Makalah Pengertian, Visi, Misi, Tujuan dan Hukum Pernikahan (Fiqh (II) Mu'amalah)
Salah satu makalah mengenai Bab Pernikahan pada mata kuliah Fiqh (II) Mu'amalah
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqh
menurut terminologi, berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran
agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan
arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fikih diartikan
sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah
islamiyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan
berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci. Selain itu fiqh juga
terdapat cabang-cabang ilmunya, seperti halnya bab pernikahan yang terdapat
pada fiqh munakahat
Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan
berpasang-pasangan, ada lelaki ada perempuan, salah satu ciri makhluk hidup
adalah berkembang biak yang bertujuan untuk meneruskan generasi atau
melanjutkan keturunan. Oleh sebab itu Allah SWT memberikan manusia karunia
berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk
melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua
sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam
telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya.
Islam menjadikan lembaga pernikahan,agar lahir keturunan secara terhormat, maka
pernikahan adalah satu hal yang wajar jika dikatakan sebagai suatu
peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah. Adapun
makalah ini akan membahas mengenai pengertian, visi, misi
tujuan dan hukum pernikahan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian pernikahan ?
2.
Bagaimana
visi
pernikahan ?
3.
Bagaimana misi pernikahan ?
4.
Bagaimana tujuan pernikahan ?
5.
Bagaimana hukum pernikahan ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah
:
1.
Mengetahui
pengertian
pernikahan
2.
Mengetahui visi pernikahan
3.
Mengetahui misi pernikahan
4.
Mengetahui tujuan pernikahan
5.
Mengetahui hukum pernikahan
D.
Manfaat Penulisan
Supaya saya dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami pengertian, visi,
misi, tujuan dan hukum pernikahan beserta dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang
bersangkutan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
saya dan para pembaca serta dapat dijadikan sebagai rujukan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pernikahan
Dalam
bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa
artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga
“pernikahan”. Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut dengan berasal
dari kata an-nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan
di atas, menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain
nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti merangkum,
menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah. adapun pernikahan
yang berasal dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau mengumpulkan.
Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( زواج
), ( نكاح ) keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah
dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu ( الوطء والضم ) baik arti secara
hakiki ( الضم ) yakni menindih atau
berhimpit serta arti dalam kiasan ( الوطء
) yakni perjanjian atau bersetubuh.
Ta’rif
pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang bukan mahram. Terdapat dalam firman Allah SWT :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا
طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa :
3)
Adapun
makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fiqh memiliki
pendapatnya sendiri antara lain :
1)
Ulama Hanafiyah
mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan
menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan
termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau
kenikmatan.
2)
Ulama Syafi’iyah
menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal حُ حاكَكنِن
, atau كَ ز كَ وا حُ ج
, yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn.
3)
Ulama Malikiyah
menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang dilakukan
untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
4)
Ulama Hanabilah
menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal انِ نْ ن كَ كا حُ ح atau كَ نْ نِ و نْ حُ ج yang artinya
pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama
lain.
5)
Saleh Al
Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki
dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan
untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
6)
Muhammad Abu
Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa nikah
adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal
dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya.
B.
Visi Pernikahan
Visi
merupakan serangkaian kata yang menunjukkan impian, cita-cita atau nilai inti
sebuah organisasi, perusahaan atau instansi. Visi merupakan tujuan masa depan
sebuah instansi, organisasi, atau perusahaan. Visi juga adalah pikiran-pikiran
yang ada di dalam benak para pendiri. Pikiran-pikiran tersebut adalah gambaran
tentang masa depan yang ingin dicapai. Maka dalam sebuah pernikahan juga
terdapat visi yang ingin diraih oleh dua insan yang bersatu dalam ikatan
pernikahan, visi pernikahan dalam Al-Qur’an tersebut termaktub dalam tiga ayat
berikut :
1)
Surah
Al-Furqon ayat 74
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon : 74)
Dalam ayat
diatas termaktub visi dari sebuah pernikahan yaitu sebuah do’a atau harapan
atau juga sering disebut sebagai visi yaitu pasangan dan keturunan sebagai
penyenang hati serta harapan agar jadikan imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Tiga kata dalam surah ini yang mengkiaskan visi pernikahan adalah pasangan,
keturunan serta imam bagi orang-orang yang bertakwa (generasi
berkualitas).
