Makalah Kebaikan dan Keburukan serta Hari Pembalasan (Ilmu Tauhid)

Salah satu contoh Makalah Kebaikan dan Keburukan serta Hari Pembalasan pada Mata Kuliah Ilmu Tauhid 


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Kebaikan dan keburukan adalah suatu perbuatan yang sering kita lakukan di dunia. Definisi dari kebaikan dan keburukan pun kita mengetahuinya secara tersendiri dari perilaku atau perbuatan yang dilakukan. Setiap perbuatan kebaikan dan keburukan tentu ada macam macamnya dan ada tempat tempat tersendiri saat kita melakukanya. Dan setiap perbuatan yang kita lakukan apapun itu pasti ada balasannya, kebaikan yang kecil atau yang besar serta keburukan yang kecil atau yang besar pasti akan ada balasannya maupun balasanya terjadi di dunia yang langsung ataupun balasannya nanti di akhirat kelak.
Dari ini semua yang kita ketahui bahwa Allah SWT Maha Adil kepada seluruh manusia di dunia, ini adalah bukti keadilan Allah SWT.   

1.2 Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :      
  1. Apa pengertian kebaikan ?
  2. Bagaiman perilaku kebaikan itu ?
  3. Apa pengertian keburukan ?
  4. Bagaimana perilaku keburukan itu ?
  5. Apa pengertian keadilan ?
  6. Bagaimana keadilan Allah terhadap perbuatan setiap manusia ?
  7. Apa hari pembalasan ?
  8. Apa balasannya setiap perbuatan manusia di akhirat nanti ?

1.3 Tujuan 
  1. Memahami pengertian kebaikan.
  2. Mengetahui apa saja perilaku kebaikan. 
  3. Memahami pengertian keburukan.
  4. Mengetahui apa saja perilaku keburukan.
  5. Memahami pengertian keadilan.
  6. Mengetahui keadilan Allah terhadap semua perbuatan manusia di dunia.
  7. Memahami pengertian Hari Pembalasan.
  8. Mengetahui balasan di akhirat terhadap semua perbuatan manusia di dunia

 1.4 Manfaat
        Supaya kami semua dan para pembaca mengetahui akan suatu perilaku atau perbuatan kebaikan dan keburukan yang dilakukan serta keadilan yang Allah SWT berikan dan balasan yang akan di terima di akhirat atas perbuatan kebaikan dan keburukan yang kita lakukan.


   
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Kebaikan
Kebaikan adalah suatu perbuatan yang dilakukan kepada seseorang dan melakukannya dinilai ibadah oleh Allah dan sebagai ganjarannya Allah memberikan pahala untuk balasan perbuatan kita. Namun ganjaran tidak selalu kita terima didunia saja, namun kelak di akhirat juga.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa : 40)
Maksud dari ayat diatas Maksudnya Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah (semut yang paling kecil), bahkan kalau dia berbuat baik, maka pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah menjadi sepuluh sampai tujuh ratus, bahkan lebih dari itu serta akan diberikan pahala yang besar yang tidak dapat diperkirakan oleh seseorang sesuai keadaannya, manfaatnya, keadaan pelakunya dan keikhlasannya.

2.2 Perbuatan Baik
Akhlak mulia yang digambarkan alquran memberi petunjuk tentang sikap dan sifat ketundukan manusia kepada seruan Tuhan yang diperkuat dengan kemampuan akalnya. Dengan kata lain kebaikan akhlak adalah kebaikan yang disandarkan pada kepada pentunjuk syara’ dan akal sehat manusia sekaligus.
Ibnu Miskawih menyatakan bahwa kebaikan manusia terletak pada “berfikir” Menurut beliau kebahagian hanya akan terjadi jika terlahir tingkahlaku yang sempurna yang khas bagi alamnya sendiri, dan bahwa manusia akan bahagia. Jika timbul dari dirinya seluruh tingkah laku yang tepat berdasarkan pemikiran. Oleh karena itu kebahagian manusia bertingkat–tingkat dengan jenis pemikiran dan yang dipikirkanya.
Ditegaskan Ibnu Miskawih bahwa kebaikan yang sempurna adalah kebahagian merupakan akhir kebaikan dan kebaikan yang paling utama. Pada akhirnya beliau menyatakan bahwa tingkatan kebajikan terakhir adalah apabila seluruh perbuatan manusia bersifat Ilahi.
Dalam kehidupan manusia terdapat kewajiban berbuat baik dan menghindari perbuatan jelek/buruk yang bersifat universal dan merupakan keharusan moral, berdasarkan kodrati kemanusiaan. Berdasarkan itu manusia mengerti segala kewajibannya sebagai perintah Tuhan. Itulah sebetulnya bukti tentang adanya Tuhan, dan bukti itu adalah bukti yang praktis.
Bila diklasifikasikan berdasarkan dimensi, menurut Al-Ghazali, akhlak mempunyai tiga dimensi, yaitu: dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya seperti ibadah dan shalat; dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesamanya; dan dimensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya.
Ketuhanan adalah dasar dari seluruh kesusilaan dan tujuan kesusilaan.
Tanpa ketuhanan tidak mungkin ada kesusilaan yang berkembang. Kebenaran teristimewa dalam ilmu akhlak/etika adalah postulat : adanya Tuhan, kebebasan kehendak, dan keabadian jiwa.

