Makalah Realisme Aristoteles (Filsafat Umum)

Makalah Realisme Aristoteles dalam mata kuliah Filsafat Umum 


 
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Filsafat adalah alam berpikir atau alam pikiran, maka berfilsafat adalah berpikir. Adanya pemikiran filsafat tentu berawal dari para tokoh-tokoh filsuf, sehingga menjadikan pemikiran filsafat dari masa ke masa berbeda-beda. Salah satu diantara banyak filsuf yang kita ketahui dan sering kita dengar adalah “Aristoteles” yang merupakan murid dari Plato yang lahir di Stageira, Yunani Utara. Dalam pemikirannya Aristoteles tidak memakai logika, tetapi memakai istilah analitika. Istilah logika pertama kali muncul pada abad pertama masehi, inilah menjadi sebuah awal permulaan sehingga Aristoteles dijuluki sebagai Bapak Logika[1], karena dalam kuliah-kuliahnya mengemukakan aturan-aturan berpikir, ini berawal dari adanya paham realisme Aristoteles.
            Realisme adalah paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan yang berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Dan inilah paham Aristoteles yang berbeda dengan gurunya yaitu Plato. Maka pemikiran paham realisme Aristoteles yang dikemukakannya didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk atau berdasar pada yang konkret yang dapat ditemukan dengan tiga kata kunci, yaitu Abstraksi yang merupakan menyingkirkan hal-hal khusus, agar ditemukan yang umum, Substansi yang merupakan sesuatu yang konstan sementara yang lain berubah dan Esensi yang merupakan kualitas khusus yang mendefinisikan suatu hal yang tanpa kualitas ini sesuatu tidak akan dianggap ada.[2]

B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Siapa Aristoteles itu ?
2.    Apa pengertian realisme ?
3.    Bagaimana pemikiran paham realisme Aristoteles ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
1.    Mengetahui biografi Aristoteles
2.    Mengetafui pengertian realisme
3.    Menjelaskan pemikiran paham realisme Aristoteles

D.    Manfaat Penulisan
            Supaya kami dan para pembaca dapat mengetahui serta memahami biografi tokoh Aristoteles, pengertian dari realisme serta maksud dari pemikiran paham realisme Aristoteles.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aristoteles
            Aristoteles dilahirkan di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter pribadi di raja Macedonia Amyntas. Karena hidupnya di wilayah istana, ia mewarisi keahliannya dalam pengetahuan empiris dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akedemia plato selama kira-kira 20 tahun hingga plato meninggal. Beberapa lama ia menjadi pengajar di Akademia Plato untuk mengajar logika dan retorika.[3]
            Aristoteles adalah seorang filsuf yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang agung. Ia menulis berbagai subjek yang berbeda termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoology. Aristoteles dianggap sebagai filsuf yang paling berpengaruh dipemikiran barat.[4]
            Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan Athena karena ia tidak setuju dengan pendapat pengganti plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Assos. Di sini Aristoteles menikah dengan Pythias. Pada tahun 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Parsi, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke Mytilene di pulau Lesbos tidak jauh dari Assos. Tahun 342 SM Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander. Dengan bantuan raja Aristoteles mendirikan sekolah Lykeion.[5]
            Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan sebagai berikut[6] :
a)      Logika, terdiri dari :
-    Categoriac (kategori kategori)
-    De interpretatione (perihal penafsiran)
-    Analytics Priora (analitika logika yang lebih dahulu)
-    Topica
-    De Sophistics Elenchis (tentang cara beragumentasi kaum Sofis)
b)      Filsafat Alam, terdiri dari :
-    Phisica
-    De caelo (perihal langit)
-    De generatione et corruption (tentang timbul-hilangnya makhluk-makhluk jasmani)
-    Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
c)      Psikologi, terdiri dari :
-    De anima (perihal jiwa)
-    Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok-pokok alamiah)
d)     Biologi, terdiri dari :
-    De partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang)
-    De mutu animalium (perihal gerak binatang)
-    De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan)
-    De generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
e)      Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia
f)       Etika, terdiri dari :
-    Ethica Nicomachea
-    Magna moralia (karangan besar tentang moral)
-    Ethica Eudemia
g)      Politik dan ekonomi, terdiri dari :
-    Politics
-    Economics
h)      Retorika dan poetika, terdiri dari :
-    Rhetorica
-    Poetica

B.     Pengertian Realisme
            Menurut KBBI Realisme adalah paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan, aliran kesenian yang berusaha melukiskan (menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya). Dengan memasuki abad ke-20, realisme muncul, khususnya di Inggris dan Amerika Utara. Real berarti yang actual atau yang ada, kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis. Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan satu‑satunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba kebenarannya.
            Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray mengatakan: “Kita tidak bisa melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide”. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah “bagaimana benda itu nampak pada kita”. Oleh karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda, jika mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir  common sense semacam itu adalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan “benda”  adalah bukan “ide” sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real dan ide itu penampakan benda yang benar atau yang keliru. Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang secara luas adalah benar, artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada, tak bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita tidak mengubah watak benda yang kita rasakan.[7]