2)
Surah
At-Tahrim ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarna adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkannya.” (QS.At
Tahrim : 6)
Pada surah At-Tahrim ini Allah
mengingatkan kita khususnya para keluarga akan kehidupan setelah mati nanti,
dimana setiap amal perbuatan dunia akan dipertanggungjawabkan. Ayat ini juga
mengingatkan kita khususnya para keluarga agar menumbuhkan kesadaran akan hari
akhir serta hari pembalasan kepada setiap anggota keluarganya. Visi pernikahan
yang termaktub dalam surah ini adalah visi untuk menjaga diri sendiri dan
keluarga dari neraka yang juga memiliki makna agar menggapai syurga-Nya Allah
SWT sekeluarga.
3)
Surah
At-Tur ayat 21
وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا
أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami
tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat
dengan apa yang dikerjakannya.” (QS.At-Tur
: 21)
Pada surah ini Allah memberikan
sebuah hadiah bagi siapa saja yang diantara kita yang menjaga keimanan dan
hadiahnya adalah sebuah keterikatan dengan keluarga lainya serta juga hadiah
berupa pahala dari Allah SWT. Setiap kebaikan yang kita kerjakan, yang kita
tumbuhkan dalam keluarga kita serta kita wariskan pada anak cucu kita kelak
akan berbuah manis yaitu pertemuan indah di syurga-Nya kelak.
Dari ketiga surah diatas kalau kita
cermati Allah SWT lebih menekankan pada kita tentang keturunan dan kehidupan
setelah mati yaitu syurga dan neraka. Inilah sebuah visi mulia dari Al-quran,
visi yang tak hanya berbicara tentang kebahagiaan di dunia namun juga hingga ke
syurga-Nya kelak, visi yang tak hanya berharap indah dan bahagianya sebuah
pernikahan namun juga kebersamaan hingga ke syurga-Nya kelak.
C. Misi Pernikahan
Sebelum
visi terlaksana tentu ada langkah-langkah atau proses untuk mencapainya dan
proses tersebut atau langkah-langkah tersebut dinamakan sebagai misi. Misi
Adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai visi tersebut. Selain
itu, misi juga merupakan deskripsi atau tujuan mengapa perusahaan, organisasi
atau instansi tersebut berada di tengah-tengah masyarakat. Maka tentu dalam
sebuah pernikahan memiliki sebuah misi, misi pernikahan tersebut diantaranya :
1)
Menjadikan
ketaatan pada Allah sebagai prioritas utama.
2)
Menjadikan
prinsip senang dan susa, kaya maupun sempit, adalah bagian dari ujian-Nya.
3)
Istiqamah
menjadi keluarga yang kokoh di jalan dakwah sampai Allah beri kemenangan atau
kita syahid memperjuangkannya.
4)
Membentuk
pribadi yang baik.
5)
Membangun
keluarga muslim.
6)
Mencapai
derajat takwa yang sebenarnya.
7)
Memperoleh
hidup mulia atau mati syahid.
D. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah memenuhi petunjuk agama
dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis
dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya
terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup
lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar
anggota keluarga. Manusia
diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.
Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya
kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri
manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas
hidup agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup
manusia dengan aturan pernikahan. Jadi aturan pernikahan menurut Islam
merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, Sehingga tujuan
melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.
Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan pernikahan ialah
memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
Mengenai
naluri manusia terdapat pada QS. Ali Imran ayat 14 :
.....زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ
وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak . . .”
Dari ayat ini jelas bahwa manusia
mempunyai kecendenmgan terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta
harta kekayaan. Dalam pada itu manusia mempunyai fitrah
mengenal kepada Tuhan sebagaimana tersebut pada QS.