2.3 Pengertian Keburukan
Keburukan merupakan lawan dari kebaikan. Apabila seseorang melakukan suatua keburukan maka akan bernilai dosa dimata Allah, dan kebanyakan keburukan ini apabila dilakukan bisa merugikan orang lain. Dan ingatlah apabila kita melakukan keburukan ini kepada orang lain mungkin suatu saat keburukan akan menimpa kita pula karena sesungguhnya Allah itu Maha Adil.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al-Isra’ : 7)
Maksud dari ayat ini  Karena manfaatnya kembali kepada kamu, bahkan ketika di dunia, saat kamu berbuat ihsan kamu dapat mengalahkan musuhmu. Sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memberikan kekuasaan kepada musuhmu terhadap kamu ketika kamu melakukan berbagai kemaksiatan. Yakni membuatmu sedih dengan kesedihan yang nampak di wajahmu karena adanya pembunuhan dan penawanan. Sebagaimana sebelumnya. Mereka membinasakan rumah-rumahmu, masjid-masjid, dan ladang tempat kamu bercocok tanam.

2.4 Perilaku Keburukan
Akhlak tercela yang diinformasikan Alquran memberikan gambaran bahwa perilaku itu merupakan kemenangan tabiat buruk manusia. Seperti telah dijelaskan pada keterangan yang telah lalu, pada dasarnya kecenderungan manusia kepada keburukan dipengaruhi oleh hawa dan syahwatnya. Oleh karena itu, wajar bila Alquran menjelaskan bahwa menuruti hawa nafsu merupakan akhlak tercela. Akhlak tercela juga menggambarkan kebodohan, kesombongan, kerakusan dan sifat-sifat lainya yang menandakan manusia dikendalikan oleh syahwah-nya.

