambarkan:
“Anas r.a. menceritakan: Kami berkata (kepada
Rasulullah), “Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang berbuat baik,
sebelum kami sendiri melaksanakan perintah (untuk berbuat baik) seluruhnya.
Kami juga tidak akan melarang orang berbuat munkar, sebelum kami sendiri
menjauhi kemunkaran seluruhnya.” Maka Rasulullah menjawab, “Jangan begitu!
Suruhlah orang berbuat baik, walaupun kalian sendiri belum melakukan (perintah
Allah untuk berbuat baik) seluruhnya; dan laranglah orang melakukan kemunkaran,
walaupun kalian sendiri belum meninggalkan kemunkaran seluruhnya.” (Hadits
riwayat Thabrani)
Hadits
ini menggambarkan bahwa keadaan seseorang yang belum sempurna sebagai seorang
mu’min tidak harus menjadi penghambat baginya untuk menjalankan proses dakwah.
Seorang da’i harus menjadi teladan dalam
masyarakat. Tapi keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan yang manusiawi,
bukan keteladanan malaikat. Artinya, seorang da’i bukanlah manusia yang begitu
lahir lantas menjadi mu’min sempurna. Ia hanya seorang manusia biasa, yang ada
kalanya terlahir di tengah lingkungan buruk, sehingga ia pun terpengaruh
menjadi manusia yang buruk pula. Tapi justru di situlah letak keistimewannya.
Ia yang lahir di lingkungan buruk, dan terpengaruh menjadi buruk, ketika datang
orang yang menawarkan ajaran Allah ternyata ia mau menerima, dan selanjutnya
aktif pula berdakwah.
Kesuksesan dakwah seorang da’i berasal
dari khuluqiyyah (kepribadian) sang da’i itu sendiri. Pada dasarnya kepribadian
seorang dai tercermin dari pesan-pesan dakwah yang dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Jika dalam dakwahnya ia berpesan agar menegakkan shalat, maka
shalat itu memang sudah dilakukannya, kalau ia menganjurkan berinfaq, maka
alangkah bijaksananya apabila hal tersebut sudah ia laksanakan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah
kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.”
An
Nawawi rahimahullah berkata: “ia
menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.”
Berdakwah
kepada agama Allah Azza wa Jalla termasuk ketaatan yang paling tinggi dan
ibadah yang paling agung, ia membutuhkan dari seluruhnya cara-cara yang
bermacam-macam, keikhlashan, kesungguhan, kesabaran untuk menyampaikan agama
ini, mempertahankan dan memperjuangkannya dari kehancuran.
Ibnul
Qayyim berkata: “Berdakwah ke jalan Allah
Ta’ala adalah tugasnya para rasul dan para pengikutnya.”
Yang
berdakwah di jalan Allah, diantaranya:
1) Mengikuti para nabi dan mencontoh mereka.
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS.Yusuf
: 108)
2) Bergegas untuk mendapatkan kebaikan dan
kemauan di dalam mendapatkan pahala.
“Siapakah yang
lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
Asy Syaukani
berkata: “Tidak ada yang lebih baik
darinya dan yang lebih jelas dari jalannya dan tidak ada yang lebih banyak
pahalanya dibanding amalannya.”
3) Berusaha untuk mendapatkan pahala-pahala
yang besar kebaikan-kebaikan yang banyak dengan hanya perbuatan yang sedikit.
Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira dengan sabdanya:
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah
kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.”(HR. Muslim)
4) Taufik dan pendekatan kepada kebenaran:
bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah.
Allah Ta’ala
berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.”
Al Baghawi
berkata: “Orang-orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik untuk
memperjuangkan agama kiat”.
5) Berdakwah kepada agama Allah termasuk
dari sebab-sebab yang mendatangkan kemenangan melawan musuh-musuh.
Allah Ta’ala
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.”
6) Dengan berdakwah kepada agama Allah maka
akan didapatkan kedudukan-kedudukan yang tinggi.
