Studi Agama-Agama

Bismillahirrahmanirrahim

A.    Mengkaji Tentang Dialog Antar Beragama Secara Umum
Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat manusia terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Kong Hucu dan sebagainya. Potensi konflik antar mereka tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pecahnya konflik antar umat  beragama perlu dikembangkan upaya-upaya dialog untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan pembatas di atas.
Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana benturan bisa dieliminir. Dialog memang bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan dengan standar apa yang harus digunakan untuk mencakup beragam peradaban yang ada di dunia. Dialog antar umat beragama merupakan sarana yang efektif menghadapi konflik antar umat beragama.
Pentingnya dialog sebagai sarana untuk mencapai kerukunan, karena banyak konflik agama yang anarkis atau melakukan kekerasan. Mereka melakukan pembakaran tempat-tampat ibadah dan bertindak anarki, seperti penjarahan dan perusakkan tempat tinggal. Maka dialog antar umat beragama mempunyai fungsi kritis ke dalam dan ke luar. Dialog demikian menawarkan realitas  baru untuk  kemajuan hidup  bersama dalam  masyarakat, karena  terjadi proses yang  dinamis  dalam pemahaman keagamaan dan aplikasinya.
Dialog antar umat beragama, bertujuan bukan untuk peleburan agama menjadi satu, sinkretisme (menciptakan ajaran agama baru yang tergabung dari unsur-unsur agama yang ada), supremasi agama satu ke agama yang lain bahwa dirinya benar, dan meniadakan perbedaan agama. Akan tetapi tujuan dialog antar umat beragama adalah positif, yakni :
·      Tumbuhnya saling pengertian yang objektif dan kritis;
·       Menumbuhkan kembali alam kejiwaan yang tertutup oleh tirai pemisah karena tiadanya saling pengertian kepada alam dan bentuk kejiwaan yang otentik dan segar, yang memungkinkan dua belah pihak mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi yang sejati... (sehingga) Dialog yang baik akan mengarah kepada terciptanya pertemuan pribadi-pribadi yang bentuk konkretnya berupa kerja sama demi kepentingan bersama.”
·    Untuk menumbuhkan pengenalan yang lebih mendalam kepada orang lain dan kemudian   melahirkan keperdulian kepada sesama manusia.
·         Untuk menciptakan ketemtraman didalam masyarakat.
·         Menjamin terbinanya kerukunan dan kedamaian yang terarah kepada suatu bentuk kongkret.
·         Untuk menanggapi penderitaan yang terus bertambah dan menakutkan serta menyakitkan.
·         Untuk menolong dan melayani orang lain menghadapi krisis kemanusiaan.