2.5 Pengertian Keadilan
Keadilan dalam bahasa sebenarnya adalah memberikan sesuatu pada tempatnya, adil bukan berarti sama rata, melainkan memberikan sesuatu pada orang yang tepat sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam pengertian keadilan ada beberapa macam pengertian yang diungkapkan oleh para ahli ilmu kemanusiaan, berikut adalah beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian keadilan.
A. Pengertian keadilan menurut Aristoteles
Aristoteles mengemukakan epndapatnya mengenai pengertian keadilan bahwa keadilan merupakan tindakan yang memberikan sesuatu kepada orang yang memang menjadi haknya.
B. Pengertian keadilan menurut Frans Magnis Suseno
Sedangkan menurut Suseno, keadilan adalah  keadaan dimana sesama manusia saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing yang membuat keadaan menjadi harmonis.
C. Pengertian keadilan menurut Thomas Hubbes
Menurut Hubbes, keadilan adalah sebuah keadaan dimana ada suatu perjanjian yang kemudian isi perjanjian tersebut dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa berat sebelah.
D. Pengertian keadilan menurut Plato
Dan pengertin yang terakhir adalah menurut Plato yaitu dimana keadilan adalah mematuhi semua hukum dan perundangan yang berlaku.
Firman Allah SWT :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah  melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
Ayat tersebut termasuk salah satu ayat yang paling komprehensif di kitab al-Quran, karena dalam ayat digambarkan hubungan manusia dan sosial kaum Mukmin  di dunia yang berlandaskan pada keadilan, kebaikan dan menjauh dari segala kezaliman dan arogansi. Bahkan hal itu disebut sebagai nasehat ilahi yang harus dijaga oleh semua orang. Adil dan keadilan merupakan landasan ajaran Islam dan  syariat agama ini. Allah Swt tidak berbuat zalim kepada siapapun dan tidak memperbolehkan seseorang berbuat zalim kepada orang lain dan menginjak hak orang lain. Menjaga keadilan dan menjauh dari segala perilaku ekstrim kanan dan kiri menyebabkan keseimbangan diri manusia dalam perilaku individu dan sosial.
Tentunya, etika Islam atau akhlak mendorong manusia berperilaku lebih dari tutunan standar atau keadilan, dalam menyikapi problema sosial dan memaafkan kesalahan orang lain. Bahkan manusia bisa melakukan lebih dari hak orang lain, yang ini semua menunjukkan kebaikan atau ihsan. Allah Swt yang memperlakukan manusia dengan landasan ihsan, mengajak manusia untuk berperilaku baik dengan orang lain di atas standar keadilan.
Dari sisi lain, Allah Swt melarang beberapa hal untuk  menjaga keselamatan jiwa dan keamanan masyarakat. Hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt disebut sebagai perbuatan tercela dan buruk. Manusia pun mengakui bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt adalah tindakan yang buruk dan tercela.
 Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di samping keadilan, ihsan atau kebaikan juga dianjurkan. Sebab, ihsan akan menjaga ketulusan di tengah  masyarakat.
2. Ajaran agama selaras dengan akal dan fitrah manusia. Kecenderungan pada keadilan dan ihsan serta jauh dari perbuatan munkar adalah tuntutan-tuntutan semua manusia yang sekaligus perintah Allah Swt.

