Makalah Pengertian dan Perkembangan Ulumul Qur'an (Ulumul Qur'an)

Salah satu contoh Makalah Pengertian dan Perkembangan Ulumul Qur'an pada Mata Kuliah Ulumul Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Alam yang luas dan dipenuhi makhluk – makhluk Allah ini, gunung – gunungnya yang menjualang tingi, samudranya yang melimpah, dan daratannya yang menghampar luas, menjadi  kecil dihadapan makhluk lemah, yaitu manusia. Itu semua disebabkan Allah telah menganugrahkan kepada makhluk manusia ini berbagai keistimewaan dan kelebihan serta memberinya kekuatan berfikir cemerlang yang dapat menembus segala medan untuk menundukan unsur – unsur kekuatan alam tersebut, dan menjadikannya sebagai pelayan bagi kepentingan kemanusiaan.
Allah SWT sama sekali tidak akan melantarkan manusia tanpa memberikan kepadanya  sebersit wahyu dari waktu yang membimbingnya  kejalan petunjuk, sehingga mereka dapat menempuh lika - liku hidup, dan pengetahuan. Namun watak manusia yang sombong yang angkuh terkadang menolak untuk tunduk kepada manuasian yang lain yang serupa dengannya selama manusia yang lain itu tidak membawa kepadanya sesuatu yang tidak disanggupinya hingga ia mengakui tunduk dan percaya akan kemampuan manusia lain itu yang tinggi, dan berada diatas kemampuannya sendiri. Oleh karena itu Rasul – Rasul Allah disamping diberikan wahyu , juga mereka dibekali kekuatan dengan hal yang luar biasa yang dapat menegakan hujjah atas manusia, sehingga mereka mengakui kelemahannya dihadapan hal yang luar biasa tersebut serta tunduk dan taat kepadanya.
Namun mengingat akal manusia pada awal fase perkembangannya tidak melihat sesuatu yang dapat lebih menarik hati, selain mukjizat – mukjizat alamiah yang  hissi  (indrawi) karena akal mereka belum mencapai puncak ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan ialah jika setiap Rasul itu hanya diutus kepada kaumnya secara khusus dan mukjizatnya pun hanya berupa sesuatu hal yang luar biasa yang sejenis dengan apa yang mereka kenal saat itu.
Hal demikian agar disaat tidak mampu menandinginya, mereka segera tunduk dan percaya dan bahwa hal luar biasa itu datang dari “Kekuatan Langit”.Dan ketika akal mereka telah mencapai taraf sempurna Allah SWT mengumandangkan kedatanganMuhammad SAW yang abadi kepada seluruh ummat manusia. Serta mukjizat bagi risalahnya juga  berupa mukjizat yang ditunjukan kepada akal manusia yang telah berada dalam tingkat kematangannya dan perkembangannya yang paling tinggi.
Bila dukungan Allah kepada Rasul – Rasul terdahulu berbentuk ayat – ayat kauniyah yang memukau mata, dan dan tidak ada jalan bagi akal untuk menentangnya, seperti mukjizat tangan dan tongkat Nabi Musa AS, dan penyembuhan orang buta dan orang – orang yang sakit sopak serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah bagi Nabi Isa AS, maka mukjizat Nabi Muhammad SAW, pada massa kejayaan ilmu pengetahuan ini, berbentuk mukjizat ‘aqliyah, mukjizat bersifat rasional, yang berdioalog dengan akal manusia dan menantangnya untuk selamanya. Mukjizat tersebut adalah  Qur’an dengan segala ilmu dan ilmu pengetahuan yang dikandungnya serta ceritanya tentang  masa lalu, dan masa yang akan datang. Akal manusia, betapapun majunya tidak akan menandingi al – Qur’an karena Al – Qur’an adalah ayat kauniyah yang tiada bandingannya Kelemahannya yang bersifat kekurangan substantif ini merupakan pengakuan akal itu sendiri bahwa Al – Qur’an adalah Wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul – Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pembimbing. Itulah makna yang di isyaratkan oleh Rasullah SAW dengan sabdanya “Tiada seorang Nabi pun kecuali mukjizat yang dapat membuat manusia beriman kepadanya. Namun yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan Allah Kepadaku. Karena itu aku berharap semoga kiranya aku menjadi Nabi yang paling banyak pengikutnya.”
Demikianlah. Allah telah menentukan keabadian Mukjizat Islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal yang tersedia cukup panjang dan ilmu pengetahuannya pun telah berkembang pesat.
Pembicaraan tentang kemukjizatan Qur’an juga merupakan satu macam mukjizat itu tersendiri yang didalamnya para penyelidik tidak dapat mencapai rahasia satu sisi sampai ia mendapatkan dibalik sisi itu sisi lain yang akan disingkapkan rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demikianlah persis sebagaimana dikatakan oleh Ar – Rafi’i : Betapa serupa ( bentuk pembicaraan ) Qur’an, dalam susunan kemukjizatannya, dam kemukjizatan dengan mengunakan sistem alam, yang dikerumuni oleh para ulama dari segala arah serta serta diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itu mereka jadiakan obyek kajian, dan penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap menjadi makhluk baru, dan tempat tujuannya yang jauh.1

