Makalah Pengertian dan Perkembangan Ulumul Qur'an (Ulumul Qur'an)
Salah satu contoh Makalah Pengertian dan Perkembangan Ulumul Qur'an pada Mata Kuliah Ulumul Qur'an
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penelitian dan Sasaran
A.
Pengertian Ulumul Qur’an.
B.
Ruang Lingkup
Ulumul Qur’an
C.
Objek Ulumul
Qur’an
D.
Sejarah
Perkembangan Ulumul Qur’an
A.
Kesimpulan
1Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Lintera AntarNusa,2016), Cet. 17, h. 517
Makalah ini disusun oleh :
- Ega Andriani
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Alam yang luas dan dipenuhi makhluk – makhluk Allah ini,
gunung – gunungnya yang menjualang tingi, samudranya yang melimpah, dan
daratannya yang menghampar luas, menjadi
kecil dihadapan makhluk lemah, yaitu manusia. Itu semua disebabkan Allah
telah menganugrahkan kepada makhluk manusia ini berbagai keistimewaan dan
kelebihan serta memberinya kekuatan berfikir cemerlang yang dapat menembus
segala medan untuk menundukan unsur – unsur kekuatan alam tersebut, dan
menjadikannya sebagai pelayan bagi kepentingan kemanusiaan.
Allah SWT sama sekali tidak akan melantarkan manusia
tanpa memberikan kepadanya sebersit
wahyu dari waktu yang membimbingnya
kejalan petunjuk, sehingga mereka dapat menempuh lika - liku hidup, dan
pengetahuan. Namun watak manusia yang sombong yang angkuh terkadang menolak
untuk tunduk kepada manuasian yang lain yang serupa dengannya selama manusia
yang lain itu tidak membawa kepadanya sesuatu yang tidak disanggupinya hingga
ia mengakui tunduk dan percaya akan kemampuan manusia lain itu yang tinggi, dan
berada diatas kemampuannya sendiri. Oleh karena itu Rasul – Rasul Allah
disamping diberikan wahyu , juga mereka dibekali kekuatan dengan hal yang luar
biasa yang dapat menegakan hujjah atas
manusia, sehingga mereka mengakui kelemahannya dihadapan hal yang luar biasa
tersebut serta tunduk dan taat kepadanya.
Namun mengingat akal manusia pada awal fase
perkembangannya tidak melihat sesuatu yang dapat lebih menarik hati, selain
mukjizat – mukjizat alamiah yang hissi (indrawi) karena akal mereka belum mencapai
puncak ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling
relevan ialah jika setiap Rasul itu hanya diutus kepada kaumnya secara khusus
dan mukjizatnya pun hanya berupa sesuatu hal yang luar biasa yang sejenis
dengan apa yang mereka kenal saat itu.
Hal demikian agar disaat tidak mampu menandinginya,
mereka segera tunduk dan percaya dan bahwa hal luar biasa itu datang dari
“Kekuatan Langit”.Dan ketika akal mereka telah mencapai taraf sempurna Allah
SWT mengumandangkan kedatanganMuhammad SAW yang abadi kepada seluruh ummat manusia.
Serta mukjizat bagi risalahnya juga berupa
mukjizat yang ditunjukan kepada akal manusia yang telah berada dalam tingkat
kematangannya dan perkembangannya yang paling tinggi.
Bila dukungan Allah kepada Rasul – Rasul terdahulu
berbentuk ayat – ayat kauniyah yang
memukau mata, dan dan tidak ada jalan bagi akal untuk menentangnya, seperti
mukjizat tangan dan tongkat Nabi Musa AS, dan penyembuhan orang buta dan orang
– orang yang sakit sopak serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah bagi
Nabi Isa AS, maka mukjizat Nabi Muhammad SAW, pada massa kejayaan ilmu
pengetahuan ini, berbentuk mukjizat ‘aqliyah,
mukjizat bersifat rasional, yang berdioalog dengan akal manusia dan
menantangnya untuk selamanya. Mukjizat tersebut adalah Qur’an dengan segala ilmu dan ilmu
pengetahuan yang dikandungnya serta ceritanya tentang masa lalu, dan masa yang akan datang. Akal
manusia, betapapun majunya tidak akan menandingi al – Qur’an karena Al – Qur’an
adalah ayat kauniyah yang tiada
bandingannya Kelemahannya yang bersifat kekurangan substantif ini merupakan
pengakuan akal itu sendiri bahwa Al – Qur’an adalah Wahyu Allah yang diturunkan
kepada Rasul – Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman dan
pembimbing. Itulah makna yang di isyaratkan oleh Rasullah SAW dengan sabdanya
“Tiada seorang Nabi pun kecuali mukjizat yang dapat membuat manusia beriman
kepadanya. Namun yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan Allah
Kepadaku. Karena itu aku berharap semoga kiranya aku menjadi Nabi yang paling
banyak pengikutnya.”