2.6 Keadilan Allah terhadap Perbuatan Manusia
Kata keadilan dan maksudnya sudah tidak asing lagi bagi setiap manusia. Ia merupakan sesuatu yang sangat diharapkan dan didambakan oleh orang-orang yang merasakan kehidupan sosial sudah tidak wajar lagi. Berbicara tentang keadilan tidak mengenal batas, ruang dan waktu. Dimana saja komunitas manusia berada, maka kata keadilan akan muncul bersamaan dengannya. Apa sebenarnya keadilan itu? Bagaimana Islam memandang keadilan? dan apa yang telah Islam upayakan dalam menegakkan keadilan.
            Memang kata keadilan mempunyai makna yang luas dan banyak tergantung terminologi yang kita pakai untuk memaknainya. Dalam salah satu terminologi, keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, dalam terminologi yang lain keadilan diartikan memberikan hak kepada pemiliknya, dan juga berarti sebuah bawaan dalam diri seseorang untuk senantiasa menjaga konsekuensi-konsekuensi taqwa dan lain sebagainya. Dalam hal ini kami akan membahas  keadilan yang berkaitan dengan sifat Allah (Keadilan Ilahi) dan implikasinya dalam kehidupan umat manusia.
1          1.     Keadilan adalah sifat Allah SWT
Kaum muslimin bersepakat bahwa Allah adalah Zat Yang Mahaadil dan Mahabijaksana. Karena Quran dalam beberapa ayatnya mengata-kan tentang hal itu dan menafikan sifat zhalim dari Allah. Meski mereka bersepakat tentang masalah ini, namun pada kajian teologi Islam terdahulu sempat terjadi perdebatan yang sangat seru antara golongan yang mengatakan dirinya sebagai "Adliyyah" dan golongan yang disebut dengan "Non Adliyyah".
Perbedaan tersebut muncul karena perbedaan frame untuk melihat apa atau siapa yang menentukan baik dan buruknya perbuatan dasar manusia. Sehubungan dengan keadilan, golongan pertama berpendapat bahwa Allah tidak berbuat sesuatu kecuali dengan adil dan bijak, sementara yang kedua mengatakan bahwa segala perbuatan Allah pasti berdasarkan keadilan. Sekilas dua pernyataan tadi sama, tetapi sebenarnya berbeda. Dan perbedaan itu terletak pada yang telah disebutkan  tadi. Dalam pandangan Imamiyyah-Ahlil Bait, masalah keadilan menduduki posisi yang amat sangat penting sekali dan mereka menjadikannya sebagai dasar agama setelah "Tauhid". Perlu diinformasikan bahwa dalam kajian awal tentang ilmu akidah Imamiyyah diterangkan lima dasar agama (Ushuluddin al khamsah): Tauhid, Keadilan, Kenabian, Kepemimpinan, dan Ma’ad. Menurut mereka, sifat adil dijadikan sebagai salah satu dari dasar-dasar agama sementara sifat-sifat lainnya tidak, karena beberapa alasan berikut ini;
Diantara sifat-sifat dan asma Allah, keadilan mempunyai keistimewaan tersendiri karena menurut Syaikh Makarim Syirazi, beberapa sifat-sifat Allah kembali kepada sifat adil seperti sifat kasih sayang, pemberi rezeki, bijaksana dan lainnya.
Oleh karena cabang-cabang agama merupakan pancaran dari dasar-dasar agama dan syariat diturunkan sebagai upaya Tuhan untuk  menegakkan keadilan di tengah masyarakat umat manusia. maka sifat adil Allah menjadi lebih menonjol dibandingkan sifat-sifat lainnya.
Menjadikan sifat adil sebagai salah satu dasar dari agama memberikanindikasi secara eksplisit bahwa keadilan harus ditegakkan dan itu termasuk dari anjuran hadits Qudsi, "Berakhlaklah dengan akhlak Allah".
Lebih jelasnya keadilan merupakan poros dari seluruh ajaran agama, dan juga sebagai penyebab diutusnya para Nabi, diturunkannya kitab-kitab dan dibangkitkannya manusia di alam mahsyar dan alam akhirat, atau dengan kata lain, elemen-elemen agama seperti syariat, kenabian, kepemimpinan dan kebangkitan hari akhirat merupakan konsekuensi logis dari keadilan Ilahi. Karena jika Allah tidak mengutus para Nabi dan tidak menurunkan kitab, maka tujuan dari penciptaan manusia (yaitu kesempurnaan manusia dengan kembali kepada-Nya) tidak akan tercapai, atau paling tidak, sangat sulit, sehingga dengan sendirinya, penciptaan manusia dan alam sekitarnya akan menjadi sia-sia.
Demikian pula jika tidak ada hari pembalasan, maka Allah sangatlah tidak adil karena karena Ia membiarkan orang-orang yang berbuat kejahatan dan penindasan tanpa balasan dan membiarkan orang-orang yang tertindas tidak mendapat menyaksikan balasan atas-orang-orang yang pernah menindas mereka. Nah untuk itu semua, Allah Yang Mahaadil mengutus para Nabi, menurunkan kitab dan membangkitkan manusia di alam akhirat.
Keadilan Ilahi tidak hanya berkaitan dengan moral dan peraturan sosial-kemanusiaan  saja, tetapi keadilan Ilahi berlaku juga dalam menciptakan alam raya lahiriah ini. Nabi Muhammad saaw. bersabda, "Dengan keadilan langit dan bumi ditegakkan". Artinya tanpa keadilan, ekosistem alam semesta ini tidak akan tegak atau malah alam ini tidak akan ada sama sekali. Jadi alam raya ini ada karena keadilan, dan sistem yang berlaku di dalamnya juga dengan adil.
Oleh karena itu, sifat adil menjadi sifat yang paling nyata dan paling berperan dalam perbuatan-perbuatan Allah, baik yang berkaitan dengan karya alami yang lahiriah atau filosofi penciptaan.
2.      Konsep keadilan Allah dilihat dari Antonimnya
Para Ulama menyebutkan anonim dari keadilan yaitu kezhaliman. Kata kezhaliman mempunyai arti yang banyak sebanyak arti kata keadilan itu sendiri. Allah SWT sebagai Zat Yang Maha adil sangat jauh dari sifat zhalim (lihat surat Yunus: 144, Al Nisa: 40, Al Anbiya: 47 dan Qaf: 29). Jadi dua kata ini tidak mungkin kumpul dalam diri satu zat. Ketika Allah disifati adil berarti Dia tidak zhalim. Yang menarik, para ulama ketika hendak membuktikan keadilan Allah biasanya mereka terlebih dahulu menafikan dari-Nya faktor-faktor perbuatan zhalim.
Diantara faktor-faktor tersebut adalah:
a)            Kebodohan
Terkadang seseorang berbuat kezhaliman atau kesalahan karena dia tidak mengetahui bahwa yang dia lakukan itu adalah salah atau zhalim. Oleh karena Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, maka tidak mungkin Dia tidak mengetahui perbuatan yang zhalim dan salah itu.
b)      Kebutuhan
Faktor lain seseorang berbuat kezhaliman atau kesalahan adalah dia membutuhkan sesuatu yang tidak dia miliki, lalu dia mencoba mengambilnya secara zhalim. Allah Mahakaya sehingga Dia tidak membutuhkan kepada selain diri-Nya sendiri.
c)      Kelemahan
Seseorang karena tidak berdaya untuk menghindari kezhaliman atau kesalahan, maka dia terpaksa melakukannya. Allah Zat Yang Mahakuasa untuk berbuat sesuatu sehingga tidak ada sesuatupun yang memaksa-Nya.
d)     Main-main
Seringkali seseorang berbuat kezhaliman atau kesalahan hanya karena main-main atau iseng. Allah jauh dari mempunyai motivasi seperti itu, karena motivasi ini timbul dari seseorang yang tidak mempunyai tujuan dalam perbuatannya.
Tentu empat faktor tadi tidak ada pada Zat Allah, maka Dia tidak akan pernah berbuat kezhaliman atau dengan kata lain, Dia selalu berbuat sesuatu dengan adil. Atas dasar asumsi ini, maka segala fenomena alam eksternal seperti gempa bumi, gunung berapi dan lainnya ataupun internal seperti cacat fisik, kelaparan dan lainnya bukanlah fenomena-fenomena yang dikecualikan dari keadilan Ilahi. Secara umum dan global fenomena-fenomena itu mengandung sebuah nilai sains-filosofis yang sebagian darinya telah terungkap. Allah berfirman: "Yang telah baik menciptakan segala sesuatu." (Qs. Sajdah: 7). Karena tidak ada alasan dan faktor bagi Allah untuk melakukan kesalahan dan kezhaliman, seperti tersebut tadi. Jadi jika ada fenomena khususnya yang internal bukanlah kesalahan atau kezhaliman dari Allah, tapi itu merupakan kesalahan manusia kalau tidak, ia mengandung sebuah kemashlahatan