B.     Rumusan Masalah

            Rumusan masalah yang kami temukan dalam penulisan makalah yang berjudul “Ulumul Qur’an dan Perkembangannya”, adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Ulumul Qur’an?
2.      Apa ruang lingkup Ulumul Qur’an?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan Ulumul Qur’an?

C.    Tujuan Penelitian dan Sasaran

            Tujuan dari pembuatan makalah ini menjadi alasan dilakukannya pengkajian mendalam tentang pengertian agama. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan  mengenai Ulumul Qur’an dan perkembangannya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ulumul Qur’an.

            Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis merupakan gabungan dari dua kata bahasaArab ulum dan al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang merupakan bentukmasdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.2 Dalam kamus al-Muhith kata‘alima disinonimkan dengan kata ‘arafa (mengetahui, mengenal).3 Kata ‘ilm semakna denganma’rifah yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Kata al-Qur’an dari segi bahasa adalah bentuk masdhar dari kata kerja Qara’a, berarti“bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
Artinya: Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya. ( QS. Al– Qiyamah: 18)4
Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat baginabi Muhammad SAW.5 Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama tentang nama al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al- Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim,6 sebagai berikut:
2.      Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan). Selanjutnyakata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada NabiMuhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuatkisah-kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yangditurunkan sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj(w. 311)
3.      Kata al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal digunakansebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’I (w.204).Menurut Abu Syuhbah, dari beberapa pendapat di atas, yang paling tepat adalahpendapat yang mengatakan al-Qur’an bentuk masdhar dari kata Qara-a.7
4.      Sedangkan al-Qur’an menurut istilah adalah: “ Firman Allah Swt, yang diturunkankepada Nabi Muhammad Saw., yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilaiibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas.8
            Kata ‘ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertianbahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,baik dari segi keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadappetunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskanberbagai defenisi Ulumul Qur’an.
1.      Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai berikut: beberapapembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, uruturutannya,pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya,nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguanterhadapnya, dan sebagainya.9
2.      Manna’ al- Qathan memberikan defenisi bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yangmencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segipengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al- Qur’an dan urut-urutannya,pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal –hal lain yang adahubungannya dengan al-Qur’an.10
3.      Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an,dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya danmenafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yangdihadapkan kepadanya.11
            Defenisi nomor satu dan dua di atas pada dasarnya sama. Keduanya menunjukkanbahwa ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanyamerupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama danbahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting.Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:
1.      Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannyadan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2.      Meskipun ke duanya tidak membatasi pembahasannya pada aspek-aspek yangditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab,defenisi pertama diawali dengan kata Mabahitsu ( مبا حث ) yang merupakan bentukjama’ yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisamenimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3.      Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara keduanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dankemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi kedua semua itu tidak disebutkan.12
            Dengan melihat persamaan dan perbedaan antara kedua defenisi di atas dapatdiketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengandemikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selaluberkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan perkembanganUlumul Qur’an.
            Penjelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalamdefenisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlahpembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an,baik dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannyasebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.

