Makalah Persepsi Dalam Komunikasi, Sistem Komunikasi Interpersonal dan Konsep Diri (Pengantar Ilmu Komunikasi)
Makalah Persepsi Dalam Komunikasi, Sistem Komunikasi Interpersonal dan Konsep Diri pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu
kegiatan penyampaian pesan yang selalu dilakukan oleh setiap orang dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam komunikasi tentu ada unsur-unsur tersendiri
sehingga timbulnya kegiatan komunikasi. Salah satu unsur timbulnya komunikasi
adalah persepsi dalam komunikasi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Dengan adanya persepsi ini komunikan dan komunikator akan saling
menanggapi pesan yang disampaikan. Dalam komunikasi kita mengenal sistem
komunikasi, salah satunya sistem komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang
membutuhkan pelaku atau personal lebih dari satu orang. Maka maksud dari sistem
komunikasi interpersonal adalah suatu sistem komunikasi sehingga terwujudnya
komunikasi interpersonal. Di dalam sistem komunikasi interpersonal terdapat
unsur konsep diri. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif,
tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
persepsi dalam komunikasi ?
2.
Bagaimana
sistem komunikasi interpersonal ?
3.
Bagaimana
konsep diri ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
persepsi dalam komunikasi
2.
Mengetahui
sistem komunikasi interpersonal
3.
Mengetahui
konsep diri
D.
Manfaat Penulisan
Supaya kami dan para pembaca dapat mengetahui serta memahami maksud
dari persepsi dalam komunikasi, sistem komunikasi interpersonal serta yang
dimaksud dengan konsep diri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Persepsi dalam Komunikasi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah
bagian dari persepsi. Menafsirkan makna inderawi tidak hanya melibatkan
sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori. Persepsi sama
seperti sensasi yang ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.
David Krech dan Richard S. Crutchfield menyebutkan faktor fungsional dan faktor
struktural. Inilah faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi :
1) Perhatian
”Perhatian
adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah” , demikian definisi yang
diberikan oleh Kenneth E. Andersen (1972:46), dalam buku yang ditulisnya
sebagai pengantar pada teori komunikasi. Perhatian terjadi bila kita
mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan
masukan-masukan melalui alat indera yang lain.
1) Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor
situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai
determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention
getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol,
antara lain: gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan.
Gerakan : Seperti organisme yang lain, manusia secara visual
tertarik pada objek-objek yang bergerak. Kita senang melihat huruf-huruf dalam
display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan. Pada tempat yang
dipenuhi benda-benda mati, kita akan tertarik hanya kepada tikus kecil yang
bergerak.
Intensitas Stimuli : Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol
dari stimuli yang lain. Warna merah pada latar belakang putih, tubuh jangkung
di tengah-tengah orang pendek, suara keras di malam sepi, iklan setengah
halaman dalam surat-kabar, atau tawaran pedagang yang paling nyaring di pasar
malam, sukar lolos dari perhatian kita.
Kebaruan (Novelty) : Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa
lebih mudah dipelajari atau diingat. Karena alasan inilah maka orang mengejar
novel yang baru terbit, film yang barn beredar, atau kendaraan yang memiliki
rancangan mutakhir (Karena itu pula mengapa umumnya istri muda lebih disenangi
dari istri pertama).
Perulangan : Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai
dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian.
2) Faktor Internal Penaruh Perhatian
Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian
orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita
lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan perhatian ini
timbul dari faktor-faktor internal dalam diri kita. Inilah beberapa contoh
faktor yang mempengaruhi perhatian kita.
Faktor-faktor Biologis : Dalam keadaan lapar, seluruh pikiran di. dominasi oleh
makanan. Karena itu, bagi orang lapar, yang paling menarik perhatiannya adalah
makanan. Yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal yang lain. Anak muda
yang baru saja menonton film pm. no, akan cepat melihat stimuli seksual di
sekitarnya.
Faktor-faktor Sosiopsikologis : Berikan sebuah foto yang menggambarkan kerumunan orang
banyak di sebuah jalan sempit. Tanyakan apa yang mereka lihat. Setiap orang
akan melaporkan hal yang berbeda. Tetapi seorang pun tidak akan dapat
melaporkan berapa orang terdapat pada gambar itu, kecuali kalau sebelum melihat
foto mereka memperoleh pertanyaan itu. Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan,
mempengaruhi apa yang kita perhatikan.
