Contoh Teks Ceramah : Etika Orang Beriman
Contoh Teks Ceramah : Etika Orang Beriman (Tugas Mata Kuliah Sosiologi Dakwah)
Etika
Orang Beriman
بِسْــــــــــــــــــمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا
بَعْدُ؛
Pertama-tama marilah kita panjatkan
puji serta syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang dimana telah mempertemukan
kita dalam keadaan sehat wal afiat dan di tempat yang in syaa Allah dimuliakan
ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curah limpahkan kepada junjungan Nabi
besar kita, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya, keluarganya dan kita in
syaa Allah selaku umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini saya akan
membacakan suatu hadits mengenai berkata baik atau diam serta memuliakan
tetangga dan tamu dapat kita singkat sebagai etika orang beriman, yang terdapat
dalam hadits Arba’in ke-15.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً
أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
[رواه البخاري ومسلم]
Dari
Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa
sallam bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah dia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya"
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu
Hajar ra. berkata: “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (ucapan yang singkat
dan padat). Mencakup tiga hal yang menghimpun berbagai akhlak terpuji, baik
dalam perbuatan maupun ucapan.”
Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong
kita untuk komitmen terhadap etika-etika yang baik dan perbuatan yang
bermanfaat. Dorongan tersebut dilakukan dengan cara menjelaskan kepada kita
bahwa di antara tanda kesempurnaan iman seseorang adalah membatasi diri
berbicara yang bermanfaat baginya, baik yang berurusan dengan urusan dunia
maupun akhirat, dan hal-hal yang membawa manfaat bagi masyarakatnya. Seorang
muslim tidak akan bicara seputar hal-hal yang bisa membuat rasa sakit dan
mengarah pada kerusakan. Karena hal tersebut akan mendapat kemarahan dan
kebencian dari Allah swt. Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, dari Anas
ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak akan lurus [benar] keimanan seseorang,
sehingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang sehingga lisannya
lurus.” Maksudnya menjaga dari berbagai ucapan yang tidak ada kebaikannya
sama sekali. Ath-Thabrani meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. bersabda,
“Seorang hamba tidak akan mencapai hakekat iman, sehingga ia menjaga lisannya.”
Selain menjaga lisannya seorang hamba
yang beriman tentu memuliakan tetangganya karena di antara tanda kesempurnaan
iman dan Islam adalah berlaku baik kepada tetangga dan tidak menyakitinya.
Dalam firman-Nya Allah swt. telah mensejajarkan perintah berbuat baik kepada
tetangga dengan perintah untuk beribadah hanya kepada-Nya.
“Dan
beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat.” (QS. An-Nisa :
36). Berbuat baik terhadap tetangga merupakan keharusan. Bahkan perhatian yang
diberikan oleh Islam terhadap masalah ini, tidak ditemui pada peradaban lain.
Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jibril
terus mewasiatiku perihal tetangga. Hingga aku menyangka bahwa tetangga akan
menjadi ahli waris.”
Dalam hadits ini selain kita harus
menjaga lisan kita, memuliakan tetangga kita, kita juga harus menghormati tamu,
karena dengan menghormati tamu merupakan tanda kesempurnaan iman. Dalam hadits
disebutkan bahwa barangsiapa yang komitmen terhadap ajaran Islam dan mengikuti
jejak orang-orang mukmin, maka ia harus menghormati tamu. Sikap ini merupakan
bukti rasa percaya dan ketawakalan seseorang kepada Allah. Karena itu
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaknya ia memuliakan tamu.”Apakah jamuan terhadap tamu, merupakan
hak tamu atau bentuk kebaikan tuan rumah?
Imam Ahmad dan Laits berpendapat
bahwa menjamu tamu adalah wajib, selama sehari semalam. Hal itu didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Menjamu
tamu sehari semalam, adalah kewajiban bagi setiap muslim.” Adapun jumhur
ulama, mereka berpendapat bahwa menjamu tamu adalah sunnah, termasuk akhlak
mulia, dan bukan wajib. Ini didasarkan oleh sabda Rasulullah saw. “Fal
yukrim (Maka hendaklah ia menghormati). Riwayat lain menyebutkan “fal
yuhsin” (berlaku baiklah). Kedua ungkapan ini menunjukkan wajib. Karena
ikram (memuliakan) dan ihsan (berlaku baik) termasuk al-bir (kebaikan) dan
akahlak yang terpuji.
Menghormati bisa dalam bentuk
bersikap ramah, berbicara dengan baik, bersegera menyajikan jamuan, termasuk
menjamu dengan makanan yang ada atau lebih baik dari yang dimakan keluarganya,
selama sehari semalam. Dua hari berikutnya dijamu dengan makanan yang dimakan
keluarganya, dengan tidak memaksakan diri hingga membebani keluarganya. Imam
Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jamuan bagi tamu selama
tiga hari, sedangkan jamuan yang lebih baik dari makanan yang dimakan anggota
keluarga adalah sehari semalam, lebih dari itu dianggap shadaqah.”
Sedangkan sebagai tamu, hendaknya
tidak memberatkan dan tidak mengganggu orang yang dikunjungi. Termasuk
memberatkan orang yang dikunjungi adalah menginap lebih dari tiga hari. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Syuraih ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Seorang muslim tidak diperbolehkan menginap di rumah saudaranya,
hingga membuatnya berdosa.” Para shahabat bertanya: “Bagaimana bisa
membuatnya berdosa ya Rasulallah?” Beliau menjawab: “Menginap di
rumahnya dan ia tidak memiliki sesuatu untuk menjamu.” Dalam keadaan
seperti ini, tamu harus segera pergi, terlebih setelah tiga hari, karena orang
yang dikunjungi telah menunaikan kewajibannya.
Penerapan isi hadits ini sangat
penting karena akan menciptakan persatuan dan persaudaraan, serta menyingkirkan
semua perasaan dendam dan dengki. Manusia senantiasa hidup berdampingan satu
sama lainnya. Hampir semuanya pernah bertamu ataupun kedatangan tamu. Jika
setiap tetangga menghormati tetangganya, dan setiap orang memuliakan tamunya,
niscaya masyarakat akan baik, karena telah tercipta persaudaraan dan rasa
saling menyayangi. Apalagi jika semua anggota masyarakat komitmen terhadap
berbagai adab yang ada dalam hadits di atas, berbicara yang baik atau diam.
Cukup
sekian cemarah singkat yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila banyak
salah kata dan terdapat kata-kata yang tidak berkenan di hati, semoga ceramah
yang saya sampaikan ini dapat bermanfaat bagi para pendengar dan saya selaku
yang menyampaikan, wa billahi taufik wal hidayah wa ridho wal inayah.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