2.7 Pengertian Hari  Pembalasan
Yaum al-din (hari pembalasan) berarti hari berakhirnya rangkaian alam kehidupan yang pernah dijalani manusia, mulai dari Alam Arwah, Alam Arham, Alam Fana', dan Alam Barzakh (Alam Kubur). Yaum al-din disebut juga dengan yaum al-akhirah (hari akhirat) karena tidak ada lagi jenis kehidupan lain sesudahnya.
Yaum al-din disebut sebagai hari pembalasan karena pada periode kehidupan terakhir bagi umat manusia ini akan diperlihatkan hasil usaha manusia yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di akhirat.
Pengertian tersebut di atas sesuai dengan ayat:
"Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya". (QS Gafir [40]:17).
Ayat ini mengunakan istilah al-yaum, yang lebih tepat diartikan waktu atau masa tertentu, bukan hari dalam arti siklus perputaran matahari atau bulan yang limit waktunya sekitar 12 jam.
Jika waktu itu tiba, maka manusia akan merasakan kebenaran apa yang telah diinformasikan oleh Alquran:
"Di tempat itu (Padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnyadan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan" (QS Yunus [10]:30).
Situasi Yaum al-Din digambarkan sepertinya sangat berbeda ketika kita sekarang ini berada di Alam Fana di dunia ini. Di sini kita bisa merasakan kemahapengasihan dan kemahapenyayangan Allah SWT sebagaimana dijelaskan di dalam ayat pertama, kedua, dan ketiga dari Surah Al-Fatihah. Tetapi setelah masuk ke ayat ketiga dan seterusnya maka situasi di hari akhirat terkesan lebih tegas.
Secara garis besar, Yaumul Jaza (Hari Pembalasan ) adalah hari di mana seluruh umat manusia mendapatkan balasan atas perbuatannya di dunia. Balasan yang akan diperoleh manusia tergantung dari amalan yang sudah dikumpulkan di dunia. Jika manusia tersebut beramal baik selama hidupnya di dunia, maka surga adalah balasannya. Dan jika manusia beramal buruk, maka neraka dan siksanya adalah balasannya.