Ar-Rum ayat 30 :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menuruy fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Dan perlulah pengenalan terhadap
Allah itu dalam bentuk pengamalan agama.
Dari dua tujuan di atas dan
memperhatikan uraian Imam AI-Ghazali dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan
pernikahan, maka tujuan pernikahan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
1)
Mendapatkan
dan melangsungkan keturunan.
Naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk
mempunyai keturunan yang sah keabsahan nak keturunan yang diakui oleh dirinya
sendir, masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama Islam memberi jalan
untuk itu. Al-Qur’an juga menganjurkan agar manusia selalu berdo’a agar
dianugerahi putra yang menjadi mutiara dari istrinya, sebagaimana tercantum
dalam surah Al-Furqan ayat 74 :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan
kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.”
2)
Memenuhi
hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
Oleh Al-Qur’an dilukiskan bahwa pria dan
wanita bagaikan pakaian, artinya yang satu memerlukan yang lain, sebagaimana
tersebut pada surah Al-Baqarah ayat 187 yang menyatakan :
...أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ
الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
ۗ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka...”.
Di samping pernikahan untuk pengaturan naluri
seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang dikalangan pria dan
wanita secara harmonis dan bertanggung jawab. Pernikahan mengikat adanya
kebebasan menumpahkan cinta dan kasih sayang secara harmonis dan bertanggung
jawab melaksanakan kewajiban.
3)
Memenuhi
panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
Nafsu condong untuk mengajak kepada perbuatan
yang tidak baik, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 53 :
.... إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ ....
“...sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan...”
Dorongan nafsu utama adalah nafsu seksual,
maka dengan pernikahan dapat mengurangi atau dapat mengembalikan gejolak nafsu
seksual, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW :
“...sesungguhnya pernikahan itu dapat
mengurangi liarnya pandangan dan dapat menjaga kehormatan...”
4)
Menumbuhkan
kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga
bersungguh sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
Suami istri yang pernikahannya didasarkan pada
pengamalan agama, jerih payah dalam usahanya dan upayanya mencari keperluan
hidupnya dan keluarga yang dibinanya dapat digolongkan ibadah dalam arti luas.
Dengan demikian, melalui rumah tangga dapat ditimbulkan gairah bckerja dan
bcrtanggung jawab serta berusaha mencari harta yang halal.
5)
Membangun
rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan
kasih sayang.
Allah menjadikan unit keluarga yang dibina dengan pernikahan antara
suami istri dalam membentuk ketenangan dan ketenteraman serta megembangkan
cinta dan kasih sayang sesama warganya.
Demikian diungkapkan dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 21 :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
E.
Hukum Pernikahan
Sebagaimana
ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya disarankan
untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al
Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
”Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32)
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan- Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
(Q.S. Ar-Ruum : 21).
”Wahai para pemuda, siapa saja
diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia
menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.
Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena
berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.
1)
Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Wajib.
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
seandainya tidak kawin, maka
hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan
pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat
yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan,
sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib
sesuai dengan kaidah:
"Sesuatu yang wajib tidak sempurna
kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib juga."
Kaidah lain mengatakan:
"Sarana itu hukumnya sama dengan hukum
yang dituju"
Hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut merupakan hukum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari
perbuatan maksiat.
2)
Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Sunnat.
Orang yang telah mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kal au tidak ' kawin tidak
dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah sunnat Alasan menetapkan hukum sunnat itu ialah dari anjuran
Al-Quran seperti tersebut dalam surat An~Nur ayat 32 dan hadits Nabi yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud yang dikemukakan dalam
menerangkan sikap agama Islam terhadap perkawinan. Baik ayat Al-Quran maupun
As-Sunnah tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qorinah-qorinah yang
ada, perintah Nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnat saja.
3)
Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Haram.
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan
tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan perkawinan
bagi orang tersebut adalah haram Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 195 melarang
orang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan:
....Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri dalam kebinasaan....
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila
seseorang kawin dengan maksud untuk menerlantarkan orang lain, masalah wanita
yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan
orang lain.
4)
Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga
tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin.
Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi
kewajiban suami istn' dengan baik.