Demikianlah. Allah telah menentukan keabadian Mukjizat
Islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal
yang tersedia cukup panjang dan ilmu pengetahuannya pun telah berkembang pesat.
Pembicaraan tentang kemukjizatan Qur’an juga merupakan
satu macam mukjizat itu tersendiri yang didalamnya para penyelidik tidak dapat
mencapai rahasia satu sisi sampai ia mendapatkan dibalik sisi itu sisi lain
yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demikianlah persis
sebagaimana dikatakan oleh Ar – Rafi’i : Betapa serupa ( bentuk pembicaraan )
Qur’an, dalam susunan kemukjizatannya, dam kemukjizatan dengan mengunakan
sistem alam, yang dikerumuni oleh para ulama dari segala arah serta serta
diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itu mereka jadiakan obyek kajian, dan
penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap menjadi makhluk baru, dan
tempat tujuannya yang jauh.1
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami temukan
dalam penulisan makalah
yang berjudul “Ulumul Qur’an dan Perkembangannya”,
adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Ulumul Qur’an?
2. Apa ruang lingkup
Ulumul Qur’an?
3. Bagaimana sejarah dan
perkembangan Ulumul Qur’an?
C.
Tujuan Penelitian dan Sasaran
Tujuan dari pembuatan makalah ini
menjadi alasan dilakukannya pengkajian mendalam tentang pengertian agama. Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Ulumul Qur’an dan
perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulumul Qur’an.
Istilah Ulumul Qur’an, secara
etimologis merupakan gabungan dari dua kata bahasaArab ulum dan al-Qur’an.
Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang merupakan
bentukmasdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.2
Dalam kamus al-Muhith kata‘alima disinonimkan dengan kata ‘arafa (mengetahui,
mengenal).3 Kata ‘ilm semakna denganma’rifah yang berarti
“pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Kata al-Qur’an dari segi bahasa adalah bentuk masdhar
dari kata kerja Qara’a, berarti“bacaan”. Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT:
Artinya: Apabila kami telah selesai membacanya, maka
ikutilah bacaannya. ( QS. Al– Qiyamah: 18)4
Kemudian dari
makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat baginabi Muhammad
SAW.5 Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama tentang nama
al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al- Madkhal li
Dirasah al-Qur’an al-Karim,6 sebagai berikut:
2.
Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna
al-jam’u (kumpulan). Selanjutnyakata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi
kitab suci yang diturunkan kepada NabiMuhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri
dari sekumpulan surah dan ayat, memuatkisah-kisah, perintah dan larangan, dan
mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yangditurunkan sebelumnya. Pendapat ini
dikemukakan al-Zujaj(w. 311)
3.
Kata al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata
bentukan dan sejak awal digunakansebagaimana bagi kitab suci umat Islam.
Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’I (w.204).Menurut Abu Syuhbah, dari
beberapa pendapat di atas, yang paling tepat adalahpendapat yang mengatakan
al-Qur’an bentuk masdhar dari kata Qara-a.7
4.
Sedangkan al-Qur’an menurut istilah adalah: “ Firman
Allah Swt, yang diturunkankepada Nabi Muhammad Saw., yang memiliki kemukjizatan
lafal, membacanya bernilaiibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis
dalam mushaf, dimulai dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat
an-Nas.8
Kata ‘ulum yang disandarkan
kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertianbahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,baik dari
segi keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman
terhadappetunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah
merumuskanberbagai defenisi Ulumul Qur’an.
1.
Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai
berikut: beberapapembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari
segi turunnya, uruturutannya,pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
penafsirannya, kemukjizatannya,nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keraguanterhadapnya, dan sebagainya.9
2.
Manna’ al- Qathan memberikan defenisi bahwa Ulumul Qur’an
adalah ilmu yangmencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, dari segipengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al-
Qur’an dan urut-urutannya,pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah,
hal –hal lain yang adahubungannya dengan al-Qur’an.10
3.
Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie‘Ulumul Qur’an ialah
pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an,dari segi nuzulnya,
tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya danmenafsirkannya, I’jaznya,
nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yangdihadapkan kepadanya.11
Defenisi nomor satu dan dua di atas
pada dasarnya sama. Keduanya menunjukkanbahwa ulumul Qur’an adalah kumpulan
sejumlah pembahasan yang pada mulanyamerupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri.
Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama danbahasa. Masing-masing menampilkan
sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting.Objek pembahasannya adalah
Al-Qur’an.
Adapun
perbedaannya terletak pada tiga hal:
1.
Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan
sembilan aspek pembahasannyadan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2.
Meskipun ke duanya tidak membatasi pembahasannya pada
aspek-aspek yangditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari
yang ke dua. Sebab,defenisi pertama diawali dengan kata Mabahitsu ( مبا حث ) yang merupakan bentukjama’ yang tidak
berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisamenimbulkan keragu-raguan
terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.Sedangkan defenisi yang
kedua tidak demikian.
3.
Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak
semuanya sama di antara keduanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan
al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dankemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian
pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi kedua semua itu tidak disebutkan.12
Dengan melihat persamaan dan
perbedaan antara kedua defenisi di atas dapatdiketahui bahwa defenisi pertama
lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengandemikian defenisi kedua
lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selaluberkembang
sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan
perkembanganUlumul Qur’an.
Penjelasan-penjelasan di atas juga
menunjukkan adanya dua unsur penting dalamdefenisi Ulumul Qur’an. Pertama,
bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlahpembahasan. Kedua,
pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an,baik dari aspek
keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannyasebagai
pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
B.
Ruang Lingkup
Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an merupakan
suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Ulumul
Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik
berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab,
seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak
lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi
menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa
macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang
mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan
kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab,
setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak
terbatas. Perhitungan inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak
terhitung. Firman Allah :’ Katakanlah: Sekiranyalautan menjadi tinta untuk
(menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak
itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).
Pembahasan ‘Ulum
Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya
‘al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap
cabang masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish
Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4
(empat) komponen :[13]
1. Pengenalan
Terhadap Al-Qur’an
2. Kaidah-kaidah
tafsir
3. Metode-metode
tafsir
4. Kitab-Kitab
tafsir dan para mufassir.
Komponen pertama
(Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup : (a) Sejarah al-Qur’an, (b) Rasm al-Qur’an,
(c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-Qur’an, (e) qushah al-Qur’an, (f) jadal
al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal al-Qur’an,(i) nasikh dan mansukh,
(j) muhkam dan mutasyabih, (k) al-qiraat, dan sebagainya.
Komponen kedua
(Kaida-kaidah tafsir) mencakup : (a) ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya
ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang
membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-ilmu bantu, seperti
bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur,an.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan kaidah-kaidah berikut : (a) kaidah ism
dan fi’il, (b) kaidah ta’rif dan tankir, (c) kaidah istifham
dan macam-macamnya, (d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in,
iza; dan lain-lain, (e) kaidah su’al dan jawab, (f) kaidah
pengulangan, (g) kaidah perintah sesudah larangan, (h) kaidah penyebutan nama
dalam kishah, (j) kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan
lain-lain.[14]
Komponen ketiga
(metode-metode tafsir) mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh
ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy,
disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta
metode pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat
macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy.
Komponen keempat (kitab
tafsir dan para mufassir) mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik
yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau indonesia,
dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya,
metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
Dari uraian diatas
menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan yang sangat luas, antara
lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa
al-mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. Karena begitu luasnya cakupan kajian ‘Ulumul Qur’an, maka para ulama harus
mengakhiri definisi yang mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan
ini menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam
definisi itu saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin
disebutkan dalam definisi. Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh
Az-Zarkasyi, menyebutkan, Ulumul Qur’an mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan
bilangan kata-katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang
melihat bahwa setiap kata dalam Al-Quran mempunyai makna lahir dan bathin,
selain itu terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka dengan
demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya
secara pasti.[15]
Sedang pemilihan kitab
atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau aliran tafsir yang selama
ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi,
ijtima’iy, dan lain-lain.”
