Rangkuman Mata Kuliah Ilmu Dakwah

Materi Pengertian Da'i, Mad'u, Materi, Tujuan dan Media


ILMU DAKWAH

A.    Da’i
Secara harfiah kata da’i berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yang artinya panggilan, seruan atau ajakan. Maksudnya adalah orang (manusia) yang mengajak dan menyeru manusia agar mengakui Allah Swt sebagai Tuhan, lalu menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur-Nya sebagaimana tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian target dakwah adalah mewujudkan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Firman Allah ta’alla :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali 'Imran 104).
Ma'ruf ialah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Da’i dalam makna istilah adalah pelaku kegiatan dakwah Al-Quran. Yaitu orang yang menggemakan ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran untuk hidup dengan Al-Quran. Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk jamaknya adalah Qadhuun. Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Al-Bayanuni menyimpulkan dari sekian banyak definisi dakwah, bahwa dakwah adalah kegiatan menyampaikan Islam kepada manusia, mengajarkan mereka dan mengaktualisasi dalam kehidupan. Pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa Dakwah ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap kondisi atau dengan kata lain dakwah ialah segala aktifitas kebajikan yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam rangka membawa manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
Ada pendapat yang mengklasifikan da’i kedalam beberapa tingkatan atau hierarki. Dilihat dari urutan penyampai wahyu, tentu saja Allah sebagai pemilik wahyu itu sendiri menempati urutan pertama. Dengan kata lain, dalam konteks dakwah, Allah adalah da’i yang pertama. Da’i berikutnya, yang kedua, adalah Malaikat. Selanjutnya, da’i yang ketiga, adalah Nabi. Setelah dakwah Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang diberi amanah untuk menjalankan proyek dakwah Al-Quran di bumi, dan Allah terus mengendalikannya melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan mengikuti kebutuhan pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi dalam proses da’wah dari hari ke hari.
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum adalah kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak dalil yang menunjukkan kewajibannya, di antaranya:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS. An-Nahl: 125).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
...كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ 
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110 )
Dalam bahasa yang lain, Rasulullah mengatakan:
Simaklah! Akan kuberitahu kalian tentang manusia terbaik dan manusia terburuk. Sebenarnya manusia yang terbaik adalah seorang lelaki yang bekerja demi menegakkan ajaran Allah baik di atas punggung kudanya, atau di atas punggung untanya, atau di atas kakinya (tanpa kendaraan), sampai maut datang padanya. Sedangkan manusia yang terburuk adalah seorang lelaki lancang, yang membaca Kitabullah (tapi) ia tidak pernah merujuk (ayat) apa pun darinya.” (Hadits riwayat Ahmad)
Dalam bahasa yang lain lagi, dinyatakan dalam sebuah Hadits:
Abu Sa’id Al-Khudri r.a. menuturkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan: Siapa pun di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka dia (harus) mengubahnya (memperbaikinya) dengan (menggunakan) tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lidahnya. Bila tidak mampu, maka dengan pikirannya. Tapi (yang terakhir) itu adalah (pembuktian) iman yang paling lemah.” (Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Pelaksanaan proses dakwah ke luar diri (mengajar) tidak boleh ditunda-tunda, karena hal itu sebenarnya merupakan sebuah kiat untuk memacu semangat berdakwah ke dalam diri sendiri (mempelajari Al-Qur’an). Tapi, hal itu rupanya pernah ‘diprotes’ oleh para pengikut Rasulullah di masa lampau. Dalam sebuah Hadits digambarkan:
Anas r.a. menceritakan: Kami berkata (kepada Rasulullah), “Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang berbuat baik, sebelum kami sendiri melaksanakan perintah (untuk berbuat baik) seluruhnya. Kami juga tidak akan melarang orang berbuat munkar, sebelum kami sendiri menjauhi kemunkaran seluruhnya.” Maka Rasulullah menjawab, “Jangan begitu! Suruhlah orang berbuat baik, walaupun kalian sendiri belum melakukan (perintah Allah untuk berbuat baik) seluruhnya; dan laranglah orang melakukan kemunkaran, walaupun kalian sendiri belum meninggalkan kemunkaran seluruhnya.” (Hadits riwayat Thabrani)
Hadits ini menggambarkan bahwa keadaan seseorang yang belum sempurna sebagai seorang mu’min tidak harus menjadi penghambat baginya untuk menjalankan proses dakwah.