2.8 Balasan Setiap Perbuatan di Akhirat
      1.      Perbuatan Baik
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman ketika menjelaskan keadaan orang-orang yang berbuat baik (beramal shalih, red);
والله يدعو الىدار السلم ويهدي من يشا ء لى صراط مستقيم
للذين احسنو اا لحسنى وزيا دة ولايرهق وجوههم قترولاذلة ا لئك اصحب الجنة هم فيها خلدون
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (Surga), dan menunjukki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam). Orang-orang yang berbuat baik mendapatkan pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni Surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus 25-26)
            Berkata al-‘Allamah asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy –semoga Allah Ta’ala merahmatinya- ketika menafsirkan ayat diatas, “Allah Ta’ala mengajak, mendorong dan menganjurkan hamba-hambaNya secara umum kepada Darussalam (Surga), dan Dia mengkhususkan hidayah kepada siapa (saja) yang Dia kehendaki untuk dipiih dan diangkatNya. Ini adalah karunia dan kebaikanNya, dan Allah mengkhususkan rahmatNya kepada hambaNya yang Dia kehendaki. Ini adalah keadlilan dan hikmahNya, tidak ada seseorang pun yang memiliki hujjah setelah adanya penjelasan dan (setelah) diutusnya Rasul. Allah Subhaanahu wa Ta’ala menamakan Surga dengan Darussalam karena ia selamat dari cacat-cacat dan kekurangan, dan hal itu dikarenakan kesempurnaan nikmatnya, kelengkapannya, kekekalannya dan keindahannya dari segala segi.
Manakala Dia mengajak kepada Darussalam maka seakan-akan jiwa itu berhasrat kepada amal perbuatan yang mengantarkannya kepada Surga, maka Dia menyampaikannya dengan firmanNya, “Orang-orang yang berbuat baik mendapatkan pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya”. Maksudnya, orang-orang yang berbuat baik dalam beribadah kepada A llah hendaklah beribadah kepadaNya dengan pijakan muraqabah (merasa diawasi), dan ketulusan (keikhlasan) dalam beribadah, dan melaksanakan apa yang dia mampu darinya.     Mereka juga berbuat baik kepada hamba-hamba Allah dengan apa yang mereka mampu, berupa perbuatan baik yang bersifat perkataan dan perbuatan: memberikan kebaikan materi, kebaikan jasmani, amar ma’ruf, nahi mungkar, mengajar orang-orang yang bodoh (jahil), memberikan nasihat kepada orang-orang yang berpaling dan kebaikan-kebaikan yang lain.
Orang-orang yang berbuat baik itulah yang mendapatkan kebaikan i.e Surga yang sempurna kebaikannya dan sebuah tambahan melihat Wajah Allah Ta’ala yang mulia, mendengar firmanNya, meraih ridhaNya, (dan) berbahagia dengan kedekatan kepadaNya. Dengan ini terwujudlah harapan tertinggi yang diharapkan oleh orang-orang yang berharap dan sesuatu yang dimohon oleh orang-orang yang memohon.

Kemudian Dia menyebutkan lenyapnya ketakutan mereka, Dia berfirman :
Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan”. Maksudnya, mereka tidak ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan dari segi apapun, karena jika sesuatu yang tidak diinginkan menimpa manusia, maka hal itu akan terbaca di wajahnya, ia akan kusut dan suram. Adapun mereka (yang mengerjakan amal shalih), maka Allah berfirman tentangnya,
تعرف في وجوههم نضرةالنعيم
Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan”. (QS. Al-Muthaffifin 24).
Mereka itu adalah penduduk Surga yang tinggal kekal di dalamnya, tidak berpindah, tidak lenyap dan tidak akan berubah.”