5)
Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Mubah.
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat
zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menerlantarkan istri. Perkawinan
orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan
menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini
juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin
itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin,
seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai
kemampuan untuk melakukat tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :
1)
Bahwa
pernikahan adalah suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan seorang
laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota
badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan.
2)
Visi
dari pernikahan adalah :
a)
Pasangan,
keturunan serta imam bagi orang-orang yang bertakwa (generasi berkualitas).
b)
Menjaga
diri sendiri dan keluarga dari neraka yang juga memiliki makna agar menggapai
syurga-Nya Allah SWT sekeluarga.
c)
Menjaga
keimanan dan hadiahnya adalah sebuah keterikatan dengan keluarga lainya serta
juga hadiah berupa pahala dari Allah SWT
3)
Misi
dari pernikahan adalah :
a)
Menjadikan
ketaatan pada Allah sebagai prioritas utama.
b)
Menjadikan
prinsip senang dan susa, kaya maupun sempit, adalah bagian dari ujian-Nya.
c)
Istiqamah
menjadi keluarga yang kokoh di jalan dakwah sampai Allah beri kemenangan atau
kita syahid memperjuangkannya.
d)
Membentuk
pribadi yang baik.
e)
Membangun
keluarga muslim.
f)
Mencapai
derajat takwa yang sebenarnya.
g)
Memperoleh
hidup mulia atau mati syahid.
4)
Terdapat
beberapa tujuan pernikahan, yaitu :
a)
Mendapatkan
dan melangsungkan keturunan.
b)
Memenuhi
hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
c)
Memenuhi
panggilan agama, memelihara diri dar kejahatan dan kerusakan.
d)
Menumbuhkan
kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga
bersungguh sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
e)
Membangun
rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan
kasih sayang.
5)
Hukum-hukum
dalam pernikahan diantaranya :
a)
Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan
untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina
b)
Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki
kemampuan untuk menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir
perbuatan zina
c)
Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk
menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia memiliki keinginan yang kuat
untuk menikah.
d)
Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun
ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia
hanya menikah untuk kesenangan semata
e)
Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan
untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya
atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat
memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya
apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Saya berharap makalah ini dapat menjadi rujukan atau
referensi bagi para pembaca. Serta saya dengan terbuka menerima masukan-masukan
dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
(n.d.). Retrieved from
Tafsir Web: Referensi: https://tafsirweb.com/7394-surat-ar-rum-ayat-30.html
Efendy. (2018, Juli
21). Efendy. Retrieved from
https://efendyroom.wordpress.com/2018/07/21/jangan-sekalipun-sepelekan-visi-misi-pernikahan/
,
Ghazaly, H. A. (2003). Fiqh
Munakahat. Jakarta: Prenada Media.
Ghazi, U. (2018). Elmina
Hijab. Retrieved from https://www.elmina.id/inilah-visi-mulia-pernikahan-menurut-al-quran/
Peken, M. (2015,
November 22). Retrieved from kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/sapeken/56518d46ae7a615109fae4fa/visi-misi-sebuah-pernikahan?page=allv
Pengertian Fiqh Secara
Bahasa dan Istilah. (2015, februari 3). Retrieved
from http://mysharing.co/pengertian-fikih-secara-bahasa-dan-istilah/
Rasjid, H. S. (2010). Fiqh
Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rosalia, A. (2016, Juni
8). Retrieved from dalamislam.com:
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan
Salamadian. (2017,
Agustus 30). salamadian muda dan berilmu. Retrieved from
https://salamadian.com/pengertian-contoh-perbedaan-visi-dan-misi/
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from Referensi: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from Referensi: https://tafsirweb.com/697-surat-al-baqarah-ayat-187.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from Referensi: https://tafsirweb.com/3791-surat-yusuf-ayat-53.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from Referensi: https://tafsirweb.com/7385-surat-ar-rum-ayat-21.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved
from https://tafsirweb.com/10037-surat-at-tur-ayat-21.html
Tafsir Web. (2019). Retrieved
from https://tafsirweb.com/1535-surat-an-nisa-ayat-3.html