Makalah Biografi dan Pemikiran Modern Muhammad Iqbal (Pemikiran Modern Dalam Islam)

Makalah Biografi dan Pemikiran Modern Muhammad Iqbal dalam Mata Kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam (PMDI)



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Umat Islam selalu mengalami perubahan dan perbaikan seiring berkembangnya zaman. Perubahan dan perbaikan tersebut, dimaksudkan untuk memberikan solusi bagi setiap umat dari masing-masing zaman. Terkadang, pemikiran umat Islam dalam peradabannya menjadikan umat Islam kuat dan bersatu, namun tidak jarang pula justru menjadikan umat Islam berpecah belah dan terkotak-kotak.

Pemikiran manusia sudah menjadi persoalan mulai dari zaman dahulu hingga sekarang sehingga memerlukan kehati-hatian dalam menggunakannya, hal itu dikarenakan dampak dari fungsi akal itu tidak selamanya positif. Terkadang terkesan banyak negatifnya, mengingat bahwa manusia hanyalah seorang makhluk Tuhan. Hal itu, bukan hanya terjadi diluar orang Islam, tetapi juga terjadi dalam tubuh Islam itu sendiri.

Dari banyaknya pemikir-pemikir umat ini yang peduli akan perkembangan dan perubahan dunia, mereka memberikan gagasan-gagasannya bagi umat selanjutnya. Salah satunya Muhammad Iqbal yang dalam pemikirannya menjadi pembahasan para ulama dan umat Islam lainnya dari masanya hingga sekarang, untuk diambil pelajaran yang positif dari apa yang diuraikan dan diterangkan oleh Muhammad Iqbal. Maka dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana pemikiran Muhammad Iqbal bagi dunia Islam.                                                                                                 

B.     Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :

1.    Apa biografi Muhammad Iqbal ?

2.    Bagaimana pemikiran modern Muhammad Iqbal ?

 

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :

1.    Mengetahui biografi Muhammad Iqbal.

2.    Mengetahui pemikiran modern Muhammad Iqbal.

 

D.    Manfaat Penulisan

            Supaya kami dan para pembaca dapat mengetahui serta memahami biografi Muhammad Iqbal beserta pemikiran modern yang dikemukakannya dan pengaruh terhadap pemikirannya tersebut.

 


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Biografi Muhammad Iqbal

            Sir Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, pada 9 November 1877. Ayahnya Nur Muhammad, seorang yang saleh di mana nilai dan ajaran Islam telah membentuk kehidupannya. Ayahnya memiliki kecenderungan mistik, sehingga dapat membentuk perkembangan dan kematangan spiritual dan intelektualnya. Iqbal belajar di Sekolah Inggris di Sialkot dengan hasil ujian akhir yang sangat memuaskan. Di sekolah lanjutan, ia berkenalan dengan Sayyid al-Ulama Mir Hasan, seorang guru bahasa Persia dan Arab di sekolah tersebut. Dari beliau, Iqbal banyak memperoleh motivasi akan rasa cinta ilmu dan pengetahuan kesusastraan Islam. Kemudian Iqbal berangkat ke Lahore, ibukota Punjab dan masuk Fakultas Filsafat. Ia menerima dua gelar B.A. dengan sangat memuaskan. Setelah karirnya yang menonjol di sekolah tersebut, ia memasuki Government College di Lahore. Di sini, Iqbal berkenalan dengan Sir Thomas W. Arnold, yang mengarang The Preaching of Islam.