Seorang da’i harus menjadi teladan dalam masyarakat. Tapi keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan yang manusiawi, bukan keteladanan malaikat. Artinya, seorang da’i bukanlah manusia yang begitu lahir lantas menjadi mu’min sempurna. Ia hanya seorang manusia biasa, yang ada kalanya terlahir di tengah lingkungan buruk, sehingga ia pun terpengaruh menjadi manusia yang buruk pula. Tapi justru di situlah letak keistimewannya. Ia yang lahir di lingkungan buruk, dan terpengaruh menjadi buruk, ketika datang orang yang menawarkan ajaran Allah ternyata ia mau menerima, dan selanjutnya aktif pula berdakwah.
Kesuksesan dakwah seorang da’i berasal dari khuluqiyyah (kepribadian) sang da’i itu sendiri. Pada dasarnya kepribadian seorang dai tercermin dari pesan-pesan dakwah yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam dakwahnya ia berpesan agar menegakkan shalat, maka shalat itu memang sudah dilakukannya, kalau ia menganjurkan berinfaq, maka alangkah bijaksananya apabila hal tersebut sudah ia laksanakan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.
An Nawawi rahimahullah berkata: “ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, isyarat dan tulisan.
Berdakwah kepada agama Allah Azza wa Jalla termasuk ketaatan yang paling tinggi dan ibadah yang paling agung, ia membutuhkan dari seluruhnya cara-cara yang bermacam-macam, keikhlashan, kesungguhan, kesabaran untuk menyampaikan agama ini, mempertahankan dan memperjuangkannya dari kehancuran.
Ibnul Qayyim berkata: “Berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah tugasnya para rasul dan para pengikutnya.
Yang berdakwah di jalan Allah, diantaranya:
1)      Mengikuti para nabi dan mencontoh mereka.
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS.Yusuf : 108)
2)      Bergegas untuk mendapatkan kebaikan dan kemauan di dalam mendapatkan pahala.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?
Asy Syaukani berkata: “Tidak ada yang lebih baik darinya dan yang lebih jelas dari jalannya dan tidak ada yang lebih banyak pahalanya dibanding amalannya.
3)      Berusaha untuk mendapatkan pahala-pahala yang besar kebaikan-kebaikan yang banyak dengan hanya perbuatan yang sedikit.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira dengan sabdanya:
Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.”(HR. Muslim)
4)      Taufik dan pendekatan kepada kebenaran: bahwasanya ia adalah buah yang sangat jelas dari dakwah.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Al Baghawi berkata: “Orang-orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik untuk memperjuangkan agama kiat”.
5)      Berdakwah kepada agama Allah termasuk dari sebab-sebab yang mendatangkan kemenangan melawan musuh-musuh.
Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
6)      Dengan berdakwah kepada agama Allah maka akan didapatkan kedudukan-kedudukan yang tinggi.
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy rahimahullah berkata: “Dan kedudukan ini yaitu kedudukan berdakwah adalah kesempurnaan yang bagi orang-orang shiddiq, yang telah menyempurnakan akan diri mereka dan selain mereka, dan mereka akan mendapatkan warisan yang sempurna dari para rasul”.
7)      Dari buah hasil berdakwah adalah shalawat Allah, para malaikat-Nya dan penduduk langit dan bumi atas pengajar manusia kebaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya dan penghuni bumi dan langit sampai semut yang berada di lubangnya dan bahkan sampai ikan benar-benar bershalwat atas pengajar manusia kebaikan.”(HR.Tirmidzi)
8)      Berdakwah kepada agama Allah mengangkat derajat di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya pangkat makhluk yang paling mulia di sisi Allah adalah pangkat kerasulan dan kenabian, karenanya Allah mengutus dari manusia seorang rasul bergitu pula dari jin”.