C.
Objek Ulumul
Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah
al-Qur’an itu sendiri dari seluruh segi-segi kitab tersebut
yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa
Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :[16]
1.
Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an
Meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa
Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan
nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan
tempat.
2.
Pengetahuan tentang Al-Quran
Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran,
Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun
Nuzul, dst.
3.
Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil,
Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu
tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam
& Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
D.
Sejarah
Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ulum al-Qur’an tidak lahir
sekaligus, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ulum
al-Qur’an itu sendiri tidak dikenal pada masa awal pertumbuhan Isam.
Istilah ini baru muncul pada abad ke 3, tapi sebagaian ulama berpandangan bahwa
istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad ke 5. Karena
ulumul Qur’an dalam arti, sejumlah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an, baru
muncul dalam karya Ali bin Ibrahim al-Hufiy (w.340), yang berjudul al-Burhan
fiy Ulum al-Quran (Al Zarqaniy :35). Untuk mendapatkan gambaran tentang
perkembangan ulum al-Qur’an, berikut ini akan diuraikan secara ringkas
sejarah perkembangannya.
Pada masa
Rasulullah saw, hingga masa kekhalifahan Abu Bakar (12 H–13 H) dan Umar (12
H-23H) ilmu Al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan.† Ketika zaman
kekhalifaan Usman (23H-35H) dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Usman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegangan
pada mushaf induk, dan membakar mushaf lainnya yang mengirimkan mushaf kepada
beberapa daerah sebagai pegangan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh
Usman dalam mereproduksikan naskah Al-Qur’an berarti beliau telah meletakkan
dasar ilm rasm al-Qur’an (Subhiy Salih: 1977).
Selanjutnya,
pada masa kekhalifaan Ali bin Abi Thalib, (35H-40H) beliau telah memerintahkan
Abu al-Aswad al-Duwali (w.69 H) untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab.
Usaha yang dilakukan oleh Ali tersebut, dipandang sebagai peletakan dasar ilmu I’rab
al-Qur’an.
Adapun
tokoh-tokoh yang berjasa dalam menyebarkan ulum al- Qur’an melalui
periwayatan, adalah :
1.
Khulafa
al-Rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit,
Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asya’ariy, dan Abdullah bin Zubair. Mereka itu dari
golongan sahabat.
2.
Mujahid, Ata,
Tkrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam. Mereka
golongan tabi’in di Madinah.
3.
Malik bin
Anas, dari golongan tabi’I tabi’in, beliau memperoleh ilmunya dari Zaid bin
Aslam.
Mereka inilah yang dianggap orang-orang yang meletakkan apa
yang sekarng ini dikenal dengan ilmu tafsir, ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh
dan mansukh, ilmu garib al-Qur’an, dan lain-lain. (Al
Zarqaniy : 30 – 31)
Pada abad
kedua hijriah, upaya pembukaan ulum al-Qur’an mulai dilakukan, namun
pada masa ini perhatian ulama lebih banyak terfokus pada tafsir. Diantara ulama
tafsir pada masa ini adalah : Sufyan Sau’ry (w.161 H), Sufyan bin Uyainah
(w.198 H). wakil-wakil al-Jarah (w.197 H), Sybah bin al-Hajjaj (w.160 H).