Kenneth E. Andersen (1972:51-52) menyimpulkan
dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli
komunikasi :
1) Perhatian itu merupakan proses yang aktif
dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. Kita secara sengaja mencari stimuli tertentu
dan mengarahkan perhatian kepadanya.
Sekali-sekali, kita mengalihkan perhatian dari stimuli yang satu dan
memindahkannya pada stimuli yang lain.
2) Kita cenderung memperhatikan hal-hal
tertentu yang panting, menonjol, atau melibatkan diri kita.
3) Kita cenderung memperkokoh kepercayaan,
sikap, nilai, dan kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik
sebagai komunikator atau komunikate.
4) Kebiasaan sangat penting dalam menentukan
apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik
perhatian kita.
5) Dalam situasi tertentu kita secara sengaja
menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang
ingin kita abaikan.
6) Walaupun perhatian kepada stimuli perarti
stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah
berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentrasi
yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
7) Perhatian tergantung kepada kesiapan mental
kita; kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.
8) Tenaga-tenaga motivasional sangat penting
dalam menentukan perhatian dan persepsi. Tidak jarang efek motivasi ini
menimbulkan distraksi atau distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan,
atau melihat apa yang sebenarnya tidak ada).
9)
lntensitas perhatian tidak konstan.
10) Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian
pada aspek-aspek objek itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.
11) Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena
usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli
mungkin akan berhenti.
12) Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak.
Makin besar keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin kurang tajam
persepsi kita pada stimuli tertentu.
13) Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan
perhatian.
2) Faktor-Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor
fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang
termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respons pada stimuli itu. Dari sini, Krech dan Crutchfield
merumuskan dalil persepsi :
Pertama: Persepsi bersifat selektif secara fungsional.
Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita
biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
Mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana
emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Bila orang lapar dan
orang haus duduk di restoran, yang pertama akan melihat nasi dan daging, yang
kedua akan melihat limun atau Coca Cola. Kebutuhan biologis menyebabkan
persepsi yang berbeda.
Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Faktor-faktor
fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan.
Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang
memberi makna pada pesan yang diterimanya. Berbicara tentang fluor albus,
adnexitis, dysmenorhhae atau kanker serviks di muka ahli komunikasi, tidak akan
menimbulkan pengertian apa-apa. Mereka tidak memiliki kerangka rujukan untuk
memahami istilah-istilah kedokteran tersebut. Begitu pula mahasiswa kedokteran
akan sukar memahami pembicaraan tentang teori-teori komunikasi, bila mereka
tidak memiliki latar belakang pendidikan dalam ilmu komunikasi. Menurut McDavid
dan Harari (1968:140), para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan ini
amat berguna untuk menganalisa interpretasi perseptual dari peristiwa yang
dialami.
3) Faktor-Faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Faktor-faktor
struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf
yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Dari prinsip ini, Krech dan
Crutchfield melahirkan dalil persepsi :
Kedua : Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan
dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya.
Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya
dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
Solomon Asch (1959) melakukan beberapa eksperimen tentang persepsi orang pada
serangkaian kata-kata sifat. Dua kelompok penanggap disuruh memberikan ulasan;
kelompok pertama pada rangkaian A dan kedua pada B.
Ketiga : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari
substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara
keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota
kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan
dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi
atau kontras.
Keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam
ruang dan waktu atau menyerupai satu sama Iain, cenderung ditanggapi sebagai
bagian dari struktur yang sama.
Pada
persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap
sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau
berdekatan oleh individu yang lain. Di sini, masuk jugalah peranan kerangka
rujukan. Ahli zoologi menganggap kuda, manusia, dan ikan paus sebagai satu
kelompok (sama-sama mamalia). Kita melihat ketiganya berasal dari kelompok yang
berlainan; kuda, hewan darat; ikan paus, hewan laut; manusia, tentu bukan
hewan. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pada masyarakat yang
menitik beratkan kekayaan, orang akan membagi masyarakat pada dua kelompok:
orang kaya dan orang miskin. Pada masyarakat yang mengutamakan pendidikan,
orang mengenal dua kelompok: kelompok terdidik dan tidak terdidik.
Dalam
komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator
untuk meningkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkan dirinya atau mengakrabkan
dirinya dengan orang-orang yang mempunyai prestasi tinggi. Terjadilah apa yang
disebut ”gilt by association” (cemerlang karena hubungan). Orang menjadi
terhormat karena duduk berdampingan dengan anggota kabinet atau bersalaman
dengan Presiden. Sebaliknya, kredibilitas berkurang karena berdampingan dengan
orang yang nilai kredibilitasnya rendah pula. Di sini terjadi apa yang disebut
”guilt by association” (bersalah karena hubungan). Jadi, kedekatan dalam
ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari struktur
yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau
mempunyai hubungan sebab dan akibat. Menurut Krech dan Crutchfield,
kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan
adalah hal yang universal.