9)      Termasuk buah hasil berdakwah adalah terus mengalirnya pahala si pendakwah setelah wafatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mensunnahkan sunnah yang baik maka baginya pahala amalan tersebut selama dikerjakan di dalam kehidupannya dan setelah wafatnya sampai ditinggalkan.”(Hadits riwayat Ath Thabarani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang anak keturunan Adam meninggal maka terputus amalnya kecuali dati tiga perkara…”, dan salah satu diantaranya adalah: “Ilmu yang bermanfa’at.”
10)  Doa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar mendapatkan rahmat bagi siapa yang menyampaikan sabda beliau.
Allah merahmati seseorang yang telah mendengar dariku sebuah hadits lalu ia menghafalnya kemudian ia sampaikan kepada orang lain.”(Hadits riwayat Ahmad)
11)  Allah akan menghapus dosa-dosanya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan, dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". ( Al-Anfaal : 29)
Maksunya adalah petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan disini sebagai pertolongan.
Firman Allah ta’alla : 
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali-'Imran 104)
Dakwah merupakan denyut nadi Islam karena dengan dakwah Islam berkembang, dengan dakwah itu Islam dikenal dan tentunya tanpa dakwah itu, Islam akan mati dan menghilang dari dunia ini.
Dakwah sebagai mediator taqarrub kepada Allah, karena menjalankan dakwah berarti menjalankan perintah Allah dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya. Lebih dari itu dakwah merupakan jejak langkah para nabi dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan kepada manusia.

B.     Mad’u
Objek Dakwah (mad’u) adalah sasaran dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
Sejalan dengan firman Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’:28)
Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan, bahwa objek dakwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat dakwah adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah adalah mereka yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama Islam, sedangkan bagi orang-orang yang telah beragana Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas Iman, Islam dan Ihsan. Hal yang sama juga dikemukakan Muhammad abu Al-Fatl al Bayanuni, beliau megemukakan bahwa umat ijabah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: Sabiqun bi al-khaerat (orang yang saleh dan bertaqwa), Dzalimun linafsih (orang fasih dan ahli maksiat), Muqtashid (mad’u yang labil keimanannya). Sedangkan umat dakwah dibagi dalam empat kelompok, yaitu: Ateisme, Musyrikun, ahli kitab, dan munafiqun.
Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk yang bernama manusia, Allah SWT. berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujurat:13)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Ayat ini menjelaskn kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok yang berbeda. Mengenal tipologi manusia adalah salah satu faktor penentu suksesnya tugas dakwah, dan merupakan salah satu fenomena alamyang hanya bisa ditangkap oleh orang alim.
Salah satu makna hikmah dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Di saat terjun ke sebuah komunitas atau melakukan kontak dengan seorang mad’u, da’i yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas atau pribadi yang bersangkutan. Berikut ini beberapa landasan normatif tentang pola komunikasi dan interaksidengan beragam manusia :
Allah berfirman : “Dan di atas tiap orang-orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”
Hasan al Bashri berkata: “Tidak ada seorang alim pun kecuali di atasnya orang alim lagi sampai berakhir kepada Allah.” Ayat ini memberikan informasi kepada kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia bertingkat. Informasi ini sekaligus isyarat kepada kita bagaimana membangun komunikasi dengan level manusia tersebut.
Ali bin Abi Thalib berkata: “Berbicaralah dengan orang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah engkau suka Allah dan Rasul-Nya didustakan?
Ali sangat memahami karakter manusia, dakwah yang dilakukan tanpa memandang strata mad’u bisa berakibat fatal, ayat Allah dan sabda Rasul bisa menjadi bahan olok-olokkan orang yang tidak paham.
Dari Aisyah ra., beliau berkata : “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk menempatkan manusia sesuai dengan kedudukannya.”
Ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW. membekali beliau dengan ilmu dakwah. Rasulullah SAW. bersabda :
Rasulullah berkata kepada Mu’adz bin Jabal sebelum beliau melepasnya ke Yaman :”sesungguhnya engkau akan mendatangi negeri yang penduduknya Ahli Kitab. Jika kamu telah sampai ke sana, dakwahilah mereka untuk mengikrarkan kalimat syahadat. Jika mereka merespon dakwahmu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaati perintah ini, sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada merekazakat yang diambil dari orang kaya untuk didistribusikan kepada orang miskin di antara mereka. Jika mereka menaati perintah ini, maka berhati-hatilah dengan harta-harta berharga mereka, dan berhati-hatilah dengan doa orang yang terzalimi, karena doa mereka tidak terhijab untuk sampai kepada Allah.
Rasulullah membekali Mu’adz dengan informasi mad’u yang akan dihadapi Mu’adz dan apa yang harus disampaikan, dan bagaimana langkah setelah mereka merespon ajakan pertama atau menolak.
Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah :
Wahai Aisyah, andaikan bukan karena kaummu baru masuk Islam, pasti aku akan merombak ka’bah, dan aku jadikan dua pintu, pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar.
Dalam menjelaskan hadist ini, Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata : “Orang Quraisy sangat mengagungkan Ka’bah. Rasulullah SAW berencana untuk merubah bangunannya, tetapi beliau khawatir disangka macam-macam oleh penduduk Quraisy yang baru masuk Islam, akhirnya beliau mengurumgkan rencananya. Inilah beberapa contoh aplikatif Rasulullah SAW melaksanakan perintah Allah agar berdakwah dengan hikmah.”

C.    Materi
Materi (maddah) dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Sumber utamanya adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang meliputi aqidah, syari’ah, muamalah, dan akhlaq dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.
Materi yang disampaikan oleh seorang da’i harus cocok dengan bidang keahliannya, juga harus cocok dengan metode dan media serta objek dakwahnya. Dalam hal ini, yang menjadi maddah (materi) dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Materi dakwah yang harus disampaikaan tercantum dalam penggalan ayat 
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ...
Saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.”(QS. Al-‘Asr : 5)
Secara umum, materi dakwah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu :
1)      Masalah Aqidah (keimanan)
Aspek aqidah adalah yang akan membentuk moral (akhlak) manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah aqidah atau keimanan.
Ciri-ciri yang membedakan aqidah dengan kepercayaan agama lain, yaitu:
a)      Keterbukaan melalui persaksian (syahadat).
b)      Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam.
c)      Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.
Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rsul-rasul-Nya, Hari Akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk.”(HR. Muslim). Maka orang yang memiliki iman yang benar (hakiki) akan cenderung untuk berbuat baik dan akan menjauhi perbuatan jahat, karena perbuatan jahat akan berkonsekuensi pada hal-hal yang buruk. Iman inilah yang berkaitan dengan dakwah Islam dimana amar ma’ruf nahi mungkar dikembangkan yang kemudian menjadi tujuan utama dari suatu proses dakwah.
2)      Masalah Syari’ah
Hukum atau syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Materi dakwah yang bersifat syari’ah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Dalam sebuah hadits “Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah, tidak mempersekutukan Allah, mengerjakan shalat, membayar zakat, puasa ramadhan dan menunaikan haji.”(HR. Bukhari dan Muslim). Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan sosial dan moral, materi dakwah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar dan kejadian secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan.
3)      Masalah Muamalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Ibadah dalam muamalah disini diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Statement ini dapat dipahami dengan alasan:
a)      Dalam al-Qur’an dan al-Hadits mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan muamalah.
b)      Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan.
c)      Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.
4)      Masalah Akhlaq
Secara etimologis, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlaq berkaitan dengan masalah tabi’at atau kondisi temperature batin yang mempengaruhi perilaku manusia. Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlaq dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Islam mengajarkan kepada manusia agar berbuat baik dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang menjadi sifat Allah SWT, pasti dinilai baik oleh manusia sehingga harus dipraktikkan dalam perilaku sehari-hari.

D.    Tujuan
Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim, untuk mencapai maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan
penuh optimis melaksanakan dakwah. Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah, sehingga segala kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas. Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.