B.     Ruang Lingkup Ulumul Qur’an

            Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :’ Katakanlah: Sekiranyalautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).
            Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan fi ’Ulum  Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :[13]
1.      Pengenalan Terhadap Al-Qur’an
2.      Kaidah-kaidah tafsir
3.      Metode-metode tafsir
4.      Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
            Komponen pertama (Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup : (a) Sejarah al-Qur’an, (b) Rasm al-Qur’an, (c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-Qur’an, (e) qushah al-Qur’an, (f) jadal al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal al-Qur’an,(i) nasikh dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, (k) al-qiraat, dan sebagainya.
            Komponen kedua (Kaida-kaidah tafsir) mencakup : (a)  ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-Qur,an. Sebagai contoh, dapat  dikemukakan kaidah-kaidah berikut : (a) kaidah ism dan fi’il, (b) kaidah ta’rif dan tankir, (c) kaidah istifham dan macam-macamnya, (d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-lain, (e) kaidah su’al dan jawab, (f) kaidah pengulangan, (g) kaidah perintah sesudah larangan, (h) kaidah penyebutan nama dalam kishah, (j) kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain.[14]
            Komponen ketiga (metode-metode tafsir) mencakup metode-metode tafsir yang dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy.
            Komponen keempat (kitab tafsir dan para mufassir) mencakup pembahasan tentang kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya, metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
            Dari uraian diatas menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan yang sangat luas, antara lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa al-mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. Karena begitu luasnya cakupan kajian ‘Ulumul Qur’an, maka para ulama harus mengakhiri definisi yang mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutkan dalam definisi. Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, Ulumul Qur’an mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata dalam Al-Quran mempunyai makna lahir dan bathin, selain itu terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya secara pasti.[15]
            Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi, ijtima’iy, dan lain-lain.”

C.    Objek Ulumul Qur’an

            Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri  dari seluruh segi-segi kitab   tersebut yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain. Sehubungan dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :[16]
1.      Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an
Meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.
2.      Pengetahuan tentang Al-Quran
Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.
3.      Metodologi Penafsiran Al-Quran
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.