            Dari beliau Iqbal banyak memperoleh pengetahuan filsafat. Pada tahun 1899 Iqbal memperoleh gelar master of Arts (MA) dalam bidang filsafat dengan nilai yang memuaskan. Dan pada tahun 1965 Iqbal meneruskan studi ke Universitas Cambridge di London atas anjuran Arnold. Iqbal memperdalam filsafat di bawah bimbingan Prof. F. Hammel. Setelah itu, ia ke London dan mengikuti ujian akhir di Universitas Cambridge di bidang hukum. Di London ia pun pernah memasuki sekolah ekonomi dan politik. Selama di Eropa, Iqbal banyak belajar dan mendalami watak-watak bangsa Barat. Ia berkesimpulan, timbulnya segala macam kesulitan dan pertentangan adalah disebabkan oleh individualisme yang sempit. Tetapi, ia sangat mengagumi sifat dan dinamika bangsa Barat yang tidak kenal puas dan putus asa. Di samping belajar di beberapa perguruan tinggi di Eropa, ia tekun membaca buku di perpustakaan-perpustakaan Cambridge, London, dan Berlin. Di Inggris, ia pernah menjabat menjadi guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas London selama enam bulan. Adapun sebelum Iqbal ke Eropa, ia sudah mengajar di Oriental College dan Government College di Lahore. Kariernya dalam dunia pendidikan ia lanjutkan sekembalinya dari Eropa (1908). Ia memberikan kuliah filsafat dan sastra Inggris. Disamping itu, ia juga membuka praktik sebagai pengacara. Nampaknya, pekerjaannya sebagai pengacara itulah yang membawa Iqbal kedalam dunia pergerakan politik di negerinya.

Kariernya sebagai pejuang politik mencapai puncaknya pada waktu ia menjadi Presiden dalam liga Muslim India. Pada waktu itulah, Iqbal mencetuskan gagasannya tentang Negara tersendiri bagi kaum muslimin di anak benua India, dalam perkembangannya kemudian terwujud menjadi Negara Pakistan. Dari latar belakang pendidikan dan pengalamannya, baik di negerinya maupun selama menuntut ilmu di Eropa, Iqbal banyak menghasilkan karya-karya yang memiliki mutu ilmiah yang tinggi serta kedalaman pandangan dan ketajaman pikirannya.

Beliau dikenal sebagai filosof, sastrawan, dan pembaru pemikiran Islam. Buah pikirannya dituangkan, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Karya-karyanya dalam bentuk puisi, antara lain Asrar-Khudi (1915), Rumuz-i-Bekhudi (1918), Payam-i-Mashriq (1923), Zabur-i-Ajam (1929), Javid Nama (1923) dan lain-lain. Dan yang berbentuk prosa, antara lain Ilmu-i-Iqtisad (1901), The Development of Metaphysics in Persia (1908), dan The Reconstuction of Religion Thought in Islam(1934). Muhammad Iqbal meninggal pada tahun 1938. 


B.     Pemikiran Modern Muhammad Iqbal

1)      Pemikiran Iqbal dalam Bidang Pembaruan

Iqbal seorang pembaru yang punya kekhasan. Ia seorang penyair yang berbakat, juga seorang filosof yang kreatif. Ia pun diakui dalam sejarah kalau pemikiran-pemikirannya memang cemerlang. Terlebih dalam pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam yang mempunyai pengaruh pada pergerakan pembaruan dalam Islam. Iqbal banyak mencermati apa yang terjadi pada umat Islam India dan Pakistan khususnya, umumnya dunia umat Islam secara keseluruhan. Ia menganalisis sebab-sebab kemunduran yang melanda umat Islam. Hasil pemikirannya yang cemerlang ia tuangkan dalam karya-karyanya berupa puisi dan prosa. Seperti pembaru-pembaru lainnya, Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama lima ratus tahun terakhir, disebabkan tiga hal utama, yaitu :

a.         Kebekuan dalam pemikiran. Hal ini bisa dilihat dari adanya hukum Islam yang statis. Di mana kaum konservatif Islam memandang rasionalisme yang dibawa Mu’tazilah akan membawa disintegrasi. Hal ini berbahaya bagi kestabilan kesatuan politik Islam. Karena syariat dianggap ampuh untuk membuat umat tunduk dan diam. Dengan demikian, kesatuan bisa terpelihara dan larilah kaum konservatif ke syariat.

b.         Pengaruh zuhud dalam ajaran tasawuf. Mereka mementingkan perhatian yang terpusat kepada Tuhan dan apa yang ada di balik alam materi. Mereka akhirnya kurang memperhatikan soal kemasyarakatan dalam Islam.

c.         Kehancuran kota Baghdad. Sebagai pusat intelektual dan pusat kemajuan pemikiran umat Islam pada pertengahan abad ke tiga belas. Karena takut terjadi disintegrasi yang lebih jauh dan sebagai usaha serta mempertahankan keseragaman hidup sosial seluruh umat Islam, maka kaum konservatif menolak segala pembaruan dalam bidang syariat dan berpegang teguh pada hukum-hukum yang telah ditentukan dan ditetapkan ulama terdahulu. Dengan kata lain, mereka menutup pintu ijtihad bagi umat Islam.