Syaikh
Abdurrahman As Sa’dy rahimahullah berkata: “Dan
kedudukan ini yaitu kedudukan berdakwah adalah kesempurnaan yang bagi
orang-orang shiddiq, yang telah menyempurnakan akan diri mereka dan selain
mereka, dan mereka akan mendapatkan warisan yang sempurna dari para rasul”.
7) Dari buah hasil berdakwah adalah
shalawat Allah, para malaikat-Nya dan penduduk langit dan bumi atas pengajar
manusia kebaikan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
Allah, para malaikat-Nya dan penghuni bumi dan langit sampai semut yang berada
di lubangnya dan bahkan sampai ikan benar-benar bershalwat atas pengajar
manusia kebaikan.”(HR.Tirmidzi)
8) Berdakwah kepada agama Allah mengangkat
derajat di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluk yang paling mulia di sisi Allah adalah
pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang
rasul bergitu pula dari jin”.
9) Termasuk buah hasil berdakwah adalah
terus mengalirnya pahala si pendakwah setelah wafatnya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang mensunnahkan sunnah yang baik maka baginya pahala amalan tersebut selama
dikerjakan di dalam kehidupannya dan setelah wafatnya sampai ditinggalkan.”(Hadits
riwayat Ath Thabarani)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika
seorang anak keturunan Adam meninggal maka terputus amalnya kecuali dati tiga
perkara…”, dan salah satu diantaranya adalah: “Ilmu yang bermanfa’at.”
10) Doa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam agar mendapatkan rahmat bagi siapa yang menyampaikan sabda beliau.
“Allah merahmati seseorang yang telah
mendengar dariku sebuah hadits lalu ia menghafalnya kemudian ia sampaikan
kepada orang lain.”(Hadits riwayat Ahmad)
11) Allah akan menghapus dosa-dosanya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa
kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan, dan Kami akan jauhkan
dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar". ( Al-Anfaal : 29)
Maksunya adalah petunjuk
yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan
disini sebagai pertolongan.
Firman Allah
ta’alla :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".
(QS. Ali-'Imran 104)
Dakwah merupakan denyut nadi Islam
karena dengan dakwah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan
tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dakwah
sebagai mediator taqarrub kepada Allah, karena menjalankan dakwah berarti
menjalankan perintah Allah dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya. Lebih dari itu
dakwah merupakan jejak langkah para nabi dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran
dan kebajikan kepada manusia.
B.
Mad’u
Objek Dakwah (mad’u) adalah sasaran
dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga,
kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak, dengan kata lain manusia
secara keseluruhan.
Sejalan
dengan firman Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus
kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira
dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
(QS. Saba’:28)
Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan,
bahwa objek dakwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat
dakwah adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah adalah mereka
yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam,
dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama Islam, sedangkan
bagi orang-orang yang telah beragana Islam dakwah bertujuan meningkatkan
kualitas Iman, Islam dan Ihsan. Hal yang sama juga dikemukakan Muhammad abu
Al-Fatl al Bayanuni, beliau megemukakan bahwa umat ijabah dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu: Sabiqun bi al-khaerat (orang yang saleh dan bertaqwa),
Dzalimun linafsih (orang fasih dan ahli maksiat), Muqtashid (mad’u yang labil
keimanannya). Sedangkan umat dakwah dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
Ateisme, Musyrikun, ahli kitab, dan munafiqun.
Salah satu tanda kebesaran Allah di alam
ini adalah keragaman makhluk yang bernama manusia, Allah SWT. berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujurat:13)
Dalam
ayat lain Allah berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang mengetahui.”
Ayat
ini menjelaskn kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa, warna
kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan
seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya
menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok yang berbeda. Mengenal
tipologi manusia adalah salah satu faktor penentu suksesnya tugas dakwah, dan
merupakan salah satu fenomena alamyang hanya bisa ditangkap oleh orang alim.