B.
Sistem Komunikasi Interpersonal
1)
Persepsi Interpersonal
Persepsi sosial kini memperoleh
konotasi baru sebagai proses mempersepsi objek-objek dqn peristiwa-peristiwa
sosial. Manusia yang dijadikan objek persepsi, maka disebut sebagai persepsi
interpersonal dan persepsi pada objek selain manusia maka disebut persepsi
objek. Perbedaan antara keduannya yaitu :
Pertama : Persepsi
objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik :
gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya. Persepsi
interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang
verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
Kedua : Bila
kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu; kita
tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat papan tulis,
kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati. Persepsi
interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera
kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia
berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja tindakan, tetapi juga
motif tindakan itu. Dengan demikian, stimuli kita menjadi sangat kompleks. Kita
tidak akan mampu ”menangkap” seluruh sifat orang lain dan berbagai dimensi
perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja. Ini jelas membuat
persepsi interpersonal lebih sulit, ketimbang persepsi objek.
Ketiga : Ketika
kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita,
kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi
interpersonal, faktor-faktor personal kita, dan karakteristik orang yang
ditanggapi serta hubungan kita dengan orang tersebut, menyebabkan persepsi
interpersonal sangat cenderung untuk keliru.
2)
Konsep Diri
Konsep
diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini
boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar
gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita. Karena itu, Anita Taylor et al. mendefinisikan
konsep diri sebagai ”all you think and feel about you, the entire complex of
beliefs and attitudes you hold about yourself” ( 1977 :98).
Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri
:
a) Orang Lain
Gabriel
Marcel, filusuf eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri keberadaan, The
Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita,
”The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or
from others, and only by starting from them." Kita mengenal diri kita
dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Dalam perkembangan, significant others meliputi
semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka
mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.
Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep, ini juga
berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang lain
memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain.
b) Rujukan Kelompok
Dalam
pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada
kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat
kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan
ciri-ciri kelompoknya.
Pengaruh
Konsep Diri pada Komunikasi Interpersonal terdapat hgh buah, yaitu :
Nubuat yang Dipenuhi Sendiri
Konsep
diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal,
karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep
dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut
sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Sebagaimana kita berusaha hidup sesuai
dengan label yang kita lekatkan pada diri kita.
Sukses
komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri kita;
positif atau negatif. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976:42-43)
ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif :
1) Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya,
dan mudah marah atau naik pitam.
2) Responsif sekali terhadap pujian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, mereka
pun bersikap hiperkritis terhadap orang lain.
3) Sikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apa pun
dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan
atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
4) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak
diperhatikan. Karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga
tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap
dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
Sebaliknya,
orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal :
1) la yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
2) la merasa setara dengan orang lain
3) la menerima pujian tanpa rasa malu
4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya
disetujui masyarakat
5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Komunikan yang berkonsep diri positif adalah orang
yang menurut istilah Sidney M. Jourard "tembus pandang", terbuka
kepada orang lain.
a) Membuka Diri
Bila
konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk
menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung
menghindari sikap defensif dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
Konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan teori Johari Window.
b) Percaya diri (Self Confidence)
Orang
yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi
komunikasi. Ketakutan untuk
melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang
yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha
sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja.
Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri, tetapi
di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Dalam komunikasi, kita masih dapat
menggunakan nasihat tokoh Psikosibernetik yang populer, Maxwell Maltz, ”Believe
in yourself and you ’ll succeed. ” Untuk meningkatkan percaya
diri,-menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu. (Maltz, 1970:55)
c) Selektivitas
"Konsep
diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi
kepada pesan apa Anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan
itu, dan apa yang kita ingat,” tulis Anita Taylor et al. (1977 :1 12). Dengan
singkat, konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi selektif (selective
perception), dan ingatan selektif (selective attention).
3) Atraksi
Interpersonal
Atraksi
adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang.
Faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi
interpersonal, yaitu :
a)
Kesamaan karakteristik personal :Memiliki
kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama,
ideologis, cenderung saling menyukai.
b)
Tekanan emosional : Bila seeorang berada dalam
keadaan cemas atau memikul tekanan emosional, sehingga ia membutuhkan kehadiran
orang lain.
c)
Harga diri yang rendah : Bila harga diri
direndahkan, hasrat afiliasi (bergabung dengan orang lain) bertambah dan ia
akan makin responsif untuk menerima kasih sayang orang lain.
d) Isolasi sosial : Pengalaman yang tidak enak
Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi
interpersonal :
a)
Dayatarik fisik : Yang menjadi penyebab utama
atraksi personal.
b)
Ganjaran : Berupa bantuan, dorongan morel,
pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.
c)
Familiarity : Sering kita lihat atau sudah
kita kenal dengan baik.
d) Kedekatan
e)
Kemampuan : Kita cenderung menyenangi
orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi daripada kita atau lebih
berhasil dalam kehidupannya.
Pengaruh atraksi interpersonal pada komunikasi
interpersonal :
a)
Penafsiran pesan dan penilaian : Seperti saat
kita menyenangi seseorang, kita cenderung melihat segala hal yang berkaitan
dengan dia secara positif. Sebaliknya jika kita membencinya, kita cenderung
melihat karakteristiknya secara negatif.
b)
Efektivitas komunikasi : Komunikasi
interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi komunikan.
4) Hubungan
Interpersonal
Komunikasi
yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.Kegagalan
komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di
antara komunikan menjadi rusak. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat
menyatakan bahwa makin baik hubungan interpesonal, makin terbuka orang untuk
mrngungkapkan dirinya, makin cermat presepsinya tentang orang lain dan presepsi
dirinya sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Teori-teori hubungan interpesonal :
a)
Model pertukaran sosial : Ganjaran (setiap
akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan),
biaya (akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan),
hasil/laba (ganjaran yang dikurangi biaya) dan tingkat perbandingan (ukuran
baku standar yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada
waktu sekarang).
b) Model peranan : Model peranan memandang
hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Dalam model peranan terdapat
istilah ekspektasi peranan (mengacu pada kewajiban, tugas dan hal berkaitan
dengan posisi tertentu dalam kelompok), tuntutan peranan (desakan sosial yang
memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya), keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan
tertentu, kadang-kadang disebut juga kompetensi
sosial (social competense), konflik peranan (individu tak sanggup mempertemukan
berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif).
c) Model permainan : Orang-orang berhubungan dalam
bermacam-macam permainan. Menadasari permainan ini adalah tiga bagian
kepribadian manusia yaitu, orang tua, orang dewasa dan anak.
d) Model interaksi : Memandang bahwa hubungan interpersonal sebagai suatu
sistem, yang memiliki sifat-sifat struktural, integratif dan medan yang
sistemnya terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan
bertindak bersama sebagai satu kesatuan.
Tahap-tahap hubungan interpersonal :
a)
Pembentukan hubungan interpersonal : Tahap perkenalan.
b)
Peneguhan hubungan interpersonal : Empat
faktor yang amat penting dalam memelihara keseimbangan yaitu, keakraban,
kontrol, respons yang tepat dan nada emosional yang tepat.
c)
Konfirmasi : Pengakuan langsung, perasaan
positif, respons meminta keterangan, respons setuju dan respons suportif.
d)
Diskonfirmasi : Respons sekilas, respons
impersonal, respons kosong, respons yang tidak relevan, respons interupsi, respons
rancu, respons kontradiktif.
e)
Pemutusan hubungan interpersonal : Dalam
analisis R. D. Nye (1973) menyebutkan lima sumber konflik yaitu, kompetisi,
dominasi, kegagalan, provokasi dan perbedaan nilai.
Faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan
interpersonal dalam komunikasi interpesonal :
a) Percaya : Merupakan faktor yang paling penting, sikap saling percaya yaitu,
menerima, empati dan kejujuran.
b) Empati : Menempatkan diri kita secara imajinatif ada posisi orang lain yang
merupakan simpati, membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain
yang merupakan berempati.
c) Kejujuran : Berkata sesuai kenyataan sehingga akan mendorong orang lain
percaya pada kita.
d) Sikap suportif : Sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi,
yang merupakan iklim suportif yaitu, deskripsi, orientasi masalah, spontanitas,
empati, persamaan, provisionalisme.
e) Sikap terbuka : Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan
keajegan logika, membedakan dengan mudah, berorientasi pada isi, mencari
informasi dari berbagai sumber, lebih bersifat provisional dan bersedia
mengubah kepercayaannya, mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan
rangkaian kepercayaannya.