Menurut Iqbal, ijtihad tidak pernah tertutup, maka hukum dalam Islam tidak akan bersifat statis. Karena prinsip gerakan dalam struktur Islam adalah Ijtihad, secara literal berarti daya upaya. Adapun secara termhukum Islam maka ijtihadbermakna berusaha keras dengan maksud hendak membentuk satu pentahkiman bebas mengenai sesuatu masalah hukum. Dalam hal ini, Iqbal menyebutkan sebagai ide dasar dari al-Qur’an, yaitu “Dan mereka yang berusaha keras dalam (agama) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan kepada mereka itu jalan-jalan Kami”.

Iqbal juga menunjukkan satu gambaran dari hadis Nabi saw pada waktu mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi gubernur Yaman. Menurut Iqbal dengan adanya perluasan praktik Islam, maka pemikiran hukum secara sistematik menjadi satu keharusan mutlak. Akan tetapi, dalam perkembangannya karena ada syarat-syarat yang ketat memagarinya, ijtihad seakan tak mungkin untuk dilaksanakan oleh seorang muslim. Terhadap hal ini Iqbal memandangnya sebagai suatu keganjilan dalam sistem hukum Islam karena seharusnya tidak demikian. Hukum Islam didasarkan atas landasan pokok yang diberikan al-Qur’an, yang mempunyai pandangan hidup dinamis.

Dengan demikian, ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan dalam Islam. Harun Nasution memandang paham kedinamisan yang ditonjolkan Iqbal inilah, yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat Islam bergerak, karena intisari hidup adalah gerak dan hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeru umat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru.

2)      Pemikiran Iqbal dalam Bidang Pendidikan

Bila Iqbal dianggap telah meletakkan prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam modern, maka tentu saja ini “diyakini” setelah diadakan pengkajian dan penelaahan terhadap kiprah Iqbal, terutama yang tertuang dalam karya-karyanya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Paling tidak, bisa disebutkan di sini, K.G. Saiyidain dalam karyanya Iqbal’s Educational Philosophy. Buku yang diterbitkan pertama kali tahun 1938 di Lahore ini diakui sebagai hasil sadapan karya Iqbal. Ide dan konsepsi yang terbentang pada karya ini merupakan hasil pengkajian dan penganalisisan penulis tentang pemikiran-pemikiran Iqbal dalam bidang “pendidikan” yang mungkin tersurat atau mungkin tersirat pada karya-karya Iqbal. Iqbal dianggap telah menyumbangkan pemikirannya dalam bidang pendidikan, berupa prinsipprinsip dasar pendidikan sebagai orientasi pendidikan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai dari suatu pendidikan. Hal ini, bagi Saiyidain ada dua alasan :

a.         Pendidikan dipandang sebagai keseluruhan daya budaya yang mempengaruhi kehidupan individu maupun kelompok masyarakat.

b.         Setiap filsafat tentang kehidupan, selama menyoroti masalah hidup dan tujuan akhir manusia, mengimplikasikan dan melandasi suatu filsafat pendidikan.

Iqbal memang tidak merumuskan teknik dan metode pendidikan secara operasional. Namun, lebih berharga dari itu Iqbal telah membimbing perhatian kita kepada prinsip-prinsip yang mendasar tentang pendidikan dan melandasi setiap pemikiran serta praktik pendidikan secara tepat. Dengan demikian, “pendidikan” dalam kajian ini bukan diartikan sebagai proses belajar-mengajar semata, kegiatan yang berlangsung secara sederhana dan mekanisme dibatasi oleh empat dinding sekolah/ lembaga. Lebih dari itu, filsafat tentang kehidupan dan filsafat pendidikan pada dasarnya akan menaruh perhatian terhadap isu dan masalah yang sama, yaitu arti dan tujuan hidup insan, hubungan individu dan masyarakat serta lingkungannya, masalah nilai dan sebagainya.