B.     Mengkaji Tentang Piagam Madinah
Isi Piagam Madinah
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang “Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka”
(I) PEMBENTUKAN UMMAT
Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.
(II) HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2 Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin
Pasal 3 Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 4 Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 5 Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 6 Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukmininPasal 7 Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8 Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 9 Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin
Pasal 10 Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
(III) PERSATUAN SEAGAMA
Pasal 11 Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12 Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya
Pasal 13 Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka
Pasal 14 Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman
Pasal 15 Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.
(IV) PERSATUAN SEGENAP WARGA NEGARA
Pasal 16 Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya
Pasal 17 Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka
Pasal 18 Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain
Pasal 19 Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus
Pasal 20 Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman
Pasal 21 Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya
Pasal 22 Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan
Pasal 23 Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
(V) GOLONGAN MINORITAS
Pasal 24 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan
Pasal 25 Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga
Pasal 26 Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 27 Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 28 Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 29 Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 30 Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 31 Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 32 Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 33 Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf
Pasal 34 Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)
Pasal 35 Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
(VI) TUGAS WARGA NEGARA
Pasal 36 Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini
Pasal 37 Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya
Pasal 38 Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.
(VII) MELINDUNGI NEGARA
Pasal 39 Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini
Pasal 40 Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat
Pasal 41 Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
(VIII) PIMPINAN NEGARA
Pasal 42 Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini
Pasal 43 Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka
Pasal 44 Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.
(IX) POLITIK PERDAMAIAN
Pasal 45 Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya
Pasal 46 Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
(X) PENUTUP
Pasal 47 Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.
Dikutip dari kitab Siratun-Nabiy saw., juz II, halaman 119-133, karya Ibnu Hisyam (Abu Muhammad Abdul malik) wafat tahun 214 H.
Ada beberapa ulasan-ulasan dan komentar-komentar mengenai Piagam Madinah, salah satunya menurut Hasan Ibrahim Hasan, menyatakan bahwa Piagam Madinah secara resmi menandakan berdirinya suatu Negara, yang isinya bisa disimpulkan menjadi 4 pokok, yaitu:
          1.           Mempersatukan segenap kaum muslimin dari berbagai suku menjadi satu ikatan.
        2.        Menghidupkan semangat gotong royong, hidup berdampingan, saling menjamin di antara    sesama warga.
    3.   Menetapkan bahwa setiap warga masyarakat mempunyai kewajiban memanggul senjata, mempertahankan keamanan dan melindungi Madinah dari serbuan luar.
      4.    Menjamin persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk agama lain dalam mengurus kepentingan mereka.
Masih banyak lagi ulasan dan komentar yang dikemukakan oleh para Ahli Masa Kini tentang Piagam Madinah. Mereka menggunakan berbagai retorika dan redaksi yang berbeda, namun pada dasarnya mempunyai nada sama, yaitu Berintikan bahwa piagam tersebut telah mempersatukan warga Madinah yang heterogen itu menjadi satu kesatuan masyarakat, yang warganya mempunyai hak dan kewajiban yang sama, saling menghormati walaupun berbeda suku dan agamanya. Piagam tersebut dianggap merupakan suatu pandangan jauh ke depan dan suatu Kebijaksanaan Politik yang luar biasa dari Nabi Muhammad dalam mengantisipasi masyarakat yang beraneka ragam.

C.    Hubungan Antara Dialog Antar Beragama dan Piagam Madinah
Dalam Piagam Madinah terdapat tiga point tentang kerukunan antarumat beragama :
·            Persatuan dan Kesatuan
·            Persamaan dan Keadilan
·            Kebebasan Beragama
Kognisi Sosial dalam penelitian ini bukanlah wawancara langsung terhadap pembuat Piagam Madinah yaitu Nabi saw, melainkan melihat kondisi bagaimana sejarah terbentuknya Piagam Madinah melalui hadist-hadist riwayat Imam Ahmad bin Hambal yang tertulis dalam buku Shuyuthi J Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan Al-Qu’an, yang meninjau kondisi psikologis pembuat Piagam Madinah lewat riwayat-riwayat hadist.
Konteks Sosial disini melihat bagaimana Piagam Madinah itu bisa terjadi dalam artian sebab musabab adanya perjanjian antara umat Islam yang di wakili oleh Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi dan non-Muslim di Madinah. Piagam ini di buat oleh Nabi SAW dengan latar belakang ingin mempersatukan Kaum Musimin dari muhajirin dan anshar dengan kaum yahudi dan kaum non-muslim lain di Madinah.
Relevansi Piagam Madinah bagi kerukuan antarumat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu  saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia untuk bersama-sama membangun negara ini menjadi yang lebih baik. Piagam Madinah memberi pesan lain akan pentingnya melepaskan diri dari ego identitas yang menganggap diri sendiri sebagai yang paling hebat dan mengecilkan orang lain. Kebersamaan, kerukunan, kedamaian akan terwujud manakala ego identitas semacam ini disingkirkan dalam kehidupan sehari hari demi memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.




 


DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/326133047_DIALOG_ANTAR_UMAT_BERAGAMA_DALAM_UPAYA_PENCEGAHAN_KONFLIK
https://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Madinah
http://dialog-antar-umat-beragama.blogspot.com/
http://salira81.blogspot.com/2015/11/analisa-piagam-madinah.html
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32233/1/TAUFIK%20NUR%20ROHMAN%20-FDK.pdf










Next Post Previous Post

Pages