C.    Pemikiran Paham Realisme Aristoteles
            Plato mengagaskan dua rumusan dalam pemikirannya, yaitu hubungan antara yang umum dan yang khusus serta bahan dan bentuk.[8] Bagi Plato yang umum adalah yang tetap, tidak berubah-ubah. Sedngkan yang khusus adalah yang berubah-ubah, yang biasanya diserap oleh indera, yang biasa dikaitkan dengan bahan. Pada pemikirannya Plato hanya meraih yang bersifat umum yang dapat dipikirkan oleh ide. Karena itu Plato menganggap bahwa pengetahuan yang diberikan oleh indera adalah pengetahuan yang menyesatkan, tetapi Plato juga menganggap data indera itu penting sebagai jalan menuju pengetahuan yang benar. Bagi Plato yang diserap oleh inderanya berguna sejauh ia menghasilkan bentuk yang bisa mengingatkan kita pada pola di dunia idea. Jadi yang ada adalah yang konkret, yang dapat diamati oleh indera.
            Aristoteles, salah seorang murid Plato, membelokkan kecenderungan ini. Bagi dia, yang nyata itu bukan yang bersifat umum (universal), namun yang bersifat khusus (particular). Hidup bagaimanapun juga berada dan bercampur dengan yang khusus itu (ayam nyata, bunga mawar nyata, dst) dan kita tak pernah menemukan yang umum (ayam ide, mawar ide, dan seterusnya).[9]
            Di luar benda-benda konkret atau selain benda konkret dianggap tidak ada. Aristoteles menjelaskan bahwa pengertian umum terdapat dan bersama-sama di dalam benda konkret. Yang khusus dikaitkan dengan istilah substansi, yaitu benda yang dapat ada tanpa tergantung pada yang lain. Benda ini adalah gabungan antara bahan dan bentuk. Untuk mengetahui perbedaan bahan dan bentuk dapat diketahui dengan cara berpikir Plato. Bagi Plato yang dapat dilihat dengan indera adalah bahan dari benda-benda yang hanya ilusi, sedangkan yang nyata adalah bentuk yang bisa ditangkap oleh pikiran. Bagi Aristoteles bahan bukan ilusi atau pelengkap yang mengiringi bentuk. Bahan justru memberikan nilai khas bagi keberadaan suatu benda dalam kenyataan.
            Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafat Aristoteles yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Jika dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya bersifat abstrak dan idealisme, maka orientasi yang di kemukakan Aristoteles lebih pada hal-hal yang kongkret (empiris).[10] Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan menjadi, ia menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semua itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme.
            Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang berbeda dalam sifat-sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan tidak ada dua yang sama. Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang disebut “kemanusiaan”. Kualitas universal ini tentunya nyata karena itu ada secara mandiri dan terlepas dari satu orang. Aristoteles menyebut kualitas bentuk universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek nonmaterial dari setiap objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari grup tersebut.[11]
            Berikut ini terdapat beberapa pemikiran-pemikiran Aristoteles, diantaranya adalah[12] :
1)        Ajarannya tentang logika
Logika tidak dipakai oleh Aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah logika pertama kali muncul pada abad pertama Masehi oleh Cicero, artinya seni berdebat. Kemudian, Alexander Aphrodisias (Abad III Masehi) orang pertama yang memakai kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Menurut Aristoteles, berfikir harus dilakukan dengan bertitik tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi (sebagai sifat yang umum) dan aksidensia (sebagai sifat yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu:
a)      Substansi (mis. Manusia, binatang)
b)      Kuantitas (dua, tiga)
c)      Kualitas (merah, baik)
d)     Relasi (rangkap, separuh)
e)      Tempat (di rumah, di pasar)
f)       Waktu (sekarang, besok)
g)      Keadaan (duduk, berjalan)
h)      Mempunyai (berpakaian, bersuami)
i)        Berbuat (membaca, menulis)
j)        Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai bapak logika tradisional.
2)        Ajarannya tentang silogisme
Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia hanya dapat dimunculkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu proses berfikir yang bertolak pada hal-hal yang khusus untuk mencapai kesimpulan yang sifatny umum. Sementara itu, deduksi adalah proses berfikir yang bertolak padad dua kebenaran yang tidak diragukan lagi untuk mencapai kesimpulan sebagai kebenaran yang ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik untuk melahirkan pengetahuan baru. Berfikir dedukasi yaitu silogisme, yang terdiri dari premis mayor dan premis minor, dan kesimpulan. Perhatikan contoh berikut.
-          Manusia adalah makhluk hidup (premis maror)
-          Si Fulan adalah manusia (premis minor)
-          Si Fulan adalah makhluk hidup (kesimpulan)
3)        Ajarannya tentang pengelompokan ilmu pengetahuan
Aristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu:
-          Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik)
-          Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian)
-          Ilmu pengetahuan teorotis (fisika, matematika, metafisika)
4)        Ajarannya tentang potensi dan dinamika
Mengenai realitas atau yang ada, Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles, yang ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan konkret. Dengan kata lain, titik tolak ajaran atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran Plato tentang ide. Realitas yang sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum dan yang tetap seperti yang dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang khusus dan yang individual. Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada yang satu per satu. Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam, yang berubah-ubah. Itulah realitas yang sesungguhnya.
Mengenai hule dan morfe, bahwa yang disebut sebagai hule adalah suatu unsur yang menjadi dasar kesatuan. Setiap benda yang konkret, terdiri hule dan morfe. Misalnya, es batu dapat dijadikan es the,es sirop, es jeruk dan es the tentu akan lain dengan es jeruk karena morfenya. Jadi, hule dan morfe tidak terpisahkan.
5)        Ajarannya tentang pengenalan
Menurut Aristoteles, terdapat dua macam pengenalan, yaitu pengenalan indrawi dan pengenalan rasional. Dengan pengenalan indrawi kita hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang bentuk benda (bukan materinya) dan hanya mengenal hal-hal yang konkret. Sementara itu, pengenalan rasional kita akan dapat memperoleh pengetahuan tentang hakikat dari suatu benda. Dengan pengenalan rasionall ini dapat menuju satu-satunya untuk ke ilmu pengetahuan. Cara untuk menuju ke ilmu pengetahuan adalah dengan teknik abstraksi. Abstraksi artinya melepaskan sifat-sifat atau keadaan yang secara kebetulan, sehingga tinggal sifat atau keadaan yang secara kebetulan yaitu intisari atau hakikat suatu benda.
6)        Ajarannya tentang etika
Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap masalah etika. Karena etika bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi dipakai sebagai hukum kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan tertinggi hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan adalah suatu keadaan di mana segala sesuatu yang termasuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam diri manusia. Jadi, bukan sebagai kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan harus sebagai suatu aktivitas yang nyata dan dengan perbuatannya itu dirinya semakin disempurnakan. Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berfikir murni.
7)        Ajarannya tentang negara
Menurut Aristoteles, negara akan damai apabila rakyatnya juga damai. Negara yang paling baik adalah negara dengan system demokrasi moderat, artinya system demokrasi yang berdasarkan Undang-undang Dasar.
      