Berdasarkan hal itu maka setiap sistem gagasan yang berkaitan dengan adanya petunjuk menghadapi masalah-masalah tersebut atau menunjukkan kritik rasional terhadap praktik sosial, lembaga kebudayaan, dan cara berpikir akan berpengaruh terhadap perubahan landasan pendidikan secara teori maupun praktik. Pada akhirnya, pendidikan akan terlibat dalam proses penilaian secara kritis serta pewarisan budaya, pengetahuan dan gagasan suatu kelompok masyarakat. Hal inilah yang akan menjamin kelangsungan kehidupan budaya, kehidupan bersama dan membinanya secara kreatif dan intelek. Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan yang dimaksud adalah :

a.         Konsep individualitas. Tujuan akhir pendidikan dan usaha sosial/ budaya adalah memperkokoh individualitas semua pribadi.

b.         Pertumbuhan individualitas. Pertumbuhan dan perkembangan individu menuntut kegiatan intensif, beraneka, dan berkesinambungan dalam pertautan individu dan lingkungan yang berlangsung secara timbal balik, material maupun budaya.

c.         Keserasian jasmani dan rohani. Dalam mengejar nilai-nilai budaya dan rohaniah hendaknya manusia memanfaatkan dunia fisik sebagai bahan bakunya dan menggali /mengeksploitasi berbagai kemungkinan untuk meningkatkan derajat insan.

d.         Individu dan masyarakat. Pertautan individu dan masyarakat sebagai pertautan dinamis dan saling memperkaya, maka pendidikan harus selaras dengan pertautan tersebut.

e.         Evolusi kreatif. Pendidikan itu harus optimis karena pendidikan ialah suatu perjalanan yang benar dalam menggali kemungkinan yang tak terbatas.

f.          Peranan intelek dan intuisi.Intelek, perbuatan, kegiatan atau cinta menjadi satu kesatuan utuh dan dinamis, mampu mematahkan mekanisme kematian dengan menjadi individualitas insan tidak terhancurkan.

g.         Pendidikan watak. Interpretasi baru dari citra Islam yang diproyeksikan pada kondisi dan permasalahan kehidupan modern akan membangkitkan inspirasi yang mendorong pembinaan kembali kehidupan individual maupun sosial.

h.         Tata kehidupan sosial Islam. Tata kehidupan sosial Islam bersifat responsif terhadap kekuatan material dan budaya maka masyarakat insan harus dinamis dan mampu memperjuangkan perbaikan nasibnya sendiri.

i.           Suatu pandangan kreatif tentang pendidikan. Sistem pendidikan harus mempersiapkan anak didik untuk kehidupan yang aktif, bukan perenungan pasif dan tidak diciptakan sebagai menara gading.

Dengan demikian, tindakan/ perbuatan adalah penting dalam pendidikan, pendidikan harus dibimbing oleh semangat liberal dan pandangan luas dan pendidikan harus bersifat manusiawi. Berbeda dari apa yang diyakini Saiyidain, bagi Fazlur Rahman Iqbal tidak menulis filsafat pendidikan, apalagi suatu program bagi pendidikan kaum muslimin. Iqbal hanya mengungkapkan ketidaksabarannya terhadap bentuk-bentuk pendidikan yang ada pada zamannya dengan sangat kuat.

Bagi Iqbal, pendidikan sufisme positif membentuk suatu kepribadian yang dinamis dan pengabdi kebenaran. Hal ini dihargai oleh Iqbal, tetapi sufi semacam ini sudah tidak ada, yang ada sufisme negatif yang merupakan pelarian dari problem-problem dunia. Sufi ini juga yang menghancurkan kedinamisan kaum ortodok. Kaum Ortodok hanya mempunyai bahasan-bahasan filosofis yang hampa dan detail yang pelik dari persoalan-persoalan yang hampir tidak relevan dengan kehidupan. Sementara pendidikan modern, hampir seluruhnya condong pada teknologi dan materialisme.