Muqatil bin Sulaiman (w.150 H). Tafsir-tafsir mereka umumnya memuat
pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in. (Abu Syahbah: 1992)
Pada masa
selanjutnya, abad ke 3 H, muncullah Muhammad ibn Jarir al-Tabariy (w.310 H)
yang menyusun kitab tafsir yang bermutu karena banyak memuat hadis-hadis sahih,
ditulis dengan rumusan yang baik. Di samping itu, juga memuat I’rab dan
kajian pendapat.‡ Pada masa ini juga telah disusun beberapa ulu>m al
Qur’ani yang masing-masing berdiri sendiri, antara lain: Ali ibn al-Madiniy
(w.234 H) menyusun kitab tentang asbab al-nuzul, Abu Ubaid al-Qasim ibn
Sallam (w.224 H) menyusun kitab tentang naskh dan mansukh. Ibnu
Qutaibah (w.276 H) menyusun kitab tentang musykil al-Qur’an, Muhammad
bin Ayyub al-Darls (294 H) menyusun tentang ayat yang turun di Mekah dan
Madinah. Dan Muhammad ibn Khalf ibn al-Mirzaban (w.309) menyusun kitab al-Hawiy
fiy Ulu>m al-Qur’an.(Subhiy Salih: 1977)
Pada abad
ke 4 H, lahir beberapa kitab ulu>m al-Qur’an, seperti: Aja’ib
ulu>m al-Qur’an karya Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbary (w.328
H), dalam kitab ini dibahas tentang kelebihan dan kemuliaan Al-Qur’an, turunnya
Al-Qur’andalam tujuh huruf, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan kata dalam
Al-Qur’an. Di samping itu, Abu al-Hasan al-Asy’ary (w.324 H) menyusun kitab al-Mukhtazan
fiy Ulum al-Quran, Abu Bakar al-Sajastaniy (w.330 H) menyusun kitab tentang
Garib al-Qur’an, Abu Muhammad al-Qasab Muhammad ibn Ali al-Karkhiy (w.sekitar
360 H) menyusun kitab Nakt al-Qur’an al-Dallah al-Bayan fiy Anwa al-Ulum wa
al-Ahkam al-Munabbiah’an Ikhtilaf al-Anam. Pada masa ini juga Muhammad ibn
Ali al-Adfawiy (w.388 H) menyusun al-Istigna’ fiy Ulum al-Qur’an.
Demikianlah
perkembangan ulu>m al- Qur’an pada abad pertama hingga abad kjeempat,
dapat dilihat bahwa para tokoh hanya membahas cabang-cabang ulumu al –
Qur’an, secara terpisah-pisah. Selanjutnya, pada pada abad ke 5 muncullah
Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al Hufiy (w.430 H) yang menghimpun bagian-bagian dari
ulum al Qur’an dalam karyanya al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an. Dalam
kitabnya ini, beliau membahas Al-Qur’anmenurut suruh dalam mushaf, selanjutnya
beliau menguraikannya berdasarkan tinjauan al-Nahwu dan al-Lugah,
kemudian mensyarahnya dengan tafsir bi al-Masur dan tafsir bi
al-Ma’qul, lalu dijelaskan pula tentang waqaf (aspek qira’at),
bahkan tentang hokum yang terkandung dalam ayat. Atas dasar inilah maka
uluma menganggap al-Hofiy sebagai tokoh pertama yang membukukan ulumul
Qur’an.(Manna al Qattan : 1973)
Selanjutnya,
pada abad ke-6, Ibn al-Jauziy (w.597 H) menyusun kitab Funun al-Afinan fiy
Ulum al-Qur’an, dan kitab al-Mujtaba fiy Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an. Selanjutnya
disusul oleh Alamuddin al-Sakhawiy (w.641 H) pada abad ke 7 H dengan kitabnya
yang berjudul Jamal al-Qurra wa Kamal al-Iqara, kemudian Abu Syamah
(w.665 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajid fiy Ma Yata’allahq bi al-Qur’an
al-Aziz. Pada abad ke 8 al-Zarkasyi (w.794 H) menyusun kitab al-Burhan
fiy Ulum al-Qur’an. Lalu pada abad 9, Jalal al-Din al-Bulqniy (w.824 H)
menyusun kitab Mawaqi’ al-Ulum fiy Mawaqi al-Nujum. Pada masa ini pula
Jalal al-Din al-Sayoty (w.911 H) menyusun kitab al-Tahbir fiy Ulum al-Tafsir
dan kitab al-itqan fiy Ulum al-Qur’an.
Setelah
wafatnya al-Sayuti pada tahun 911 H, seolah-olah perkembangan ulu>m
al-Qur’an telah mencapai puncaknya, sehingga tidak terlihat penulis-penulis
yang memiliki kemampuan seperti beliau. Hal ini menurut Ramli Abdul Wahid
(1994) disebabkan karena meluasnya sikap taklid di kalangan umat Islam, yang
dalam sejarah ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa al-Sayuti
(awal abad ke -10 H) sampai akhir abad ke-13 H.