Salah satu makna hikmah dalam berdakwah
adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Di
saat terjun ke sebuah komunitas atau melakukan kontak dengan seorang mad’u,
da’i yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas
atau pribadi yang bersangkutan. Berikut ini beberapa landasan normatif tentang
pola komunikasi dan interaksidengan beragam manusia :
Allah
berfirman : “Dan di atas tiap orang-orang
yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”
Hasan
al Bashri berkata: “Tidak ada seorang
alim pun kecuali di atasnya orang alim lagi sampai berakhir kepada Allah.”
Ayat ini memberikan informasi kepada kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia
bertingkat. Informasi ini sekaligus isyarat kepada kita bagaimana membangun
komunikasi dengan level manusia tersebut.
Ali
bin Abi Thalib berkata: “Berbicaralah
dengan orang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah engkau suka Allah
dan Rasul-Nya didustakan?”
Ali
sangat memahami karakter manusia, dakwah yang dilakukan tanpa memandang strata
mad’u bisa berakibat fatal, ayat Allah dan sabda Rasul bisa menjadi bahan olok-olokkan
orang yang tidak paham.
Dari
Aisyah ra., beliau berkata : “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk
menempatkan manusia sesuai dengan kedudukannya.”
Ketika
mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW. membekali beliau dengan
ilmu dakwah. Rasulullah SAW. bersabda :
“Rasulullah berkata kepada Mu’adz bin Jabal
sebelum beliau melepasnya ke Yaman :”sesungguhnya engkau akan mendatangi negeri
yang penduduknya Ahli Kitab. Jika kamu telah sampai ke sana, dakwahilah mereka
untuk mengikrarkan kalimat syahadat. Jika mereka merespon dakwahmu, maka
sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu
sehari semalam. Jika mereka menaati perintah ini, sampaikan kepada mereka bahwa
Allah mewajibkan kepada merekazakat yang diambil dari orang kaya untuk
didistribusikan kepada orang miskin di antara mereka. Jika mereka menaati
perintah ini, maka berhati-hatilah dengan harta-harta berharga mereka, dan
berhati-hatilah dengan doa orang yang terzalimi, karena doa mereka tidak
terhijab untuk sampai kepada Allah.”
Rasulullah
membekali Mu’adz dengan informasi mad’u yang akan dihadapi Mu’adz dan apa yang
harus disampaikan, dan bagaimana langkah setelah mereka merespon ajakan pertama
atau menolak.
Rasulullah
SAW berkata kepada Aisyah :
“Wahai Aisyah, andaikan bukan karena kaummu
baru masuk Islam, pasti aku akan merombak ka’bah, dan aku jadikan dua pintu,
pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar.”
Dalam
menjelaskan hadist ini, Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata : “Orang Quraisy sangat mengagungkan Ka’bah. Rasulullah SAW berencana
untuk merubah bangunannya, tetapi beliau khawatir disangka macam-macam oleh
penduduk Quraisy yang baru masuk Islam, akhirnya beliau mengurumgkan
rencananya. Inilah beberapa contoh aplikatif Rasulullah SAW melaksanakan perintah
Allah agar berdakwah dengan hikmah.”
C.
Materi
Materi (maddah) dakwah adalah isi pesan
atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Sumber utamanya adalah
al-Qur’an dan al-Hadits yang meliputi aqidah, syari’ah, muamalah, dan akhlaq
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.
Materi yang disampaikan oleh seorang
da’i harus cocok dengan bidang keahliannya, juga harus cocok dengan metode dan
media serta objek dakwahnya. Dalam hal ini, yang menjadi maddah (materi) dakwah
adalah ajaran Islam itu sendiri. Materi dakwah yang harus disampaikaan
tercantum dalam penggalan ayat
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ...
“Saling
menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.”(QS.
Al-‘Asr : 5)
Secara umum, materi dakwah
diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu :
1) Masalah Aqidah (keimanan)
Aspek aqidah
adalah yang akan membentuk moral (akhlak) manusia. Oleh karena itu, yang
pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah aqidah atau
keimanan.