D.    Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an

            Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ulum al-Qur’an itu sendiri tidak dikenal pada masa awal pertumbuhan Isam. Istilah ini baru muncul pada abad ke 3, tapi sebagaian ulama berpandangan bahwa istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad ke 5. Karena ulumul Qur’an dalam arti, sejumlah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an, baru muncul dalam karya Ali bin Ibrahim al-Hufiy (w.340), yang berjudul al-Burhan fiy Ulum al-Quran (Al Zarqaniy :35). Untuk mendapatkan gambaran tentang perkembangan ulum al-Qur’an, berikut ini akan diuraikan secara ringkas sejarah perkembangannya.
            Pada masa Rasulullah saw, hingga masa kekhalifahan Abu Bakar (12 H–13 H) dan Umar (12 H-23H) ilmu Al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan.† Ketika zaman kekhalifaan Usman (23H-35H) dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Usman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegangan pada mushaf induk, dan membakar mushaf lainnya yang mengirimkan mushaf kepada beberapa daerah sebagai pegangan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh Usman dalam mereproduksikan naskah Al-Qur’an berarti beliau telah meletakkan dasar ilm rasm al-Qur’an (Subhiy Salih: 1977).
            Selanjutnya, pada masa kekhalifaan Ali bin Abi Thalib, (35H-40H) beliau telah memerintahkan Abu al-Aswad al-Duwali (w.69 H) untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa Arab. Usaha yang dilakukan oleh Ali tersebut, dipandang sebagai peletakan dasar ilmu I’rab al-Qur’an.
            Adapun tokoh-tokoh yang berjasa dalam menyebarkan ulum al- Qur’an melalui periwayatan, adalah :
1.      Khulafa al-Rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asya’ariy, dan Abdullah bin Zubair. Mereka itu dari golongan sahabat.
2.      Mujahid, Ata, Tkrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam. Mereka golongan tabi’in di Madinah.
3.      Malik bin Anas, dari golongan tabi’I tabi’in, beliau memperoleh ilmunya dari Zaid bin Aslam.
Mereka inilah yang dianggap orang-orang yang meletakkan apa yang sekarng ini dikenal dengan ilmu tafsir, ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu garib al-Qur’an, dan lain-lain. (Al Zarqaniy : 30 – 31)
            Pada abad kedua hijriah, upaya pembukaan ulum al-Qur’an mulai dilakukan, namun pada masa ini perhatian ulama lebih banyak terfokus pada tafsir. Diantara ulama tafsir pada masa ini adalah : Sufyan Sau’ry (w.161 H), Sufyan bin Uyainah (w.198 H). wakil-wakil al-Jarah (w.197 H), Sybah bin al-Hajjaj (w.160 H). Muqatil bin Sulaiman (w.150 H). Tafsir-tafsir mereka umumnya memuat pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in. (Abu Syahbah: 1992)
            Pada masa selanjutnya, abad ke 3 H, muncullah Muhammad ibn Jarir al-Tabariy (w.310 H) yang menyusun kitab tafsir yang bermutu karena banyak memuat hadis-hadis sahih, ditulis dengan rumusan yang baik. Di samping itu, juga memuat I’rab dan kajian pendapat.‡ Pada masa ini juga telah disusun beberapa ulu>m al Qur’ani yang masing-masing berdiri sendiri, antara lain: Ali ibn al-Madiniy (w.234 H) menyusun kitab tentang asbab al-nuzul, Abu Ubaid al-Qasim ibn Sallam (w.224 H) menyusun kitab tentang naskh dan mansukh. Ibnu Qutaibah (w.276 H) menyusun kitab tentang musykil al-Qur’an, Muhammad bin Ayyub al-Darls (294 H) menyusun tentang ayat yang turun di Mekah dan Madinah. Dan Muhammad ibn Khalf ibn al-Mirzaban (w.309) menyusun kitab al-Hawiy fiy Ulu>m al-Qur’an.(Subhiy Salih: 1977)
            Pada abad ke 4 H, lahir beberapa kitab ulu>m al-Qur’an, seperti: Aja’ib ulu>m al-Qur’an karya Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbary (w.328 H), dalam kitab ini dibahas tentang kelebihan dan kemuliaan Al-Qur’an, turunnya Al-Qur’andalam tujuh huruf, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan kata dalam Al-Qur’an. Di samping itu, Abu al-Hasan al-Asy’ary (w.324 H) menyusun kitab al-Mukhtazan fiy Ulum al-Quran, Abu Bakar al-Sajastaniy (w.330 H) menyusun kitab tentang Garib al-Qur’an, Abu Muhammad al-Qasab Muhammad ibn Ali al-Karkhiy (w.sekitar 360 H) menyusun kitab Nakt al-Qur’an al-Dallah al-Bayan fiy Anwa al-Ulum wa al-Ahkam al-Munabbiah’an Ikhtilaf al-Anam. Pada masa ini juga Muhammad ibn Ali al-Adfawiy (w.388 H) menyusun al-Istigna’ fiy Ulum al-Qur’an.
            Demikianlah perkembangan ulu>m al- Qur’an pada abad pertama hingga abad kjeempat, dapat dilihat bahwa para tokoh hanya membahas cabang-cabang ulumu al – Qur’an, secara terpisah-pisah. Selanjutnya, pada pada abad ke 5 muncullah Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al Hufiy (w.430 H) yang menghimpun bagian-bagian dari ulum al Qur’an dalam karyanya al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an. Dalam kitabnya ini, beliau membahas Al-Qur’anmenurut suruh dalam mushaf, selanjutnya beliau menguraikannya berdasarkan tinjauan al-Nahwu dan al-Lugah, kemudian mensyarahnya dengan tafsir bi al-Masur dan tafsir bi al-Ma’qul, lalu dijelaskan pula tentang waqaf (aspek qira’at), bahkan tentang hokum yang terkandung dalam ayat. Atas dasar inilah maka uluma menganggap al-Hofiy sebagai tokoh pertama yang membukukan ulumul Qur’an.(Manna al Qattan : 1973)