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :
1.    Aristoteles adalah seorang filsuf yang dilahirkan di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Di usia remajanya ia dibawa ke Athena untuk belajar di Akademia Plato, sehingga menjadi murid Plato dan  menjadi pengajar disana untuk mengajar logika dan retorika.
2.    Realisme adalah paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan yang berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
3.    Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang berbeda dalam sifat-sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan tidak ada dua yang sama. Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang disebut “kemanusiaan”. Kualitas universal ini tentunya nyata karena itu ada secara mandiri dan terlepas dari satu orang. Aristoteles menyebut kualitas bentuk universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek nonmaterial dari setiap objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari grup tersebut. Terdapat juga beberapa pemikiran-pemikiran Aristoteles, yaitu ajaran tentang logika, silogisme, pengelompokan ilmu pengetahuan, potensi dan dinamika, pengenalan, etika dan negara.

B.     Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Serta dengan dibuatnya makalah, kami meminta saran kepada para pembaca untuk mengoreksi apabila ada kesalahan dalam sistematika penulisan dan isi pembahasan pada makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, A. (1995). Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Aisyah, N. (2012, November). Realisme Aristoteles. Retrieved from Realisme Aristoteles: http://nisaaisyah05.blogspot.com/2012/11/realisme-aristoteles.html

Maksum, A. (2008). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mizu, M. (2014, November). Filsafat Aristoteles. Retrieved from Filsafat Aristoteles: http://mmeri3328.blogspot.com/2014/11/filsafat-aristoteles.html

Q-Anees, B. d. (2003). Filsafat untuk Umum. Jakarta : Kencana.

Sayrbaini, M. D. (2009). Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi (Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa) . Bogor: Ghalia Indonesia.

Syam, N. W. (2010). Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Wiramihardja, A. S. (2007). Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.

 

 




[1] Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Adiitama, 2007), hlm. 82.
[2] Bambang Q-Anees dan Raden Juli, Filsafat untuk Umum,(Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 204.
[3] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 54.
[4] Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010), hlm. 34
[5] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 54.
[6] Ibid, hlm. 55-56
[7] Merita Mizu, Filsafat Aristoteles, http://mmeri3328.blogspot.com/2014/11/filsafat-aristoteles.html, di akses pada tanggal 9 Oktober 2018  
[8] Bambang Q-Anees dan Raden Juli, Filsafat untuk Umum,(Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 191.
[9] Ibid, hlm. 192.
[10] Ali Maksum, Pengantaar Filsafat, (Yogykarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 81.
[11] Nisa Aisyah, Realisme Aristoteles,http://nisaaisyah05.blogspot.com/2012/11/realisme-aristoteles.html, diakses pada tanggal 9 oktober 2018
[12] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 56-59.







Next Post Previous Post

Pages