Sejarah perjuangan umat Islam dalam menegakkan panji-panji Islam pada dasarnya seluruh golongan dalam Islam sepakat memperjuangkan dan merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia. tetapi kenyataan menunjukkan hal yang berlawanan. Berubah kepada pencapaian kekuasaan golongannya sendiri sehingga menimbulkan persaingan dan pertentangan di antara golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya transaksi yang sering menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak lain dirugikan. Inilah akibat yang ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami hakikat perjuangan suci. Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Berikut adalah uraikan tentang tujuan dakwah :
1)      Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun di akhirat.
2)      Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
3)      Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
4)      Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5)      Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-waktu dalam masyarakat.
Adapun dalam sebuah ayat tentang tujuan dakwah, dalam QS. Al Anfal: 24 ayat tersebut menerangkan bahwa yang menjadi maksud dari dakwah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya. Serta mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: 
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
"Alif laam raa. Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji."(QS. Ibrahim: 1)
Jadi inti dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah adalah keridhaan Allah SWT. dimana objek dakwah tidak hanya terbatas kepada umat Islam saja, tetapi semua manusia bahkan untuk semua alam. Dari sudut manapun dakwah itu diarahkan, maka intinya adalah amar ma`ruf nahyi munkar yang bertujuan untuk merubah dari sesuatu yang negatif kepada yang positif, dari yang statis kepada kedinamisan sebagai upaya merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

E.     Media
Kata media berasal dari bahasa latin, median yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara etimologi berarti alat perantara. Menurut Wilbur Schram mendefenisikan media sebagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran. Secara khusus yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film, video, kaset, slide dan sebagainya. Menurut Hamzah Ya’cub, media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitet dakwah. Sementara itu, Wardi Bachtiar dalam Samsul Munir Amin menjelaskan bahwa media dakwah merupakan perantara yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima materi dakwah. Media yang dimaksud bisa jadi televisi, video, kaset, rekaman, majalah, dan surat kabar. Jadi, kesimpulannya media dakwah adalah sarana atau alat untuk mempercepat ide-ide dakwah agar dapat dipahami dan diterima oleh mad’u. Oleh karena itu, media dakwah perlu menjadi perhatian para pelaksana dakwah. Kepiawaian juru dakwah dalam memilih media dakwah yang tepat akan mempermudah penyampaian dakwah.
Bentuk-bentuk media dakwah ditinjau secara tekstual/eksplisit, memang tidak ditemukan ayat atau hadits yang membicarakan tentang media atau alat apa saja yang dapat digunakan untuk menyampaikan dakwah, tetapi secara kontekstual/implisit banyak isyarat al-Qur’an tentang masalah media ini. Hamzah Ya’cub mengelompokkan media dakwah kepada lima macam yaitu sebagai berikut:
1)      Lisan
Di antara media lisan adalah khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah dan lain-lain. Dalam al-Qur’an ditemui isyarat tentang media lisan ini, antara lain Dalam Q.S. al-A’raf ayat 158. 
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk." Dalam surat Yusuf : 4
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
Dan dalam surat Al-Baqarah : 104
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.
Dalam beberapa ayat tersebut dinyatakan bahwa para Nabi telah menyampaikan dakwahnya pertama kali dengan menggunakan media lisan secara langsung. Menurut Abdul Karim Zaidan dalam Salmadanis, media lisan atau bahasa adalah media pokok dalam menyampaikan dakwah Islam kepada orang lain. Di antara media lisan tersebut adalah khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah diskusi, seminar, musyawarah dan lain sebagainya.
2)      Tulisan
Dakwah dengan cara tulisan adalah dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan, seperti buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pamflet, pengumuman tertulis, spanduk dan lain-lain. Secara langsung memang tidak ditemui dalam Al Quran anjuran menggunakan media tulisan sebagai alat dakwah, tetapi secara tersirat dapat dipahami dari satu surat yangterdapat dalam al-Quran, yaitu surat Al Qalam. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Allah SWT bersumpah dengan huruf nun, sebagai isyarat terpenting tentang peran huruf, pena dan tulisan dalam pelaksaan dakwah islamiyah. Hal ini dapat lebih dipahami dengan menelaah surat Al Qalam ayat 1.
ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis”, dan juga dapat lebih diperkuat dengan memahami surat Al Alaq: 1-5. Rasulullah telah memberi contoh dengan memerintahkan menulis surat yang ditunjukkan kepada kepala-kepala negara yang bukan Islam untuk menyeru mereka agar menerima Islam, seperti surat Beliau kepada Kisra di Persia, Hercules Bizantium, Mauqaqis di Mesir dan Negus di Ethiopia. Surat Rasulullah itu antara lain berbunyi, “Saya mengajak tuan memperkenankan panggilan Allah, peluklah Islam supaya tuan selamat”. Ini menunjukkan bahwa dakwah Rasulullah selain dilaksanakan dengan lisan juga dengan tulisan (surat).
3)      Lukisan
Media seperti ini berupa gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film, cerita dan sebagainya. Media ini memang banyak menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan kepada orang lain, namun sulit ditemukan isyaratnya dalam Al-Qur’an.
4)      Audio visual
Audio Visual adalah suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran. Bentuk ini dilaksanakan dalam media televisi dan jenis media lainya. Sama juga halnya dengan media nomor 3, tidak begitu jelas diungkapkan dalam Al-Qur’an, barangkali karena Audio visual ini tidak ditemukan di masa Nabi, dengan kata lain media ini adanya pada zaman modern seperti sekarang ini. Menurut penulis, dakwah yang disampaikan melalui media televisi sangatlah efektif dan mudah untuk masyarakat. Media televisi sangat efektif sebagai media dakwah karena praktis, semua orang bisa menikmatinya, lain halnya dengan media dakwah melalui media cetak yang dominan menikmatinya hanya golongan pelajar, orang-orang muda, bagi orang yang lanjut usia maka agak sulit untuk menikmatinya secara optimal, ditambah lagi semangat membaca masyarakat sangat kurang.
5)      Akhlak
Akhlak di sini ialah perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan media dakwah dan sebagai alat untuk mencegah orang dari berbuat kemungkaran, atau juga yang mendorong orang lain berbuat ma’ruf, seperti membangun masjid, sekolah atau suatu perbuatan yang menunjang terlaksananya syari’at Islam di tengah-tengah masyarakat. Dalam Al Quran masalah ini banyak disinggung antara lain dalam QS. Al-A’raf : 199 yaitu sebagai berikut:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Dalam QS. Luqman : 17 yaitu sebagai berikut:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Dan QS. Al-Shaf : 2-3
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ.كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Ayat-ayat di atas mencerminkan akhlak yang mesti dimiliki oleh seseorang juru dakwah dalam upaya meyakinkan orang lain kepada ajaran Islam. Mayoritas penganut Islam mempunyai kecenderungan melihat kepada sosok figur. Bila figurnya tidak mempunyai moral, para audiens akan meninggalkannya. Pada sisi lain, media dakwah yang proposional dalam fenomena masyarakat adalah terletak pada sikap dan prilaku para da’i. Figur Muhammad SAW bukan hanya terletak pada keahliannya, akan tetapi akhlaknya yang dapat dijadikan panutan, ikutan bagi umatnya.
6)      Budaya
Di samping hal di atas budaya juga dapat dijadikan sebagai media dakwah. Misalnya Aceh dengan kebudayaan atau seninya. Dimana kita ketahui Aceh dengan kesenian tari seribu tangan yang dimilikinya. Karena menurut sejarah orang Aceh, pada zaman dahulu, tari zaman digunakan untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam kepada masyarakat. Begitu juga dengan Minangkabau dengan budaya yang dimilikinya, semuanya bisa dijadikan media untuk berdakwah, salah satunya rabab, bila kita perhatikan bahwa dalam lantunan rabab selain berkisah tentang adat istiadat minangkabau yang harus diikuti, juga terselip nasehat-nasehat agama yang harus kita amalkan.







Next Post Previous Post

Pages