C. Konsep Diri
Diri
kita bukan lagi persona penanggap, tetapi sekaligus sebagai persona stimuli . Menurut
Charles
Horton Cooley supaya kita menjadi objek dan subjek sekaligus, seperti dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain;
dalam benak kita. Cooley menyebut gejala ini Iooking-glass self (diri
cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita
membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri
kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita jelek. Kedua, kita
membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka
menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau
kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79). Dengan
mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita, yang
disebut sebagai konsep diri. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri
sebagai "those physical, social and psychological perceptions of
ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others".
Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.
Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif,
tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita. Karena itu, Anita Taylor et al. mendefinisikan
konsep diri sebagai ”all you think and feel about you, the entire complex of
beliefs and attitudes you hold about yourself” ( 1977 :98). Dengan
demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif.
Boleh jadi komponen kognitif kita berupa, ”Saya ini orang bodoh,” dan komponen afektif
Anda berkata, ”Saya senang diri saya bodoh; ini lebih baik bagi saya.” Boleh
jadi komponen kognitifnya seperti tadi, tapi komponen afektifnya berbunyi,
”Saya malu sekali karena saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial,
komponen kognitif disebut citra-diri (self image), dan komponen afektif
disebut harga diru (self esteem). Keduanya menurut William D. Brooks dan
Philip Emmert, berpengaruh besar pada pola komunikasi interpersonal.
Inilah faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan
konsep diri :
1) Orang Lain
Gabriel
Marcel, filusuf eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri keberadaan, The
Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita,
”The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or
from others, and only by starting from them." Kita mengenal diri kita
dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana anda menilai diri saya, akan
membentuk konsep diri saya. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika
kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita,
kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya,
bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita
akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. S. Frank Miyamoto dan Sanford
M. Dornbusch (1956) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap
dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang paling jelek sampai yang
paling baik. Yang dinilai ialah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik,
dan kesukaan orang lain pada dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga
menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain,
cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga
dirinya sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya. Eksperimen lain
yang dilakukan Gergen (1965, 1972) menunjang penemuan ini. Pada satu kelompok,
subjek-subjek eksperimen yang menilai dirinya dengan baik diberi peneguhan
dengan anggukan, senyuman, atau pernyataan mendukung pendapat mereka. Pada
kelompok lain, penilaian positif tidak ditanggapi sama sekali. Kelompok pertama
menunjukkan peningkatan citra diri yang lebih baik, karena mendapat sokongan
dari orang lain. Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap
diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat
dengan diri kita. George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant
others orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah
orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan
kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966: 105) menamainya affective others
orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah,
secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian,
penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif.
Ejekan, cemoohan dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif.
Dalam perkembangan, significant others meliputi semua orang yang
mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan
kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.
Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep, ini juga
berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang lain
memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Bila kita seorang ibu, bagaimanakah ibu memandang kita. Jika kita seorang guru, bagaimana guru memandang kita. Mengambil peran sebagai ibu, sebagai ayah, atau
sebagai generalized others disebut role taking. Role taking
sangat penting dalam pembentukan konsep diri.
2) Kelompok Rujukan (Reference Group)
Dalam
pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok: RT,
Persatuan Bulutangkis, Ikatan Warga Bojongkaso, atau Ikatan Sarjana Komunikasi.
Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara
emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri
kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang
mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.
Misalnya kita memilih rujukan kelompok Ikatan Dokter Indonesia, maka norma-norma
yang ada dalam kelompok ini sebagai ukuran perilaku kita, sehingga menjadikan
kita sebagai bagian kelompok tersebut dan lengkap dengan seluruh sifat-sifat
dokter menurut persepsi kita.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :
- Persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
- Pada sistem komunikasi interpersonal terdapat empat unsur, yaitu : persepsi interpersonal (memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang (partner komunikasi), yang berupa pesan non verbal maupun verbal), konsep diri (pandangan dan perasaan kita tentang diri kita), atraksi interpersonal (kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang) dan hubungan interpersonal (menjadikannya komunikasi yang baik).
- Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita. Karena itu, Anita Taylor et al. mendefinisikan konsep diri sebagai ”all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself “.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Serta
dengan dibuatnya makalah ini, kami meminta saran kepada para pembaca untuk
mengoreksi apabila ada kesalahan dalam sistematika penulisan dan isi pembahasan
pada makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Rakhmat, J. (1996). Psikologi
Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.