         2.      Perbuatan Buruk
   Di ayat berikutnya Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman (ketika menjelaskan keadaan orang-orang yang berbuat keburukan), “Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Mereka tidak memiliki seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Yunus 27)
     Kembali asy-Syaikh al-Mufassir Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy –semoga Allah Ta’ala merahmatinya- menjelaskan ayat diatas di dalam tafsirnya, “Manakala Allah menyebutkan penduduk Surga, maka Dia menyebutkan penghuni Neraka, lalu Dia menyebutkan bahwa barang dagangan mereka yang mereka dapatkan di dunia adalah amal-amal buruk yang mengundang murka Allah berupa berbagai macam kekufuran, pendustaan dan kemaksiatan, maka balasan (kepada) mereka adalah keburukan yang sepertinya yakni balasan yang menyedihkan mereka menurut keburukan yang mereka lakukan sesuai dengan perbedaan keadaan mereka. “Dan mereka ditutupi”, maksudnya dinaungi, “kehinaan” di hati mereka dan ketakutan terhadap azab Allah, tidak ada yang melindungi mereka darinya, dan tidak ada yang membentengi. Kehinaan batin itu merembet kepada lahir mereka, maka wajah mereka (pun) menghitam “seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. Berapa (jauh) perbedaan antara kedua golongan (tersebut)?. Betapa jauhnya jurang antara keduanya.
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya-lah mereka melihat. Dan wajah (orang-orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat.” (QS.Qiyamah 22-25)
Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria. Dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.” (QS. Abasa 38-42)” [Taisir al-Kareem ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannaan, vol. 3, juz. 11]
Dari penjelasan as-Syaikh as-Sa’dy diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perbuatan baik dalam bentuk amalan shaliha akan membawa pelakunya kepada Darussalam (Surga) yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, tempat yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan, lagi kekal di dalamnya untuk selama-lamanya, ‘abadan ‘abada. Wajah mereka berseri-seri, tidak ditutupi oleh debu hitam, dan tidak pula oleh kehinaan. Adapun perbuatan buruk dalam bentuk kesyirikan, kekufuran, pendustaan terhadap ayat-ayat Allah Tabaaraka wa Ta’ala dan risalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan berbagai bentuk kemaksiatan, akan membawa pelakunya kepada Neraka, azab Allah Tabaaraka wa Ta’ala yang pedih, dan kehinaan tiada akhir. Wajah mereka menghitam, tertutupi oleh debu dan kegelapan seakan-akan tertutupi oleh kepingan-kepingan malam yang gelap gulita, na’udzubillaahi min dzalik. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang pertama yang ikhlas dalam mengerjakan amal shalih dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallama demi mengharapkan Wajah Allah yang mulia di Surga kelak. Wallahu Ta’ala a’lamu.

  
 BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari pembahasan diatas adalah :
  1. Bahwa suatu perbuatan baik adalah amal yang terpuji, serta setiap kebaikan akan ada balasannya. Balasan yang akan di terima bisa terjadi secara langsung di dunia maupun terjadi nanti di akhirat kelak.
  2. Bahwa suatu perbuatan buruk adalah amal yang tidak terpuji sama seperti kebaikan, keburukan juga akan mendapatkan balasannya terhadap apa yang kita perbuat, mungkin balasan yang di terima tidak terjadi di dunia tetapi nanti di akhirat kelak.
  3. Dari perbuatan baik da buruk pasti akan ada balasannya, ini adalah suatu keadilan Allah yang diberikan terhadap semua manusia di dunia, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan baik atau buruk akan ada balasan yang tak terduga yang Allah berikan dan Allah tak akan mengurangi suatu pahala walaupun hanya kecil kebaikan yang kita lakukan.  


3.2 Saran
     Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang kurang di dalamnya maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari Bapak  dosen yang membawakan mata kuliah ini.
     Himbauan kepada teman teman yang membaca makalah ini, untuk terus mencari ilmu tentang materi yang kami bawa ini. Yang bersumber dari buku ataupun yang lainnya, karena kami selaku penyusun makalah ini hanya mengambil dari sedikit informasi saja, sehingga belum dapat menyempurnakan makalah yang kami buat.



DAFTAR PUSTAKA

http://laabaksa.blogspot.co.id/2011/01/kebaikan-dan-keburukan.html
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-40
            http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-40-46.html
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-isra-ayat-1-11.html
http://genggaminternet.com/pengertian-keadilan-dan-macam-macam-keadilan/
http://indonesian.irib.ir/islam/al-quran/item/85554-tafsir-al-quran,-surat-an-nahl-ayat-90-92
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/16/02/05/o22seo313-apa-itu-hari-pembalasan
http://old-nakula.blogspot.co.id/2011/12/kebaikan-vs-keburukan-serta-balasannya.html





Makalah ini disusun oleh :
- Fani Agung Mulyani
- Fitria Nur Hasannah
- Nabiila Setiawan







Next Post Previous Post

Pages