Ciri-ciri yang
membedakan aqidah dengan kepercayaan agama lain, yaitu:
a) Keterbukaan melalui persaksian
(syahadat).
b) Cakrawala pandangan yang luas dengan
memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam.
c) Ketahanan antara iman dan Islam atau
antara iman dan amal perbuatan.
“Iman ialah
engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rsul-rasul-Nya, Hari Akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun
yang buruk.”(HR. Muslim). Maka orang yang memiliki iman yang benar (hakiki)
akan cenderung untuk berbuat baik dan akan menjauhi perbuatan jahat, karena
perbuatan jahat akan berkonsekuensi pada hal-hal yang buruk. Iman inilah yang
berkaitan dengan dakwah Islam dimana amar ma’ruf nahi mungkar dikembangkan yang
kemudian menjadi tujuan utama dari suatu proses dakwah.
2) Masalah Syari’ah
Hukum atau
syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika
ia tumbuh matang dan sempurna maka peradaban mencerminkan dirinya dalam
hukum-hukumnya. Materi dakwah yang bersifat syari’ah ini sangat luas dan
mengikat seluruh umat Islam. Dalam sebuah hadits “Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah, tidak
mempersekutukan Allah, mengerjakan shalat, membayar zakat, puasa ramadhan dan
menunaikan haji.”(HR. Bukhari dan Muslim). Disamping mengandung dan
mencakup kemaslahatan sosial dan moral, materi dakwah ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran yang benar dan kejadian secara cermat terhadap hujjah atau
dalil-dalil dalam melihat persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok
kedalam kejelekan, karena yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan.
3) Masalah Muamalah
Islam merupakan
agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar porsinya daripada urusan
ibadah. Ibadah dalam muamalah disini diartikan sebagai ibadah yang mencakup
hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Statement ini
dapat dipahami dengan alasan:
a) Dalam al-Qur’an dan al-Hadits mencakup
proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan muamalah.
b) Ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat
perorangan.
c) Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapatkan ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.
4) Masalah Akhlaq
Secara
etimologis, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang
berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan secara
terminologi, pembahasan akhlaq berkaitan dengan masalah tabi’at atau kondisi
temperature batin yang mempengaruhi perilaku manusia. Berdasarkan pengertian
ini, maka ajaran akhlaq dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan
manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Islam mengajarkan
kepada manusia agar berbuat baik dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang menjadi sifat Allah
SWT, pasti dinilai baik oleh manusia sehingga harus dipraktikkan dalam perilaku
sehari-hari.
D.
Tujuan
Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia
muslim mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan
menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi
orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan
ukhrawi. Kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim, untuk
mencapai maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan
penuh
optimis melaksanakan dakwah. Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan
dakwah, sehingga segala kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti
dikemukakan di atas. Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia
tidak yakin dapat menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang
dakwah.
Sejarah perjuangan umat Islam dalam
menegakkan panji-panji Islam pada dasarnya seluruh golongan dalam Islam sepakat
memperjuangkan dan merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan umat
manusia. tetapi kenyataan menunjukkan hal yang berlawanan. Berubah kepada
pencapaian kekuasaan golongannya sendiri sehingga menimbulkan persaingan dan
pertentangan di antara golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat
adanya transaksi yang sering menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak
lain dirugikan. Inilah akibat yang ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami
hakikat perjuangan suci. Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu
diperjelas agar menjadi keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah
arah. Tujuan dakwah hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa
ajaran Islam dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat
manusia sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Berikut
adalah uraikan tentang tujuan dakwah :
1) Mengajak umat manusia (meliputi orang
mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat
hidup sejahtera di dunia maupun di akhirat.
2) Mengajak umat Islam untuk selalu
meningkatkan taqwanya kepada Allah Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
3) Mendidik dan mengajar anak-anak agar
tidak menyimpang dari fitrahnya.
4) Menyelesaikan dan memecahkan
persoalan-persoalan yang gawat yang meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5) Menyelesaikan dan memecahkan
persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-waktu dalam masyarakat.
