Dakwah Visioner
Ringkasan Pembahasan Dakwah Visioner pada Buku Untukmu Kader Dakwah Karya KH. Rahmat Abdullah
Dalam pembahasan kedua yaitu Dakwah Visioner, merupakan hasil buah
pemikiran KH. Rahmat Abdullah yang memiliki enam pembahasan, di antaranya:
1) Dinamika dalam Orisinalisasi
dan Savety dalam Inovasi
Upaya mengembalikan umat
kepada ashalah (keaslian) ajaran mereka adalah bagian intregral dari
pengamalan agama dan dakwah kepada agama. Karena itulah silih berganti para
nabi diutus Allah khususnya Bani Israil. Apakah kesinambungan diutusnya para
rasul itu mencerminkan kemuliaan Bani Israil sendiri atau justru sebaliknya,
menandakan beratnya sakit mental yang mereka idap, seluruh persoalan pengutusan
adalah untuk menjaga umat manusia dari inhiraf (penyimpangan).
Sesudah dikhatamkan dengan risalah Nabi Muhammad Saw, barulah nampak agama ini secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Nabi Ibrahim banyak menyebutkan dirinya dan keluarga serta setiap manusia yang menempuh jalan hidup sebagaimana yang ditempuhnya, sebagai muslim. Demikian juga para nabi keturunannya. Belum dijelaskan secara definitif apa nama agama ini. Ia lebih mencerminkan 'anutan orang-orang yang menyerahkan diri'. Barulah secara terbuka dan definitif sebutan agama ini sebagai Islam menjadi terang benderang saat Allah menurunkan ayat terakhir di padang Arafah.
2) Perhatian Kepada Pembinaan
Kader
Dua pondasi utama bangunan
dakwah di era Makkiyah menjadi perhatian serius. Kedua
prioritastersebutmengalahkan prioritas apa pun. Adalah hal yang 'tepat' bila
Nabi Muhammad Saw memperhatikan pembangunan militer Arab, agar bisa bersaing
dengan Romawi dan Persia. Juga sangat diterima logika terbatas bila ia
membangun ekonomi, karena selama ini memang bangsa Arab sama sekali tidak
diperhitungkan. Tetapi perhatiannya tertuju kepada dua hal diatas. Pertama,
pondasi Tauhid sebagai asas perbaikan semua aspek kehidupan. Disitulah koreksi
total pemikiran dunia. Kedua, pembinaan kader.
Dalam pembinaan kader,
setiap para kader ditempa sehingga menjadi kader yang berakidah murni (salimul
aqidah), beribadah sahih (shahihul ibadah), berakhlak teguh (matinul
khuluq), berbadan kuat (qawiyyul jismi), luas wawasannya (mustaqoful
fikri), berjiwa mandiri (qodirun alal kasbi), bersungguh-sungguh
dalam jiwanya (mujahidun li nafsihi), efisien dalam waktu (harishun
‘ala waqtih), tertata urusannya (munazhom fi syu’unihi), bermanfaat
bagi sesama (nafi’un lighairihi).
3) Modernisasi Makna Mutawatir
Penyebaran dakwah yang tak
seimbang antara masa sebar dengan pengenalan masyarakat terhadap dakwah, memang
bukan kerja sia-sia. Ciri-ciri Dakwah yang membangkitkan dan memberdayakan dari
zaman ke zaman sama, di antaranya:
a)
Respon generasi muda.
b)
Cepatnya menyebar di
desa-desa dan kota-kota.
c)
Independen kontrol dan dikte
penguasa dan tokoh-tokoh besar.
d)
Jauh dari titik sentuh
konflik.
e)
Kemampuan merangkum
anggotanya di mana pun mereka berada.
4) Menghidupkan Semangat
Kompetisi Positif
Dari pencermatan berbagai
peristiwa sejarah dapat dilihat jaringan saraf yang bekerja sedemikian rumit,
membuahkan produk gemilang generasi yang sedemikian menikmati pacuan yang penuh
resiko. Pertama, keyakinan yang mendalam tentang kesungguhan Allah
mencipta manusia dan alam semesta, bahwa itu bukan main-main. Mereka selalu
menghayati kehidupan sebagai suatu kontrak yang mereka harus bayar, tanpa
pernah merasakan bayaran mereka cukup pantas untuk menebus sedikit saja nikmat
yang Allah berikan. Artinya kebertuhanan mereka bukan lip service,
tetapi kebenaran selalu. Kedua, keyakinan bahwa prestise adalah anak
kandung prestasi. Naif sekali mengharapkan kehormatan tanpa berbuat yang
terhormat. Ketiga, keberlanjutan hidup di dunia sampai ke barzah dan
akhirat adalah kenyataan yang dia yakin dengan terang, bukan khayalan yang
samar-samar atau hafalan yang diulang-ulang, lalu diyakini sebagai hakikat iman
yang menyelamatkan. Karenanya etos akhirat adalah ruh beramal yang memberi
makna bagi perjuangan mereka. Keempat, kebiasaan berpikir tinggi dan berkualitas telah membawa mereka
kepada kewajaran logika, sebagaimana dalam firman Allah Swt:
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (QS. Ar-Rahman (55): 60.)
Kelima, seseorang tidak menjadi
besar karena imbalan atau penghargaan yang ia terima, tetapi karena kerja yang
membuat mereka berhak menerima imbalan tersebut. Keenam, salah satu
muatan penting ‘kurikulum’ tarbiyah mereka sesudah muatan Al-Qur’an dan
As-Sunnah ialah sirah dan tarikh. Ketujuh, di depan mata mereka
dalam kehidupan dan perjuangan bathil kaum kafirin, musyrikin dan munafikin
terpampang pelajaran berharga, betapa untuk kebatilan dan kesengsaraan tanpa
akhir, orang lain mau berkorban.
5) Bersama Al-Haq dan Ahlul Haq
Tak ada yang memberikan dorongan kuat untuk melaksanakan Al-Haq sekuat dorongan yang dihasilkan dari interaksi antar pendukungnya. Berbagai sugesti telah ditekankan, yang seandainya dijalankan dengan benar, setiap ahli (pendukung) kebenaran akan dengan ‘percaya diri’ dapat legitimasi memimpin. Siapa yang mengira Abu Bakar Shiddiq Ra. Yang berhati sangat lembut, mudah menangis dan bersahaja, mampu memimpin umat pasca wafat Rasulullah Saw. Umat yang besar dengan usia yang masih sangat muda. la yang dengan tegas menyatakan: “Ayanqusuddinu wa ana hayyun” (Bagaimana mungkin agama ini jadi berkurang sementara aku masih hidup?!).
6) Menghindari Sebab-sebab
Kemunduran
Belum tertulis satu patah kata pun dalam bab ini oleh KH. Rahmat Abdullah. Dengan mengutip kalimat Tarbawi Press, “biarlah bab keenam itu menjadi buah pemikiran yang harus diterjemahkan oleh para kader-kader dakwah beliau selanjutnya”
Sumber: KH. Rahmat Abdullah. 2020, Untukmu Kader Dakwah, Tangerang: Ihsan Media, hlm. 108-167.