Materi Konsep Waktu Dalam Islam (Komunikasi Antar Budaya)

 

RESUME MATERI KONSEP WAKTU DALAM ISLAM

(Mencari Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits)

 

Konsep waktu dalam pandangan Islam tak sekadar perihal rutinitas kehidupan sehari-hari. Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting dan mendasar sehingga jika tak dimanfaatkan dengan baik, maka kerugianlah yang akan diperoleh. Lebih dari kerugian materi, menyia-nyiakan waktu bisa berakibat terbengkalainya sisi akhirat seorang hamba.

Terdapat ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang menjelaskan mengenai konsep waktu dalam Islam, salah satunya dalam QS. Al-‘Asr: 1-3,

وَٱلْعَصْرِ

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebeneran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Poin-point yang menunjukkan urgensi waktu:

1.        Waktu adalah modal bagi manusia

2.        Waktu yang sudah berlalu tidak akan kembali.

3.        Waktu cepat berlalu.

4.    Manusia tidak mengetahui kapan berakhir waktu yang diberikannya. Jadi, konsep waktu dalam Islam lebih menekankan kepada penggunaan dan pemanfaatan waktu.

Jika seseorang mencoba merenungi tentang waktu yang sudah terlewati, maka waktu sangat cepat berlalu, terkadang tidak disadari bahwa usia seseorang terus bertambah dua puluh tahun, tiga pulu tahun, empat puluh tahun dan seterusnya. Dengan demikian, Al-Qur’an menegaskan hal tersebut ketika ia menggambarkan diantara fenomena hari kebangkitan nanti.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS. An-Nazi’at: 46,

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَىٰهَا

“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.”

Al-Samarqandiy ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan bahwa orang-orang yang kufur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. merasa bahwa hidup di dunia hanya setengah hari, baik di sore hari atau pagi hari. Beda halnya dengan Abu Hayyan yang mengatakan bahwa 'asyiyyah adalah satu hari sedangkan duha adalah setengah hari. Menurutnya orang-orang kafir merasa hidup di dunia paling lama adalah sehari bahkan terasa cuma setengah hari. Senada dengan Abu Hayyan, Ibnu Kathir berpendapat bahwa ungkapan tersebut akan keluar jika mereka dibangkitkan dari alam kubur dan digiring ke padang mahsyar, mereka kemudian menganggap masa kehidupan dunia sangat singkat, seakan-akan masanya hanya sehari atau setengah hari.

Ayat di atas diperkuat oleh ayat lain terkait dengan waktu yang sangat singkat dalam kehidupan dunia ini sebagaimana dalam QS. Yunus: 45,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَن لَّمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا سَاعَةً مِّنَ ٱلنَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ ۚ قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِلِقَآءِ ٱللَّهِ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ

“Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.”

Waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Setiap tahun yang telah berlalu bulan yang lalu, pekan yang lalu, bahkan menit yang lalu, tidak mungkin bisa dikembalikan, sekarang. Inilah yang pernah disampaikan olah Al-Hasan al-Basriy: “Tidak ada satu haripun yang menampakkan fajarnya kecuali ia akan menyeru “Wahai anak Adam, aku adalah harimu yang baru, yang akan menjadi saksi atas amalmu, maka carilah bekal dariku, karena jika aku telah berlalu aku tidak akan kembali lagi hingga Hari Kiamat”.

Tabiat waktu di antaranya adalah waktu merupakan aset paling berharga. Ketika waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kembali dan tidak bisa tergantikan, maka waktu adalah aset yang paling mahal bagi manusia. Dan mahalnya nilai sebuah waktu lantaran ia adalah wadah bagi setiap amal dan produktivitas. Waktu adalah modal utama bagi individu maupun masyarakat. Al-Hasan Al-Basriy pernah berkata: “Saya melihat ada segolongan manusia yang memberikan perhatian kepada waktu lebih dari pada perhatian kalian terhadap dirham dan dinar”.

Waktu tidak bisa dihargai dengan uang, seperti kata pepatah. Karena waktu lebih berharga dari uang, lebih berharga dari emas, harta dan kekayaan. Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Karena kehidupan bagi seseorang adalah waktu dan detik-detik yang dijalaninya mulai ia lahir hingga wafat kemudian.

Dalam sebuah Hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ

“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga zaman berdekatan (waktu terasa singkat), Setahun bagaikan sebulan, Sebulan bagaikan sepekan, Sepekan bagaikan sehari, Sehari bagaikan sejam dan Sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma.” (HR. Ahmad, shahih oleh al-Albani dalam al-Jaami’ash Shaghiir, 7299)

Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata,

 إِنَّ لِلَّهِ حَقًّا بِالنَّهَارِ لَا يَقْبَلُهُ بِاللَّيْلِ، وَلِلَّهِ حَقٌّ بِاللَّيْلِ لَا يَقْبَلُهُ بِالنَّهَارِ

“Sesungguhnya Allah memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam. Dan Allâh juga memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang.” (Ibnu Abi Syaibah, No. 37056)

Dengan demikian seharusnya seseorang bersegera melaksanakan tugasnya pada waktunya, dan tidak menumpuk tugas dan mengundurkannya sehingga akan memberatkan dirinya sendiri.

Nabi Muhammad bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ

“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Abdul Fattah bin Muhammad dalam Qimatuz Zaman ‘Indal ‘Ulama menjelaskan, kata “tertipu” dalam hadis ini bermakna merugi. Banyak manusia yang merugi karena nikmat sehat dan waktu luang. Ada orang yang sehat fisiknya, namun ia seakan tak punya waktu untuk persiapan akhirat karena terlalu sibuk dengan kehidupan dunia.

Ada pula orang yang punya cukup waktu untuk mempersiapkan akhirat, namun fisiknya sedang tidak sehat. Padahal, apabila memiliki keduanya, manusia dapat memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan beramal saleh. Oleh karena itu, apabila diberikan nikmat sehat dan waktu luang, perbanyaklah ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab, masa sehat akan disusul sakit, dan waktu luang akan disusul kesibukan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki dan menasihatinya,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Nasai dan Baihaqi).

Usia muda adalah masa emas dalam hidup, namun ia akan berlalu dan berganti tua. Sehat adalah nikmat terbesar, sebab saat sakit kita akan kesulitan beraktivitas. Begitu pula dengan kaya dan waktu luang, berapa banyak orang yang mengharapkan keduanya. Lebih parah lagi, keempat perkara ini bisa hilang begitu saja dengan dicabutnya ruh dari badan. Lima perkara pertama ini harus dimanfaatkan, sebab, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menanyakannya di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara, tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (HR. Tirmidzi).

 

 

 

Sumber Pendukung:

Luluul Wardah, “Konsep Waktu Dalam Al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik)”, Skripsi, (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2018). Diambil dari http://etheses.iainponorogo.ac.id/5136/1/KONSEP%20WAKTU%20DALAM%20AL-QUR%27AN.pdf, diakses pada 2 Desember 2020, pukul 13.07 WIB

https://shahihfiqih.com/tazkiyatun-nafz/sebab-waktu-terasa-cepat-berlalu/

https://almanhaj.or.id/4099-renungan-tentang-waktu.html


Next Post Previous Post

Pages