Adapun dalam sebuah ayat tentang tujuan dakwah,
dalam QS. Al Anfal: 24 ayat tersebut menerangkan bahwa yang menjadi maksud dari
dakwah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup
bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai
hidup yang dijalaninya. Serta mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju
terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah:
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
"Alif laam raa. Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu
untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan
izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji."(QS.
Ibrahim: 1)
Jadi inti dari tujuan yang ingin
dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah adalah keridhaan Allah SWT. dimana objek
dakwah tidak hanya terbatas kepada umat Islam saja, tetapi semua manusia bahkan
untuk semua alam. Dari sudut manapun dakwah itu diarahkan, maka intinya adalah amar ma`ruf nahyi munkar yang bertujuan
untuk merubah dari sesuatu yang negatif kepada yang positif, dari yang statis
kepada kedinamisan sebagai upaya merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat.
E.
Media
Kata media berasal dari bahasa latin,
median yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara etimologi berarti alat
perantara. Menurut Wilbur Schram mendefenisikan media sebagai teknologi
informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran. Secara khusus yang dimaksud
dengan media dakwah adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau
pengajaran, seperti buku, film, video, kaset, slide dan sebagainya. Menurut
Hamzah Ya’cub, media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang
menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi
dalam totalitet dakwah. Sementara itu, Wardi Bachtiar dalam Samsul Munir Amin
menjelaskan bahwa media dakwah merupakan perantara yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah kepada penerima materi dakwah. Media yang dimaksud
bisa jadi televisi, video, kaset, rekaman, majalah, dan surat kabar. Jadi, kesimpulannya
media dakwah adalah sarana atau alat untuk mempercepat ide-ide dakwah agar
dapat dipahami dan diterima oleh mad’u. Oleh karena itu, media dakwah perlu
menjadi perhatian para pelaksana dakwah. Kepiawaian juru dakwah dalam memilih
media dakwah yang tepat akan mempermudah penyampaian dakwah.
Bentuk-bentuk media dakwah ditinjau
secara tekstual/eksplisit, memang tidak ditemukan ayat atau hadits yang
membicarakan tentang media atau alat apa saja yang dapat digunakan untuk
menyampaikan dakwah, tetapi secara kontekstual/implisit banyak isyarat
al-Qur’an tentang masalah media ini. Hamzah Ya’cub mengelompokkan media dakwah
kepada lima macam yaitu sebagai berikut:
1) Lisan
Di antara media
lisan adalah khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar,
musyawarah dan lain-lain. Dalam al-Qur’an ditemui isyarat tentang media lisan
ini, antara lain Dalam Q.S. al-A’raf ayat 158.
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya
kamu mendapat petunjuk." Dalam surat Yusuf : 4
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“(Ingatlah),
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku."
Dan dalam surat
Al-Baqarah : 104
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah:
"Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang
kafir siksaan yang pedih.”
Dalam beberapa ayat
tersebut dinyatakan bahwa para Nabi telah menyampaikan dakwahnya pertama kali
dengan menggunakan media lisan secara langsung. Menurut Abdul Karim Zaidan
dalam Salmadanis, media lisan atau bahasa adalah media pokok dalam menyampaikan
dakwah Islam kepada orang lain. Di antara media lisan tersebut adalah khutbah,
nasehat, pidato, ceramah, kuliah diskusi, seminar, musyawarah dan lain
sebagainya.
2) Tulisan
Dakwah dengan
cara tulisan adalah dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan, seperti
buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis,
pamflet, pengumuman tertulis, spanduk dan lain-lain. Secara langsung memang
tidak ditemui dalam Al Quran anjuran menggunakan media tulisan sebagai alat
dakwah, tetapi secara tersirat dapat dipahami dari satu surat yangterdapat
dalam al-Quran, yaitu surat Al Qalam. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa
Allah SWT bersumpah dengan huruf nun, sebagai isyarat terpenting tentang peran
huruf, pena dan tulisan dalam pelaksaan dakwah islamiyah. Hal ini dapat lebih
dipahami dengan menelaah surat Al Qalam ayat 1.
ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
“Nun,
demi kalam dan apa yang mereka tulis”,
dan juga dapat lebih diperkuat dengan memahami surat Al Alaq: 1-5. Rasulullah
telah memberi contoh dengan memerintahkan menulis surat yang ditunjukkan kepada
kepala-kepala negara yang bukan Islam untuk menyeru mereka agar menerima Islam,
seperti surat Beliau kepada Kisra di Persia, Hercules Bizantium, Mauqaqis di
Mesir dan Negus di Ethiopia. Surat Rasulullah itu antara lain berbunyi, “Saya
mengajak tuan memperkenankan panggilan Allah, peluklah Islam supaya tuan
selamat”. Ini menunjukkan bahwa dakwah Rasulullah selain dilaksanakan dengan lisan
juga dengan tulisan (surat).
3) Lukisan
Media seperti
ini berupa gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film, cerita dan sebagainya.
Media ini memang banyak menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk
menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan kepada orang lain,
namun sulit ditemukan isyaratnya dalam Al-Qur’an.
4) Audio visual
Audio Visual
adalah suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan
pendengaran. Bentuk ini dilaksanakan dalam media televisi dan jenis media
lainya. Sama juga halnya dengan media nomor 3, tidak begitu jelas diungkapkan
dalam Al-Qur’an, barangkali karena Audio visual ini tidak ditemukan di masa
Nabi, dengan kata lain media ini adanya pada zaman modern seperti sekarang ini.
Menurut penulis, dakwah yang disampaikan melalui media televisi sangatlah efektif
dan mudah untuk masyarakat. Media televisi sangat efektif sebagai media dakwah karena
praktis, semua orang bisa menikmatinya, lain halnya dengan media dakwah melalui
media cetak yang dominan menikmatinya hanya golongan pelajar, orang-orang muda,
bagi orang yang lanjut usia maka agak sulit untuk menikmatinya secara optimal, ditambah
lagi semangat membaca masyarakat sangat kurang.
5) Akhlak
Akhlak di sini
ialah perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan media
dakwah dan sebagai alat untuk mencegah orang dari berbuat kemungkaran, atau
juga yang mendorong orang lain berbuat ma’ruf, seperti membangun masjid,
sekolah atau suatu perbuatan yang menunjang terlaksananya syari’at Islam di
tengah-tengah masyarakat. Dalam Al Quran masalah ini banyak disinggung antara
lain dalam QS. Al-A’raf : 199 yaitu sebagai berikut:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
Dalam QS. Luqman
: 17 yaitu sebagai berikut:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Dan QS. Al-Shaf :
2-3
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ.كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ayat-ayat di
atas mencerminkan akhlak yang mesti dimiliki oleh seseorang juru dakwah dalam
upaya meyakinkan orang lain kepada ajaran Islam. Mayoritas penganut Islam
mempunyai kecenderungan melihat kepada sosok figur. Bila figurnya tidak
mempunyai moral, para audiens akan meninggalkannya. Pada sisi lain, media
dakwah yang proposional dalam fenomena masyarakat adalah terletak pada sikap
dan prilaku para da’i. Figur Muhammad SAW bukan hanya terletak pada
keahliannya, akan tetapi akhlaknya yang dapat dijadikan panutan, ikutan bagi
umatnya.
6) Budaya
Di samping hal di atas
budaya juga dapat dijadikan sebagai media dakwah. Misalnya Aceh dengan kebudayaan
atau seninya. Dimana kita ketahui Aceh dengan kesenian tari seribu tangan yang
dimilikinya. Karena menurut sejarah orang Aceh, pada zaman dahulu, tari zaman
digunakan untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam kepada masyarakat.
Begitu juga dengan Minangkabau dengan budaya yang dimilikinya, semuanya bisa
dijadikan media untuk berdakwah, salah satunya rabab, bila kita perhatikan
bahwa dalam lantunan rabab selain berkisah tentang adat istiadat minangkabau
yang harus diikuti, juga terselip nasehat-nasehat agama yang harus kita
amalkan.