Dengan demikian, Iqbal melontarkan kritik bahwa sistem pendidikan tradisional itu memenjarakan otak dan mengurung jiwa. Sebaliknya sistem pendidikan modern di samping memberikan pendidikan materialistis yang tidak serasi dengan nilai kemanusiaan yang lebih tinggi, khususnya budaya spiritual Islami, juga mengindoktrinasi generasi muda Islam dengan superioritas kebudayaan Barat. Iqbal ingin mencari suatu sistem pendidikan yang akan menjadikan kepribadian manusia tidak saja “berpengetahuan” tapi juga kreatif dan dinamis, karena bagi Iqbal tujuan pendidikan itu membentuk manusia. Pendidikan tradisional Islam gagal mencapai tujuan ini selama berabad-abad, hal ini dikarenakan telah terciptanya dualisme yang sama antara yang agamawi dengan yang sekuler dan yang duniawi dengan yang ukhrawi. Padahal bagi Iqbal, seseorang itu bisa membuktikan kehidupan yang religius atau spiritualitas sejati, bila seseorang mampu menyelesaikan masalah-masalah secara kreatif sebagai klaim bisanya mempertahankan religiusitas.

Namun demikian, menurut Fazlur Rahman, Iqbal hampir tidak memberikan sesuatu pun yang bisa disebut suatu perumusan kebijakan pendidikan Islam. Tidak saja dalam pendidikan, tapi juga dalam lapangan usaha yang lain. Iqbal tidak meninggalkan warisan yang positif, kecuali bahwa ia menginginkan tanah air yang otonom bagi kaum muslimin (yaitu Pakistan sekarang), agar mereka bisa mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Bagi Fazlur Rahman barangkali bukan tugas Iqbal untuk merumuskan kebijakan-kebijakan tersebut.

Apa yang dilakukan Iqbal adalah membangkitkan kaum muslimin demi mengusik kesadaran mereka supaya menemukan arah dan kebijakan-kebijakan yang spesifik untuk mewujudkan Islam di atas bumi, di tengah simpang siurnya teori-teori, doktrin-doktrin dan praktik-praktik modern. Di balik itu semua, Fazlur Rahman mengakui hanya Iqballah satu-satunya pengkaji filsafat serius yang bisa dibanggakan dunia Islam, karena pada waktu itu seluruh jaringan modernisme Islam, bidang pemikiran atau intelektualisme filosof kaum muslimin belum berkembang.

Prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam Iqbal disebut “modern” karena Iqbal telah berusaha mensintesakan “pendidikan”. Bukan pendidikan tradisional (ortodok dan sufi) dan bukan pendidikan modern ala Baratan sich, tapi pendidikan yang bertujuan membentuk manusia, menjadikan kepribadian manusia yang tidak hanya “berpengetahuan” tapi kreatif dan dinamis, yang tidak merusak nilai kemanusiaan yang tinggi khususnya budaya spiritual Islami. Di samping itu, prinsip-prinsip yang digali dari pemikiran Iqbal tersebut banyak mencerminkan pandangan-pandangan yang sesuai dengan pendidikan modern dewasa ini.

3)      Pemikiran Iqbal dalam Bidang Politik

Sepulangnya dari Eropa, Iqbal kemudian terjun kedunia politik dan bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi anggota legistalif Punjab dan pada tahun 1930 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun semakin harum ketika dirinya diberi gelar ‘Sir’ oleh pemerintah kerajaan Inggris di London atas usulan seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di bidang intelektual dan politiknya.

Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia tunjukkan sejak terpilih menjadi Presidaen Liga Muslimin tahun 1930. Ia memandang bahwa tidaklah mungkin umat Islam dapat bersatu dengan penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan berbeda. Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus membentuk Negara sendiri. Ide ini ia lontarkan keberbagai pihak melalui Liga Muslim dan mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat berpengaruh yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan Negara Pakistan adalah dari Iqbal), bahkan didukung pula oleh mayoritas Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front melawan Inggris. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk menurutnya adalah salah satu republik itu.

Bagi Iqbal, budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahaman seperti itu yang ia landasi diatas ajaran Islam maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap umat Islam dan identitas keislamannya. Muhammad Asad mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan umat Islam kepada Barat  baik secara personal maupun sosial dikarenakan hilangnya kepercayaan diri, maka pasti akan menghambat dan menghancurkan peradaban Islam. Paham Iqbal yang mampu mambangunkan kaum muslimin dari tidurnya adalah “dinamisme Islam” yaitu dorongannya terhadap umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeeru kepada umat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru.

Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-lah orang kafir yang aktif kreatif "lebih baik" dari pada muslim yang "suka tidur". Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas yaitu; gigih menentang nasionalisme yang mengedepankan sentiment etnis dan kesukuan (ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan tumbuh dewasa dan matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentiment nasionalisme.