            Selanjutnya, pada abad ke-6, Ibn al-Jauziy (w.597 H) menyusun kitab Funun al-Afinan fiy Ulum al-Qur’an, dan kitab al-Mujtaba fiy Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an. Selanjutnya disusul oleh Alamuddin al-Sakhawiy (w.641 H) pada abad ke 7 H dengan kitabnya yang berjudul Jamal al-Qurra wa Kamal al-Iqara, kemudian Abu Syamah (w.665 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajid fiy Ma Yata’allahq bi al-Qur’an al-Aziz. Pada abad ke 8 al-Zarkasyi (w.794 H) menyusun kitab al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an. Lalu pada abad 9, Jalal al-Din al-Bulqniy (w.824 H) menyusun kitab Mawaqi’ al-Ulum fiy Mawaqi al-Nujum. Pada masa ini pula Jalal al-Din al-Sayoty (w.911 H) menyusun kitab al-Tahbir fiy Ulum al-Tafsir dan kitab al-itqan fiy Ulum al-Qur’an.
            Setelah wafatnya al-Sayuti pada tahun 911 H, seolah-olah perkembangan ulu>m al-Qur’an telah mencapai puncaknya, sehingga tidak terlihat penulis-penulis yang memiliki kemampuan seperti beliau. Hal ini menurut Ramli Abdul Wahid (1994) disebabkan karena meluasnya sikap taklid di kalangan umat Islam, yang dalam sejarah ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa al-Sayuti (awal abad ke -10 H) sampai akhir abad ke-13 H.
            Selanjutnya, sejak penghujung abad ke-13 H hingga saat ini, perhatian ulama terhadap ulu>m al-Qur’an bangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian Al-Qur’antidak hanya terbatas pada cabang-cabang ‘ulu>m al-Qur’an yang ada sebelumnya, melainkan telah berkembang, misalnya penterjemah Al-Qur’an kedalam bahasa asing. Juga telah disusun berbagai kitab ‘ulu>m al-Qur’an, diantaranya ada mencakup bagian-bagian (cabang-cabang) ‘ulu>m al-Qur’an secara keseluruhannya, ada pula yang hanya sebagian. Diantaranya ulama yang menysuusn kitab Ulumul Qur’an yang mencakup sebagian besar cabang-cabangnya adalah Tahir al-Jazayiri dalam bukunya : al-Tibyan li Ba’d al-Mabahis al-Muta’alliqah bi al-Qur’an pada tahun 1335 H. begitu pula Syekh Mahmud Abu Daqiqah, seorang ulama besar al-Azhar, menyusun kitab tentang ulum al-Qur’an. Setelah itu, Muhammad Ali selama menyusun kitab Manhaj al-Furqan fiy Ulum al-Qur’an yang mencakup berbagai cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kemudian disusul oleh Muhammamd Abd al-Azim al-Zarqaniy dengan bukunya Manihil irfan Fiy Ulum al-Qur’an. Selanjutnya, Ahmad Aliy menyusun kitab Muzakkirah Ulum al-Qur’an dan Subhi Salih menyusun kitab Mabahis fiy Ulum Qur’an.(Manna al Qattan :hal. 15)
            Kitab-kitab lain yang juga lahir pada masa ini adalah Mahabis fiy Ulum al-Qur’an, karya Manna’ al-Qattan, al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an, karya Ali al-Saboni, Ulum al-Qur’an wa al-Hadis, karya Ahmad Muhammad Ali Daud. Dalam bahasa Indonesia dikenal pula T.M. hasbi sh-Shiddieqy dengan karyanya: Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada tiga bagian yaitu, Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
            Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran sangatlah luas, dan banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran, penulis makalah juga merasa betapa bodohnya kita setelah mempelajari ilmu alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di miliki tidak sebanding.
            Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya seperti halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir.

B.     Saran

            Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia utama di akherat karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW oleh ALLAH SWT melalui malaikan jibril. Dan sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah Al-Qur’an.





DAFTAR PUSTAKA


1Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Lintera AntarNusa,2016), Cet. 17, h. 517
2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. VIII, h. 277
3 Mujid al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Farizi, al-Qamus al- Muhith, (Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1952/1371 H ), Juz. IV, Cet. II, h. 155
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004), h.507
5 Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahil al- Irfan fi Ulum al-Qur’an, ( Beirut: Dar al-Kutubal-‘Ilmi’ah, 1996/1416 H), Juz I, h.16
6 Lihat: Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al- Madkhal li Dirasah al- Qur’an al- Karim,(Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412), h.19-20
7 Muhammad bin Muhammad Abu Sya’bah, al- Madkhal li Dirasah al-Qur’an al- Karim, h. 19-20
8Ibid.,
9 Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 27
10 Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. ( Berikut: Al- Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’, 1973), h. 15
11 T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.10-11
12 Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, h. 9
[13]Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
[14]Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
[15]Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
[16]Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000







Makalah ini disusun oleh :
- Ega Andriani
- Arief Rusyandy
-Ismah Faturohmi







Next Post Previous Post

Pages