Selanjutnya,
sejak penghujung abad ke-13 H hingga saat ini, perhatian ulama terhadap ulu>m
al-Qur’an bangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian
Al-Qur’antidak hanya terbatas pada cabang-cabang ‘ulu>m al-Qur’an yang
ada sebelumnya, melainkan telah berkembang, misalnya penterjemah Al-Qur’an
kedalam bahasa asing. Juga telah disusun berbagai kitab ‘ulu>m al-Qur’an,
diantaranya ada mencakup bagian-bagian (cabang-cabang) ‘ulu>m al-Qur’an secara
keseluruhannya, ada pula yang hanya sebagian. Diantaranya ulama yang menysuusn
kitab Ulumul Qur’an yang mencakup sebagian besar cabang-cabangnya adalah
Tahir al-Jazayiri dalam bukunya : al-Tibyan li Ba’d al-Mabahis
al-Muta’alliqah bi al-Qur’an pada tahun 1335 H. begitu pula Syekh Mahmud
Abu Daqiqah, seorang ulama besar al-Azhar, menyusun kitab tentang ulum
al-Qur’an. Setelah itu, Muhammad Ali selama menyusun kitab Manhaj
al-Furqan fiy Ulum al-Qur’an yang mencakup berbagai cabang ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Kemudian disusul oleh Muhammamd Abd al-Azim al-Zarqaniy dengan
bukunya Manihil irfan Fiy Ulum al-Qur’an. Selanjutnya, Ahmad Aliy
menyusun kitab Muzakkirah Ulum al-Qur’an dan Subhi Salih menyusun
kitab Mabahis fiy Ulum Qur’an.(Manna al Qattan :hal. 15)
Kitab-kitab
lain yang juga lahir pada masa ini adalah Mahabis fiy Ulum al-Qur’an,
karya Manna’ al-Qattan, al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an, karya Ali
al-Saboni, Ulum al-Qur’an wa al-Hadis, karya Ahmad Muhammad Ali Daud. Dalam
bahasa Indonesia dikenal pula T.M. hasbi sh-Shiddieqy dengan karyanya:
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah
perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada tiga bagian yaitu,
Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul Quran
pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan Ulumul Quran pada masa Tadwin
(Penulisan Ilmu).
Sebenarnya
dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran sangatlah luas, dan banyak
sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran, penulis makalah juga merasa
betapa bodohnya kita setelah mempelajari ilmu alquran bahwaanya wawasan serta
ilmu yang di miliki tidak sebanding.
Dan
ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya seperti
halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka
kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan
yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan
demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa.
Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir.
B. Saran
Saran dari penulis bahwasanya ilmu
alquran sangatlah penting baik di dunia utama di akherat karena Al-Qur’an
adalah pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW oleh ALLAH SWT melalui malaikan jibril. Dan sesungguhnya sumber dari segala
sumber ilmu adalah Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
1Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Lintera AntarNusa,2016), Cet. 17, h. 517
2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1990), Cet. VIII, h. 277
3 Mujid al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Farizi, al-Qamus
al- Muhith, (Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1952/1371 H ), Juz. IV, Cet.
II, h. 155
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (
Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004), h.507
5 Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahil al- Irfan
fi Ulum al-Qur’an, ( Beirut: Dar al-Kutubal-‘Ilmi’ah, 1996/1416 H), Juz I,
h.16
6 Lihat: Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al- Madkhal
li Dirasah al- Qur’an al- Karim,(Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412), h.19-20
7 Muhammad bin Muhammad Abu Sya’bah, al- Madkhal li
Dirasah al-Qur’an al- Karim, h. 19-20
8Ibid.,
9 Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al-
Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 27
10 Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. (
Berikut: Al- Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’, 1973), h. 15
11 T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.10-11
12 Ramli Abdul Wahid,
Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, h. 9
[13]Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
[14]Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet.
I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
[15]Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung:
Pustaka Setia, 1997.
[16]Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Makalah ini disusun oleh :
- Ega Andriani
- Arief Rusyandy
-Ismah Faturohmi