4)      Pemikiran Iqbal tentang Landasan Islam

Pemikiran tentang Al-Qur’an bahwa sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa Al-Qur’an adalah benar firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dengan pernyataannya “The Qur’an Is a book which emphazhise  deed rather than idea (Al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita)”. Namun dia berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia berpendapat  bahwa penafsiran Al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup.

Tujuan utama al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, Al-Qur’an tidak memuatnya secara detail maka manusialah yang ditutntut untuk mengembangkannya. Disamping itu Al-Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun Al-Qur’an tidak melarang untuk memperimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.

Tujuan al-Qur'an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk membangkitkan kesadaran pada manusia tentang alam yang dipandang sebagai sebuah simbol. Iqbal menyatakan hal ini seraya menyitir beberapa ayat, diantaranya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui.” (Qs. 30:22) 2)       

Sedangkan perspektif tentang Al-Hadits Iqbal memandang bahwa umat Islam perlu melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al-Qur’an. Iqbal sepakat dengan pendapat Syah Waliyullah tentang hadits, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu.

Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan  sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan, dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadits yang masih meragukan kualitasnya.

Dalam perspektif tentang Ijtihad Menurut Iqbal ijtihad adalah “Exert with view to form an independent judgment on legal question” (bersungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad kedalam tiga tingkatan yaitu :

a.         Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri mazhab-mazhab saja.

b.         Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab.

c.         Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu, dengan tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.

Iqbal menggaris bawahi pada derajat yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima oleh ulama ahl-al-sunnah tetapi dalam kenyataannya dipungkiri sendiri sejak berdirinya mazhab-mazhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkun dipenuhi. Sikap ini adalah sangat ganjil dalam suatu system hukum Al-Qur’an yang sangat menghargai pandangan dinamis. Akibatnya ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang.

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sir Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, pada 9 November 1877. Ayahnya Nur Muhammad, seorang yang saleh di mana nilai dan ajaran Islam telah membentuk kehidupannya. Iqbal belajar di Sekolah Inggris di Sialkot dengan hasil ujian akhir yang sangat memuaskan. Di sekolah lanjutan, ia berkenalan dengan Sayyid al-Ulama Mir Hasan, seorang guru bahasa Persia dan Arab di sekolah tersebut. Dari beliau, Iqbal banyak memperoleh motivasi akan rasa cinta ilmu dan pengetahuan kesusastraan Islam. Kemudian Iqbal berangkat ke Lahore, ibukota Punjab dan masuk Fakultas Filsafat. Ia menerima dua gelar B.A. dengan sangat memuaskan.

Pada tahun 1899 Iqbal memperoleh gelar master of Arts (MA) dalam bidang filsafat dengan nilai yang memuaskan. Dan pada tahun 1965 Iqbal meneruskan studi ke Universitas Cambridge di London atas anjuran Arnold. Iqbal memperdalam filsafat di bawah bimbingan Prof. F. Hammel. Setelah itu, ia ke London dan mengikuti ujian akhir di Universitas Cambridge di bidang hukum. Muhammad Iqbal dikenal sebagai filosof, sastrawan, dan pembaru pemikiran Islam. Buah pikirannya dituangkan, baik dalam bentuk puisi maupun prosa.

Dalam tataran praktek, Muhammad Iqbal secara konkrit adalah sebagai negarawan, filosof dan sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi diri, dunia dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan dibelahan dunia timur ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional. Muhammad Iqbal memaparkan gagasan-gagasannya dalam biang politik dan landasan islam.

 

B.     Saran

Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Serta dengan dibuatnya makalah, kami meminta saran kepada para pembaca untuk mengoreksi apabila ada kesalahan dalam sistematika penulisan dan isi pembahasan pada makalah.

 


DAFTAR PUSTAKA

ariantiyoulie. (2013, 12). Biografi Muhammad Iqbal dan Pemikiran-Pemikirannya. Indonesia.

Mukti, M. (2009). Dasar-dasar Pendidikan Islam Modern dalam Filsafat Islam. Insania, 1-7.

Nasution, H. (2003). Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

 

 

 

 


Disusun oleh :
- Fitria Nur Hasannah
- Nabiila Setiawan
 
 
 
Next Post Previous Post

Pages